4
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan
organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan pengendalian mutu pelayanan pendidikan UU Sisdiknas No 20 thn 2003, pasal 54 ayat 1.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga.
8
Walaupun pendidikan di dalam rumah sebagai pendidikan informal merupakan kewenangan penuh keluarga atau orang tua dalam rangka
menjamin terpenuhinya hak pendidikan dan perkembangan anak, orang tua yang akan menyelenggarakan sekolah-rumah diwajibkan melaporkan kepada
pemerintah. Penyelenggara sekolah-rumah tetap perlu mendaftarkan komunitas belajar pada bidang yang menangani pendidikan kesetaraan, yaitu
dinas pendidikan kabupatenkota setempat.
9
Dalam pelaksanaan pendidikan, Pendidikan Agama Islam memiliki tanggung jawab besar untuk merealisasikan tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan Agama merupakan hal yang utama dalam pembentukan pondasi, karakter serta sikap keberagamaan peserta didik agar mengerti dan
memahami antara yang hak dan bathil. Beberapa pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa prioritas
pengajaran Pendidikan Agama Islam pada sekolah formal menempati posisi atau urutan kedua setelah bidang studi umum. Penempatan pada urutan kedua
ini menandakan kurangnya Pendidikan Agama Islam mendapat perhatian khusus dan serius dari penyelenggara pendidikan. Terbatasnya alokasi waktu
yang ada menjadi sebab seorang pendidik kurang maksimal dalam menyampaikan materi Pendidikan Agama Islam. Di sisi lain, minat siswa
terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam mulai berkurang dan tergantikan dengan mata pelajaran berbasis teknologi dan informasi.
10
8
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang- Undang Sisdiknas, Jakarta : Departemen Agama RI, 2003, hal. 4.
9
Arief Rachman, Homeschooling : Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2007, hal. 7.
10
MGMP PAI. http:paismpn1lembang.blogspot.com
diakses pada tanggal 14 Februari 2014, pukul 08.00 WIB.
5
Sampai saat sekarang ini, yang menjadi masalah serius adalah metode dan cara pengajaran guru sekolah yang masih belum mampu meningkatkan
minat belajar siswa apalagi membuat pembelajaran Pendidikan Agama Islam menjadi menarik dan menyenangkan. Masih banyak guru yang menggunakan
metode ceramah dan menghafal sehingga minat dan motivasi peserta didik berkurang dan pembelajaran menjadi membosankan bagi anak karena mereka
tidak merasa dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran.
11
Adanya kurikulum 2013 yang menuntut aspek khusus pada penilaian dan perubahan sikap peserta didik dalam setiap bidang studi tidak merubah
posisi Pendidikan Agama Islam dalam prioritas pengajaran. Tetap saja tidak semua guru dalam kegiatan pembelajaran dapat mengintegrasikan nilai
Pendidikan Agama Islam dengan bidang studi yang di ajarkan. Hal ini tentu tidak akan merubah karakter dan sikap peserta didik menjadi lebih baik lagi.
Permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan formal diatas, khususnya untuk bidang studi Pendidikan Agama Islam, dapat diselesaikan
dengan adanya usaha seorang pendidik dalam memahami potensi dan kecerdasan peserta didik yang beragam, salah satunya dengan mewujudkan
alternatif pendidikan yang disebut homeschooling. Dalam pendidikan ini, anak merasa bebas dan berhak menentukan pembelajaran yang
menyenangkan baginya. Mulai dari pemilihan lokasi belajar, waktu alokasi belajar, metode hingga proses belajar mengajar, termasuk memilih guru yang
ia senangi untuk setiap mata pelajaran, terutama pada bidang studi Pendidikan Agama Islam. Bila homeschooling dilaksanakan dengan serius,
maka kurikulum 2013 dan tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.
12
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji tentang
“Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Kamyabi Homeschool Tangerang Analisis Perbandingan
Pembelajaran PAI di Homeschooling dengan Sekolah Formal. ”
11
MGMP PAI. http:paismpn1lembang.blogspot.com
diakses pada tanggal 14 Februari 2014, pukul 08.40 WIB
12
Hasil wawancara dengan H. Abdul Halim Said selaku Pendiri Kamyabi Homeschooling pada tanggal 5 Januari 2014.
6
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, diantaranya :
1. Pendidikan formal saat ini tidak lagi mampu memberikan kepuasan
terhadap hasil yang diterima orang tua, terutama perubahan sikap menuju yang lebih baik lagi.
2. Kurang berkembangnya bakat dan minat siswa akibat sistem sekolah
formal yang membebani mereka. 3.
Kurang diprioritaskannya pembelajaran Pendidikan Agama Islam berakibat pada tidak tercapainya tujuan kurikulum 2013 yang menuntut
adanya perubahan sikap yang baik pada setiap peserta didik. 4.
Sarana dan prasarana serta alokasi waktu yang tersedia pada sekolah formal kurang mendukung pengaplikasian Pendidikan Agama Islam pada
peserta didik. 5.
Keterbatasan sekolah formal dalam mewujudkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang aktif dan menyenangkan.
6. Berbedanya sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Homeschooling dengan sekolah formal.
C. Pembatasan Masalah
Setelah mengidentifikasi masalah yang ada, maka agar penelitian ini tidak terlalu meluas, maka dibatasi pada perbedaan sistem pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di homeschooling dengan sekolah formal.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan: Bagaimana Perbedaan Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Homeschooling dengan Sekolah Formal?
7
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui bagaimana sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Homeschooling dan di sekolah formal.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Homeschoolong dan di sekolah formal.
F. Manfaat Penelitian
Adapun setelah penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat di antaranya:
1. Melengkapi dan memperluas teori yang sudah diperoleh melalui penelitian
lain sebelumnya. 2.
Menyajikan wawasan khusus tentang sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam praktek homeschooling
3. Memberikan gambaran pada masyarakat terutama tamatan fakultas
tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam bahwa homeschooling bukanlah sesuatu yang sulit untuk diadakan mengingat proses dan
pelaksanaannya yang mudah dan menyenangkan. 4.
Memberikan sumbangsih karya ilmiah yang bermanfaat untuk dipersembahkan pada masyarakat umumnya dan bagi pribadi penulis
khususnya.
8 BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Definisi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan anak didik. Dalam definisi ini terkandung makna bahwa dalam pembelajaran tersebut ada
kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode atau strategi yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang di inginkan dalam
kondisi tertentu.
1
Gagne mengemukakan bahwa pembelajaran terdiri dari tiga komponen yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam
acara belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal pribadi dan kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan
informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.
2
Dengan demikian, ciri – ciri yang menunjukkan bahwa seseorang
melakukan pembelajaran dapat ditandai dengan adanya: a.
Perubahan tingkah laku yang aktual dan potensial. Aktual berarti perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil belajar itu nyata dan
dapat dilihat. Perubahan potensial berarti perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar yang tidak dapat dilihat perubahannya secara
nyata. Perubahan hanya dapat dirasakan oleh yang belajar saja, seperti keyakinan, kemampuan analisis dan sebagainya.
b. Kemampuan dan perbaikan serta peningkatan belajar sifatnya relatif
menetap dan tidak segera lenyap. c.
Adanya usaha atau aktivitas yang sengaja dilakukan oleh orang yang belajar dengan pengalaman memperhatikan, mengamati, memikirkan,
1
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 82.
2
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006, hal. 231.
9
merasakan, menghayati, dan sebagainya atau dengan latihan melatih dan menirukan.
3
Pendidikan ialah usaha sadar orang dewasa atau pendidik untuk membantu, membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak ke arah
kedewasaan.
4
Pendidikan dalam istilah arab disebut juga dengan ta’lim. Kata ta’lim menurut Abdul Fatah Jalal merupakan proses yang terus
menerus diusahakan manusia sejak lahir, sehingga mencapai suatu kognisi dan pada segi lain tidak mengabaikan aspek afeksi dan
psikomotorik. Abdul Fatah juga mendasarkan pandangan tersebut pada argumentasi bahwa Rasulallah diutus sebagai pendidik. Hal ini tersirat
dalam Surat Al-Baqarah ayat 151, yaitu:
5
“Sebagaimana kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. ”
Secara sederhana, agama bisa diartikan sebagai ajaran – ajaran yang
mengandung tuntunan dan Islam adalah ketentuan – ketentuan Allah
berupa takdir dan sunnah-Nya untuk semua makhluk yang berakal agar terpelihara dan senantiasa terpelihara dalam keadaan selamat sentosa.
Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama Republik Indonesia, merumuskan pengertian Pendidikan Agama Islam
PAI yaitu usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan
3
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, hal. 56.
4
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, hal. 10.
5
Abdul Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, hal. 1.