Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Namun sering sekali pada saat pembelajaran terjadi komunikasi satu arah, komunikasi satu arah yang terjadi pada saat pembelajaran dapat memicu rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa. Penggunaan metode yang kurang variatif dan melibatkan siswa secara pasif membiasakan siswa untuk tidak memberikan argumen atas jawabannya dan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang dipelajari menjadi kurang bermakna. Kemampuan komunikasi setiap individu akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang bersangkutan. Oleh karena itu, peserta didik harus memaksimalkan fungsi- fungsi komunikasi matematik yang dimilikinya saat belajar. Pada hasil penelitian yang dilakukan PISA Programme for International Student Assessment tahun 2012 menunjukan bahwa hasil skor rata-rata prestasi matematika siswa Indonesia yaitu 375, dimana skor rata-rata internasionl yaitu 494. Indonesia berada diperingkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi. 9 Dengan skor siswa Indonesia yang hanya 375 menunjukan bahwa siswa Indonesia berada pada kemampuan matematika dibawah level 2 yaitu level dasar yang artinya siswa hanya mampu memecahkan permasalahan untuk masalah matematika yang sangat sederhana, kurang bisa mengkomunikasikan pemahaman mereka dan juga hanya mampu menjawab soal-soal yang biasa diajarkan dalam konteks permasalahan rutin dan familiar. 10 Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan TIMSS Trends in International Mathematics and Science Study tahun 2011 menunjukan bahwa hasil skor prestasi matematika siswa Indonesia yaitu 386, di mana skor rata-rata internasional yaitu 500, menempatkan siswa Indonesia pada peringkat ke 38 dari 42 negara yang berpartisipasi. 11 Dari skor prestasi matematika siswa diatas menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada dalam kategori rendah di mana siswa hanya memiliki kemampuan dasar matematika saja, siswa dapat menyelesaikan permasalahan- permasalahan matematika namun hanya dalam konteks yang 9 OECD, Pisa 2012 Result In Focus: What 15-year-olds Know And What They Can Do With What They Know, AS: OECD, 2014, h. 18- 19 10 Ibid., h. 30 11 Ina V.S Mullis, et.al., TIMSS 2011 International Results In Mathematics, USA:TIMSS PIRLS International Study Center, 2012, h. 42 sederhana. Rendahnya skor yang dimiliki negara Indonesia maupun negara lainnya yang tidak mencapai rata- rata adalah karena disebabkan kurangnya penerapan pemahaman dalam situasi yang lebih komples sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan masalah langkah demi langkah, dan juga kurang mampu mengkomunikasikan pemahaman mereka dalam berbagai situasi. 12 Data pendukung lainnya adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Priatna, dimana didalam penelitiannya ia mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa SMP masih rendah, sehingga perlu mendapat perhatikan lebih lanjut. 13 Sebagai data pendukung tambahan , peneliti juga melakukan wawancara dengan guru bidang studi matematika di SMP Negari 3 Tangerang Selatan mengenai proses pembelajaran di kelas VIII SMP. Dari hasil wawancara diketahui, bahwa kemampuan siswa dalam meyelesaikan soal komunikasi masih rendah. Hal ini ditandai dengan siswa kurang mampu menghubungkan gambar, diagram kedalam ide dan simbol matematika dan juga siswa masih kesulitan menentukan langkah awal apa yang harus dilakukan dari informasi yang terdapat dalam soal. Serta masih banyak siswa yang kurang antusias terhadap pembelajaran matematika. 14 Dari uraian diatas jelas bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa perlu mendapat perhatian lebih, sebab kemampuan komunikasi matematik merupakan salah satu kemampuan yang diperlukan dalam tercapainya tujuan belajar matematik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan suatu pengamatan yang ruang lingkupnya lebih khusus tentang kemampuan komunikasi matematik di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan. Terlepas dari rendahnya komunikasi matematik siswa, pelajaran matematika juga mengalami masalah dalam peminatnya. Walau jam pelajaran matematika sudah lebih banyak dari mata pelajaran lain, dimana seharusnya 12 Ibid., h. 87-88 13 Gusni Satriawati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa”, Algoritma, Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika: CeMED, Vol. 1,No. 1, 2006, hal. 103 14 Wawancara dengan Guru Matematika di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan, Lamp.1 semakin banyak siswa yang antusias, menyenangi dan memahami dengan mudah pelajaran matematika namun malah sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa siswa SMP Negeri 3 Tangerang selatan kelas VIII-1, dimana sebagian dari mereka mengatakan bahwa matematika merupakan pembelajaran yang membosankan. 15 Hal ini bisa disebabkan oleh Ketidaktepatan menggunakan suatu metode dan kurang variatif memilih metode dan juga karena metode pembelajaran yang digunakan lebih didominasi oleh guru. Jika kita melihat kembali tujuan pembelajaran matematika yang telah disebutkan sebelumnya, maka sudah selayaknya paradigma pembelajaran dirubah dari teacher centered menjadi student centered. Karena, pembelajaran matematika yang melibatkan siswa secara aktif akan membentuk siswa mampu menggunakan pengetahuan dan kemampuan matematikanya secara optimal dalam menyelesaikan masalah matematika. Untuk memperoleh pengetahuannya, siswa mengumpulkan informasi kemudian mengolah dan menjelaskan informasi yang didapat secara matematis. Guru harus membangun komunitas dimana para siswa bebas mengepresikan ide mereka dan mengkrontruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas salah satunya adalah komunikasi. Dalam hal ini agar dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa dan tidak membuat siswa bosan dalam pembelajaran maka dicarikan suatu metode pembelajaran yang tepat yang erat kaitannya dengan kemampuan komunikasi matematik siswa juga metode yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya serta siswa mampu mengkomuniaksikan pemikirannya baik dengan guru, teman maupun terhadap materi pelajaran matematika. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika akan mengaktifkan siswa serta menyadari siswa bahwa matematika tidak selalu membosankan. Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik melakukan penelitian eksperimen untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa dengan menerapkan salah satu metode yaitu metode SQ3R. Metode ini merupakan suatu metode yang melibatkan keterampilan membaca dalam matematik dimana 15 Wawancara dengan siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 3 Tangerang selatan, Lamp. 2 keterampilan membaca mampu mengembangkan indikator- indikator dari jenis- jenis kompetensi berfikir, salah satunya yaitu indikator- indikator kemampuan komunikasi matematik siswa. 16 Penggunaan Metode ini dapat melibatkan siswa secara aktif sehingga pembelajaran tidak berpusat pada guru. Metode SQ3R merupakan singkatan dari kata “Survey, Question, Read, Recite, dan Review”. Pada pelaksanaan metode SQ3R ini guru akan menyajikan materi berupa teks bacaan, berdasarkan apa yang telah diutarakan oleh Utari Sumarmo dalam artikelnya, pembelajaran keterampilan membaca harus menyajikan sebuah teks matematika yang dapat mengembangkan komunikasi matematik siswa. 17 Kemudian siswa mengolah teks bacaan tersebut berdasarkan langkah- langkah metode SQ3R dan petunjuk yang ada didalamnya. Pada langkah- langkah dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk menjelaskan kepada siswa lain, guru meninjau ulang serta menyimpulkan ide atau pendapat dari siswa sekaligus memberikan penjelasan singkat, evaluasi dan penutup. Melalui metode SQ3R siswa diajak untuk dapat membaca, memahami teks, menerangkan kepada siswa lain, siswa dapat mengeluarkan ide- ide yang ada dipikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut. Dengan demikian proses pembelajaran matematika yang menerapkan metode SQ3R diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Dari uraian permasalahan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Metode Pembelajaran SQ3R Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa” 16 Utari Sumarm o, “Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematik pada Siswa Sekolah Menengah”, Artikel Penelitian Bandung: FMIPA UPI, 2006. Hal.3 17 Ibid, hal.5

B. ldentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kurangnya antusias siswa terhadap pembelajaran matematika. 2. Komunikasi matematika siswa masih rendah. 3. Metode pembelajaran kurang bervariasi sehingga menimbulkan kebosanan 4. Guru masih sering menjadi sentral utama dalam proses pembelajaran dan mendominasi aktivitas mengajar.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih jelas dan terarah, maka perlu pembatasan masalah, yaitu: 1 Penelitian ini terbatas pada kemampuan komunikasi matematik tertulis yaitu menghubungkan benda nyata atau gambar kedalam idea matematika kemudian melakukan perhitungan untuk mendapatkan solusi secara lengkap dan benar; menjelaskan idea, situasi dan relasi matematika secara tulisan dengan grafik. 2 Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan pada kelas VIII semester 2 tahun ajaran 20142015. 3 Pokok bahasan adalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode SQ3R? 2. Bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode konvensional? 3. Apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode SQ3R lebih tinggi dari kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan data kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode SQ3R. 2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan data kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan motode konvensional. 3. Untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan menggunakan metode SQ3R lebih tinggi dari kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa, untuk motivasi belajar matematika siswa dan mengemba kemampuan komunikasi matematika. 2. Bagi guru, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi pembelajaran yang bermakna bagi siswa serta menambah wawasan tentang metode pembelajaran matematika 3. Bagi sekolah yang diteliti, agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan mutu pendidikan sekolah tersebut. 4. Bagi pembaca, Agar dapat dijadikan suatu kajian yang menarik untuk diteliti lebih lanjut.

BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teoretis

1. Pembelajaran Matematika

a. Belajar dan Pembejalaran

Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk dapat mengerti akan sesuatu hal. Dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, dari belajar seseorang juga dapat memperoleh banyak informasi sesuai dengan perkembangan zaman yang menuntut adanya perubahan. Belajar juga menciptakan interaksi guru dengan murid, murid dengan murid juga murid dengan lingkungan. Setiap belajar seseorang pasti akan menghasilkan sebuah pengetahuan baru yang bermanfaat untuk dirinya maupun masyarakat. Para ahli mendefinisikan belajar dalam beberapa teori yang berbeda. Menurut teori Behaviorisme bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati dan juga diukur serta dinilai secara kongkrit. Perubahan terjadi melalui rangsangan sehingga menimbulkan respon, dan respon diperoleh dengan menggunakan sebuah metode. Apabila hal ini dilakukan secara terus- menerus sampai mendapatkan hasil maka respon akan semakin kuat. 1 Hilgard mengungkapkan “Learning is the process by which an activity originates or changed through training procedurs whether in the laboratory or in the natural environment as distinguished from changes by factors not atributable to training”. 2 Artinya, belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, 1 Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2013, h. 4- 5 2 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Satuan Pendidikan KTSP, Jakarta: Kencana, 2011, Cet. 4, hh. 228-229. 10 pembelajaran, dan lain-lain sehingga terjadi perubahan pada orang yang bersangkutan. Menurut teori belajar konstruktivistik belajar bukanlah sekedar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. 3 Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar merupakan proses membangun sendiri pengetahuan. Menurut Majid “Belajar pada dasarnya adalah tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”. 4 Proses tersebut meliputi pengamatan, tanggapan, ingatan, berfikir dan kecerdasan. Sama halnya dengan Morgan “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai sutu hasil dari latihan atau pengalaman”. 5 Sehingga dengan belajar akan ada sebuah perubahan yang positif dalam tingkah laku yang menetap sebagai hasil dari latihan dan pengalaman. Bloom, menyimpulkan bahwa “belajar adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, sebagai masyarakat, maupun sebagai makhluk tuhan Yang Maha Esa”. 6 Tak jauh berbeda dengan beberapa pendapat sebelumnya, Hamalik merumuskan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan hanya proses mengingat namun lebih luas dari itu, yakni mengalami perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. 7 Dari beberapa definisi belajar yang telah dikemukakan di atas, belajar dapat diartikan sebagai perubahan pemahaman, pandangan, pola 3 Ibid., h. 246. 4 Abdul Majid, Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: Interes Media, 2014, h. 63 5 Saiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Badung: Alfabeta, 2013, h. 13 6 Ibid., h. 34. 7 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, jakarta: PT Bumi Aksara, 2005, h. 27.