Guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan, identitas regional upacara adat, makana n dan kesenian harus terjamin kelestariannya.
Pemerintah setempat sebenarnya telah melakukan usaha- usaha dalam melestarikan budaya-budaya tersebut dengan mengemasnya dalam berbagai
bentuk objek wisata. Namun partisipasi dari elemen masyarakat lokal dan pihak- pihak lain yang terkait masih kurang. Terutama masyarakat yang tinggal di sekitar
objek wisata tersebut. Adanya kecenderungan bahwa masyarakat belum siap untuk menyokong program pemerintah tersebut. Sosialisasi dan pelatihan terhadap
masyarakat yang nantinya akan menjadi pihak yang akan mengaplikasikan strategi-strategi pengembangan wisata dirasakan masih kurang.
Sejak dicanangkannya otonomi daerah, Sumatera Barat mulai menggalakkan program “Kambali ka Nagari”. Namun perubahan ini ternyata
tidaklah mudah dan membutuhkan kerja keras dalam mensosialisasikan pada masyarakat. Upaya- upaya dan tindakan yang dapat dilaksanakan guna menjamin
kelestarian elemen budaya di Kabupaten Tanah Datar antara lain:
1. Kembali ke Nagari, Kembali ke Surau
Secara holistik, kembali ke nagari tidak hanya mengenai masalah pemerintahan, akan tetapi juga berhubungan dengan hal- hal yang sifatnya religius.
Dalam hal ini, salah satunya mengenai kehidupan surau di masyarakat Tanah Datar. Surau pada masa dahulu merupakan kelengkapan suku dan tempat
berkumpulnya anak-anak muda serta remaja dalam upaya menimba ilmu pengetahuan. Surau sekaligus juga digunakan sebagai tempat tidur bersama,
membahas berbagai ilmu agama, dan juga dimanfaatkan sebagai tempat penyelesaian berbagai permasalahan yang dihadapi oleh suku melalui
musyawarah bersama yang merupakan inti demokrasi kultural nagari http:www.cimbuak.net - Cimbuak.net.
Surau merupakan simbol budaya integratif Minangkabau yang mengangkat fungsi institusi, lembaga sosial, agama dan adat dalam
pengembangan masyarakat nagari terutama pembinaan masyarakat nagari. Aura surau sebagai lembaga nagari sangat berguna dalam melestarikan nilai- nilai adat
dan budaya Minangkabau di era otonomi daerah saat ini. Eksistensi surau juga berperan sebagai alat kontrol terhadap berbagai pengaruh budaya yang berasal
dari luar akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, yang justru akan mempengaruhi anak-anak dan remaja di Kabupaten Tanah Datar. Surau secara
empirik adalah tempat mengaji, tempat mendidik anak-anak belajar membaca Al Quran, belajar fikih ringan, rukun shalat, dan sebagainya. Dengan menghidupkan
kembali surau dengan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat mengangkat kembali budaya yang terpendam dan membentuk generasi- generasi yang tangguh.
2. Hubungan kekerabatan sebagai media dalam transmisi budaya
Keluarga terkecil dalam masyarakat Minangkabau adalah paruik perut yang diperhitungkan berdasarkan garis ibu matrilineal. Anggota dari sebuah
keluarga paruik terdiri dari seorang ayah, ibu dan saudaranya serta anak-anak perempuan. Termasuk mamak yang merupakan pimpinan kaum. Sedangkan anak
laki- laki biasa tinggal di surau-surau, menuntut ilmu keagamaan. Keluarga merupakan tempat dimana interaksi dan komunikasi anak-anak terjalin dengan
intensif. Tingkat penyerapan anak terhadap pengetahuan adat istiadat dan budaya akan sangat tinggi.
Anggota keluarga sangat berperan sebagai fasilitas dalam melakukan proses transmisi budaya. Hubungan kekerabatan ibu jo anak , meperlihatkan
kedekatan anak dengan ibunya. Lambang bundo kanduang seorang ibu berguna dalam membina anak perempuannya untuk mengetahui adat dan budaya
masyarakat. Mamak atau paman juga berperan dalam mendidik kemenakannya mengenai nilai- nilai budaya, menjaga dan membimbing kemenakannya agar tidak
keluar dari koridor-koridor adat. Mamak membimbing kemenakan perempuannya untuk menyambut harta pusaka sebagai bundo kanduang dan persiapan untuk
melanjutkan keturunan. Mengasuh anak dan cucu-cucu serta menjadi tali penghubung dengan kaum lain kaum suami. Terhadap kemenakan laki- laki,
mamak bertanggungjawab mengajarkan nilai- nilai dan norma adat sebagai bekal nanti ketika menggantikan kedudukannya sebagai mamak dan mempersiapkan
kemenakannya untuk menjadi penghulu penggantinya.
3. Upaya pendokumentasian kebudayaan