Dangke Upaya Peningkatan Kualitas Sensori Dan Preservasi Dangke Susu Sapi Dengan Penambahan Lemak Susu Dan Supernatan Lactobacillus Plantarum (Lactococcus Lactis Fncc 0086)

mampu bertahan hidup melalui uji in vitro pada pH 2 pH lambung, pH 7.2 pH usus dan kadar garam 0.3 kadar garam empedu. Lactobacillus plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, family Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. Kelompok Lactobacillus memiliki ciri morfologi antara lain: berbentuk batang, biasanya panjang tetapi terkadang berbentuk bulat, umumnya dalam rantai-rantai pendek dan biasanya berukuran 0.5 –1.β μm x 1.0–10.0 μm. Kelompok bakteri tersebut termasuk bakteri Gram positif, tidak menghasilkan spora, biasanya tidak bergerak, anaerob fakultatif, katalase negatif, koloninya dalam media agar berukuran 2 –5 mm, konfeks, opak, sedikit transparan dan tidak berpigmen. Memiliki metabolit utama berupa asam laktat. Genus ini tumbuh baik pada suhu 30 –40 o C dan tersebar luas di lingkungan terutama dalam produk-produk pangan asal hewan dan sayuran. Bakteri ini menetap dalam saluran pencernaan unggas dan mamalia Holt et al. 1994. Pemanfaatan supernatan L. plantarum sebagai agen biopreservasi akhir- akhir ini makin dikembangkan. Arques et al. 2015 melaporkan bahwa supernatan L. plantarum WHE 92 yang disemprotkan pada keju Munster dapat menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes dan L. innocua. Penggunaan supernatan sebagai bahan pengawet keju dan bahan makanan sejenis, diketahui tidak mempengaruhi nilai nutrisi bahan makanan tersebut. Penambahan kultur BAL ke dalam fresh cheese yang terbuat dari susu kambing dilaporkan oleh Frau et al. 2014. Frau melaporkan bahwa penambahan kultur BAL ke dalam fresh cheese tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas sensori yaitu warna dan tekstur, tetapi mempengaruhi aroma dan rasa. Aroma keju menjadi lebih kuat dan rasa lebih asam. Hal tersebut disebabkan karena penambahan dilakukan berupa kultur segar sehingga terdapat aktivitas biokimia selama pertumbuhannya. Yerlikaya dan Ozer 2014 juga melaporkan bahwa penambahan kultur BAL ke dalam fresh white cheese tidak merubah kadar lemak dan kualitas sensori aroma, tekstur, dan warna. 2.4 Bakteri Pencemar 2.4.1 Staphylococcus aureus S. aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0.7 – 1.β μm. Koloni tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, sifat hidupnya fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ºC, dengan rentangan suhu pertumbuhan 6 –48 o C. Koloni pada media, berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau Gambar 2.2. Pertumbuhan S. aureus secara aerob dan anaerob. S. aureus dapat tumbuh pada aktivitas air yang rendah sekitar 0.86, cocok pada lingkungan dengan kadar garam sekitar 14 . Bakteri tersebut dapat tumbuh pada pH minimum 4.2 dan pH maksimum 9.3. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan S. aureus adalah 7.4. Kebanyakan galur S. aureus bersifat patogen, proteolitik, lipolitik, -hemolitik, memproduksi enterotoksin dan koagulase. Bakteri ini sering terdapat pada pori- pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus serta dapat menyebabkan intoksikasi dan infeksi bisul, pneumonia, dan mastitis pada hewan Fardiaz 1992. Bakteri tersebut mampu memproduksi toksin pada suhu 35 –40 o C. 2.4.2 Escherichia coli E. coli termasuk ke dalam golongan koliform dan secara normal hidup di dalam usus besar dan kotoran manusia maupun hewan. Dengan demikian E. coli disebut juga koliform fekal dan digunakan secara luas sebagai indikator pencemaran. E. coli adalah bakteri Gram negatif, berbentuk batang, dan tidak membentuk spora Fardiaz 1992. Panjang sel E. coli adalah 2.0 –6.0 μm dan tersusun tunggal atau berkoloni. Bakteri tersebut tidak berspora dan sebagian besar dapat bergerak flagel peritrik. Morfologi makroskopis pada medium padat berbentuk bulat, permukaan konveks dan halus serta pinggiran yang rata Gambar 2.2. Sifat hidup E. coli adalah anaerobik fakultatif dan termasuk katalase positif Holt et al. 1994. Suhu pertumbuhan E. coli adalah 10 –40 o C dengan suhu optimum 37 o C. Bakteri ini mempunyai pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7.0 –7.5. Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi Supardi dan Sukamto 1999. Pelczar dan Chan 2007 mengemukakan bahwa bakteri ini termasuk ke dalam bakteri anaerobik fakultatif, artinya bakteri ini secara terbatas dapat hidup dalam keadaan aerobik ataupun anaerobik. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup hingga suhu 60 o C selama 15 menit atau pada 55 o C selama 60 menit. Habitat E. coli terdapat di dalam saluran pencernaan hewan dan manusia sebagai flora normal. Namun keberadaannya di lingkungan dapat menyebabkan pencemaran air dan dapat menginfeksi tubuh manusia. Dosis yang dapat menimbulkan gejala infeksi E. coli pada makanan berkisar antara 8 –9 log cfu g -1 . Bahan makanan yang sering terkontaminasi E. coli antara lain daging sapi, daging ayam, daging babi, ikan dan makanan hasil laut. Selain itu telur dan produk olahannya, sayuran, buah-buahan, sari buah serta susu juga mudah terkontaminasi E. coli Supardi dan Sukamto 1999. Beberapa jenis E. coli bersifat patogen dan menjadi penyebab diare, yaitu serotipe-serotipe golongan E. coli enteropatogenik EPEC, E. coli enteroinvasif EIEC, E. coli enterotoksigenik ETEC, dan E. coli enterohemoragik EHEC. Adanya E. coli dalam makanan menunjukkan bahwa makanan tersebut terkontaminasi kotoran manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus. Gambar 2.2 Morfologi A. S. aureus; B. E. coli; C. L. plantarum Tafti et al. 2013 A B C