Respon dan Manifestasi Psikologi Terhadap Stres Dampak Stres pada Berbagai Sistem

yaitu tingkat stres sangat rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi dan tingkat stres bahaya. 2.2. Konsep Gangguan Pencernaan 2.2.1. Gangguan Pencernaan Berbagai gangguan dapat timbul dalam saluran pencernaan yang berhubungan dengan proses pencernaan, dan penyerapan makanan. Gangguan peristaltik yang dapat mengakibatkan buang air besar terlampau jarang sembelit atau terlampau sering diare Tan Rahadja, 2010. Gangguan pencernaan bisa berupa nyeri abdomen, sulit menelan, refluks asam, nyeri retrostenal, dan lain-lain Gleadle, 2007. Selain itu, bisa meliputi rasa tidak nyaman sehabis makan, irritable bowel syndrome penyakit noninflamasi kronis yang ditandai dengan diare atau konstipasi, gastritis radang lambung, diverticular dysbiosis keadaan flora bakteri lambung yang berubah dan konstipasi Vitahealth, 2006. Fungsi utama sistem pencernaan adalah menguraikan makanan dan menyerap nutrisi. Jika fungsi tersebut terganggu, penyerapan nutrisi penting akan terganggu begitu pula kesehatan tubuh. Selain itu, alat pencernaan merupakan sistem yang saling berkaitan. Jika salah satu bagian terganggu, secara keseluruhan sistem juga terganggu. Misalnya jika liver yang memproduksi empedu yang penting untuk mengabsorpsi lemak, minyak, dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak terganggu sehingga tidak mampu memproduksi cukup empedu, maka BAB Buang Air Besar akan keras dan sulit lewat Vitahealth, 2006.

2.2.2. Gambaran Klinis

Gejala dari gangguan pencernaan sangat beragam, namun terdapat beberapa pola dominan Davey, 2005, yaitu: a. Kembung b. Refleks gastrokolik yang jelas merasa perlu defekasi segera setelah makan c. Identifikasi makanan pemicu: makanan tertentu bisa menyebabkan timbulnya gejala, misalnya produk susu, makanan berlemak atau pedas, dan alkohol d. Nyeri berkurang bila defekasi e. Kebiasaan buang air besar kacau Sedangkan menurut Muttaqin Sari 2011, tanda gejala gangguan sistem pencernaan secara umum antara lain: nyeri, mual, muntah, diare, pembesaran abdomen, kembung dan sendawa, ketidaknyamanan abdomen, gas usus, hematemesis, perubahan pada kebiasaan defekasi, serta karakteristik feses, malaise dan sebagainya.

2.2.3. Faktor Penyebab

International Foundation for Functional Gastrointestinal Disorders 2009 mengembangkan beberapa penemuan terkait mekanisme dari terjadinya gangguan pencernaan, yang mana gangguan pencernaan berhubungan dengan keadaan tidak teratur dari komunikasi otak-usus, faktor genetik, infeksi, berubahnya bakteri flora normal di saluran pencernaan dan radang usus. Selain itu, International Foundation for Functional Gastrointestinal Disorders 2009 dan Kumar Clark 2012 juga mengembangkan patogenesis dari gangguan pencernaan menggunakan konsep biopsikososial lihat Gambar 2.1.. Gejala-gejala gangguan pencernaan yang muncul merupakan hasil kombinasi dari faktor-faktor yang mungkin melibatkan perubahan motilitas, sensifitas saraf dalam usus yang meningkat dan disregulasi dari interaksi otak-usus. Faktor-faktor ini dapat dipengaruhi oleh pengaruh pikologis dan sosial. Interaksi pada tingkat seluler, jaringan, interpersonal dan tingkat lingkungan dapat mempengaruhi sifat dan keparahan gejala gangguan pencernaan. Model biopsikososial pada gangguan pencernaan ini pertama kali diperkenalkan oleh George Engel pada tahun 1977. Model biopsikososial adalah sebuah konsep yang memberikan kerangka untuk memahami, mengkategorikan dan mengobati gangguan pencernaan Drossman Swantkowski, 2006. Faktor penyebab lainnya dari gangguan pencernaan adalah pola makan, mikrooganisme seperti Helicobacter pylori, obat-obatan seperti aspirin, trauma, faktor lain seperti radiasi, dan prosedur endoskopi Williams Hopper, 2015.

2.2.4. Patofisiologi Gangguan Pencernaan Terkait Stres

Dalam respon stres, impuls aferen akan ditangkap oleh organ pengindra mata, telinga, hidung dan kulit, pengindra internal baroreseptor, kemoreseptor ke pusat saraf di otak. Dua daerah otak primer yang terlibat dalam reaktivitas stres adalah hipotalamus dan locus ceruleus. Aktivitas hipotalamus oleh stres kemungkinan dimediasi sebagian oleh otak limbik khususnya amigdala dan hipocampus dan sebagian oleh locus ceruleus di batang otak. Jalur neural dan neuroendokrin di bawah kontrol hipotalamus akan diaktifkan. Pertama, akan terjadi sekresi sistem saraf simpatis kemudian diikuti oleh sekresi simpatis-adrenal-moduler, dan akhirnya bila stres masih tetap ada, sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan Smeltzer, 2001 ;Mertz, 2006. Respon sistem saraf simpatis bersifat cepat dan singkat kerjanya. Norepinefrin dikeluarkan pada ujung saraf yang berhubungan langsung dengan ujung organ yang dituju, mengakibatkan peningkatan fungsi organ vital dan perangsangan tubuh secara umum. Peningkatan curah jantung dan ventilasi serta pengalihan aliran darah dari bagian yang aktivitasnya ditekan dan mengalami vasokonstriksi, misalnya saluran cerna dan ginjal ke otot rangka dan jantung yang lebih aktif, yang mempersiapkan tubuh melakukan respon lawan atau lari. Secara bersamaan, sistem simpatis mengaktifkan hormon penguat dalam bentuk pengeluaran epinfrin dari medula adrenal untuk melakukan fungsi lain, misalnya mobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak Smeltzer, 2001 ;Sherwood, 2011. Bila stres masih tetap ada, sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan memicu pelepasan CRF Corticotropin Releasing Factor, ACTH Adreno-Corticotropic Hormone dan kortisol yang mempengaruhi fungsi usus, komposisi dan pertumbuhan microbiota, dan juga merangsang sistem saraf simpatik. Stres mengubah jumlah sel mast,

Dokumen yang terkait

Gambaran Kebutuhan Perawatan Maloklusi Berdasarkan Malalignment Index Pada Santriwati Pondok Pesantren Modern Dengan Pondok Pesantren Tradisional;

0 7 17

Hubungan Tingkat Stres Dengan Gejala Gangguan Pencernaan Pada Santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015

1 8 160

TEKNIK PEMBINAAN KEDISIPLINAN SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN PUTRI IMAM SYUHODO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Teknik Pembinaan Kedisiplinan Santriwati Di Pondok Pesantren Putri Imam Syuhodo Tahun Pelajaran 2015/2016.

0 5 19

TEKNIK PEMBINAAN KEDISIPLINAN SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN PUTRI IMAM SYUHODO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Teknik Pembinaan Kedisiplinan Santriwati Di Pondok Pesantren Putri Imam Syuhodo Tahun Pelajaran 2015/2016.

0 3 16

HUBUNGAN ANTARA SYUKUR DENGAN STRES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODEREN ISLAM Hubungan Antara Syukur Dengan Stres Pada Santri Di Pondok Pesantren Moderen Islam Assalaam.

0 1 15

HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DENGAN GEJALA SOMATISASI PADA SANTRIWATI BARU KELAS Hubungan antara Penyesuaian Diri dengan Gejala Somatisasi pada Santriwati Baru Kelas VII SLTP di Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo.

0 0 18

PENDAHULUAN Hubungan antara Penyesuaian Diri dengan Gejala Somatisasi pada Santriwati Baru Kelas VII SLTP di Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo.

0 1 9

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA SANTRIWATI MUALLIMIN PONDOK PESANTREN AL-MUKMIN NGRUKI SUKOHARJO TAHUN 2009.

0 3 16

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUPPADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN WALISONGO Hubungan Religiusitas Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Santriwati Pondok Pesantren Walisongo Desawado Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora.

0 1 15

HUBUNGAN TINGKAT ANEMIA DENGAN TINGKAT DISMENORHEA PADA SANTRIWATI UMUR 17-20 TAHUN DI PONDOK PESANTREN NGRUKEM BANTUL YOGYAKARTA TAHUN 2009

0 0 9