Upacara turun mandi Macam-macam Upacara Adat yang Dilaksanakan dalam Kehidupan

c. Upacara turun mandi

Adat turun mandi dimaksudkan untuk menghormati keturunan yang baru lahir. Upacara ini merupakan momen awal dalam memperkenalkan jabang bayi dengan lingkungan sekitarnya. Upacara ini dimaksudkan sebagai landasan proses bagi bayi untuk sosialisasi. Selain itu juga untuk menunjukkan kebanggaan kepada masyarakat bahwa di kaum yang bersangkutan telah lahir keturunan baru. Acara turun mandi biasanya dilaksanakan pada waktu si bayi berumur 3 bulan. Dengan melaksanakan acara turun mandi tersebut tersebut berarti si bayi yang baru lahir ini telah boleh dibawa turun dari rumah. Upacara ini dilaksanakan di rumah orangtua anak tersebut. Kemudian upacara dilanjutkan di tapian tempat mandi yang terdekat. Biasanya di tepian sungai atau tempat mandi di mesjid atau mushola terdekat. Menurut ketentuan adat, upacara turun mandi umumnya dilaksanakan oleh orangtua dari suami perempuan yang melahirkan. Yaitu pihak induak bako si bayi. Kalau dari pihak perempuan yang melahirkan berarti mertua. Orang yang terlibat dalam pelaksanaan upacara turun mandi biasanya adalah sebagai berikut: bidan, induak bako dan keluarga terdekat dari induak bako, dan anggota masyarakat di lingkungan pergaulan keluarga. Pelaksanaan upacara ini memperlihatkan kerjasama antara keluarga si ayah dan keluarga si ibu. Hal ini bertujuan agar nilai kekerabatan yang ada semakin erat. Begitu juga dengan kasih sayang antara ibu dan ayah si bayi. Untuk melaksanakan upacara turun mandi diperlukan perlengkapan sebagai berikut: • Seekor kambing untuk disembelih, lengkap dengan bumbunya sebagai bahan hidangan • Menyiapkan nasi kunyit, pinyaram, serabi dan nasi manis • Singgang ayam, nasi beserta lauk pauk lainnya • Sebuah sukatan tempat menggantang padi yang isinya kira-kira empat liter • Kemenyan putih, gunting atau pisau cukur dan Kitab Al Qur’an • Kain sarung, pandan berduri, bunga selaguri, rumput sarut, dan pucuk pisang • Sambur langkok lengkap yang terdiri dari merica, ketumbar, bawang putih dan sepedas • Pakaian adat untuk bayi dan ibunya Pada pelaksanaan upacara inilah pada tiap nagari berbeda-beda. Tapi pada umumnya dimulai pada malam hari Kamis malam Jumat. Upacara ini diawali dengan kesibukan menyiapkan perlengkapan dan segala sesuatu sudah dimasak dan dipersiapkan menjelang matahari terbit. Induak bako mempersiapkan perlengkapan si bayi. Yaitu berupa pakaian dan perlengkapan untuk memandikan bayi. Di samping itu induak bako juga membawa dua ketiding bakul yang biasanya berisi emapt buah kelapa, empat buah pinyaram, minyak goreng satu botol, minyak tanah satu botol, pisang empat sisir, ayam besar satu ekor dan bumbu masak selengkapnya. Acara umumnya dimulai pada pagi Jumat. Si bayi didudukkan oleh induak bakonya di atas sukatan. Maksud dari ritual ini supaya si bayi kelak rajin bekerja di sawah atau di ladang sehingga memperoleh padi yang banyak. Lalu ia diasapi dengan kemenyan berkeliling. Kemudian diletakkan di atas kepala si bayi. Setelah itu dilakukan pembacaan doa oleh ulama yang sengaja diundang. Acara diteruskan dengan pemotongan rambut. Semua dilakukan sebelum jam 09.00. Selesai pemotongan rambut, si bayi kemudian diambil kembali oleh bakonya, diiringi oleh kerabat lain yang hadir, termasuk dukung beranakbidan. Si bayi siap untuk dibawa menuju sungai. Jalan-jalan yang akan dilewati si bayi lebih dahulu disembur dengan langkok-langkok yang dikunyah orangtua tertentu. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengusir makhluk halus yang mungkin dapat mengganggu si bayi. Sesampai di sungai si bayi kemudian dimandikan oleh bakonya. Perempuan yang melahirkan dimandikan oleh dukun beranak. Setelah selesai mereka kemudian kembali pulang. Acara selanjutnya adalah makan bersama di atas rumah. Tamu-tamu yang datang biasanya setelah selesai sholat Jumat. Bila tamu mau pulang biasanya diberi bungkusan nasi kunyit, lengkap dengan serabi dan pinyaram. Tamu yang pulang biasanya meninggalkan uang dengan memasukkan ke dalam carano yang tertutup. Carano yang tertutup dimaksudkan agar orang lain tidak mengetahui berapa jumlah uang yang ditinggalkan tamu tersebut. Pemberian bungkusan nasi kunyit dan memasukkan sejumlah uang ke dalam carano yang tertutup Sumber: Koleksi internet Gambar 22. Arak-arakan khatam Al Qur’an dimaksudkan sebagai lambang kesucian hati kedua belah pihak, baik bagi keluarga penyelenggara upacara ataupun bagi si tamu.

d. Khatam Al Qur’an

Dokumen yang terkait

Identitas Budaya Dan Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Peran Identitas Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Etnis Minangkabau Asal Sumatera Barat di Universitas Sumatera Utara)

10 110 264

Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Pariwisata (Studi Tentang Pembangunan Ekowisata Di Kenagarian Lasi Kecamatan Candung Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat)

3 79 104

Memafaat Umpan Balik dalam Menunjang Siaran Pedesaan (Studi Kasus Stasiun Regional II RRI Bagor, Jawa Barat)

0 13 100

Studi identitas regional guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat studi kasus menurut pemerintah lokal, pemuda dan anak-anak

0 23 123

Studi identitas regional guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat studi kasaus identitas regional menurut masyarakat adat dan petani

0 40 129

Studi identitas regional guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat studi kasus identitas regional menurut masyarakat pendidikan, masyarakat industri dan masyarakat tenaga kerja

0 22 134

JILBAB DAN IDENTITAS DIRI MUSLIMAH (Studi Kasus Pergeseran Identitas Diri Muslimah Jilbab dan Identitas Diri Muslimah Studi Kasus Pergeseran Identitas Diri Muslimah di Komunitas Solo Hijabers Kota Surakarta.

0 5 14

Pengembangan Perangkat Lunak Penentuan Produk Domestik Regional Bruto (Studi Kasus : Provinsi Sumatera Barat).

0 1 18

Pengembangan Perangkat Lunak Penentuan Produk Domestik Regional Bruto (Studi Kasus : Provinsi Sumatera Barat) - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

Konsep pembangunan berkelanjutan kelompok studi

0 0 2