Teori Ikatan Valensi dan Hibridisasi

1. 132 molekulnya tentu terdapat dua pasang elektron sekutu antara kedua atom yang bersangkutan. Dapat diasumsikan bahwa orbital yang berperan pada tumpang-tindih untuk menampung pasangan elektron sekutu dari atom Cl tentulah salah satu orbital terluar 3 p yang belum penuh misalnya 3 p x 1 ; sedangkan dari atom Be 1 s 2 2 s 2 tentulah bukan orbital 2 s murni karena orbital ini sudah terisi penuh dan juga bukan orbital 2 p murni karena orbital ini sama sekali kosong. Jika salah satu elektron 2 s 2 pindah ke salah satu orbital misalnya 2 p x , maka konfigurasi elektron terluar atom Be menjadi 2 s 1 2 p x 1 Gambar 5.10. Tumpang-tindih dari masing-masing kedua orbital ini misalnya dengan orbital 3 p x 1 dari kedua atom Cl tentu akan menghasilkan dua macam ikatan yang berbeda kekuatannya karena perbedaan tumpang-tindih 2 s 1 - 3 p x 1 dan 2 p x 1 - 3 p x 1 . Demikian juga akan diperoleh bentuk molekul yang tak tentu karena tumpang-tindih 2 s -3 p x dapat terjadi pada daerah bidang yang kira-kira tegak lurus dengan orbital 2 p x . Kenyataannya molekul BeCl 2 mempunyai bentuk linear, Cl _ Be _ Cl, dengan panjang ikatan yang sama. Hal ini menyarankan bahwa atom Be menyediakan dua orbital ekivalen terluar yang masing-masing berisi satu elektron untuk dipakai dalam pembentukan ikatan tumpang- tindih dengan orbital 3 p dari kedua atom Cl. Orbital ini merupakan orbital baru yang merupakan campuran dua orbital 2 s dan 2 p membentuk dua orbital hibrida sp yang masing-masing berisi satu elektron. Dapat dipikirkan bahwa orbital sp ini mempunyai energi antara energi orbital-orbital atomik yang bergabung yaitu 2 s dan 2 p yang secara skematik dapat dilukiskan menurut Gambar 5.10. dua orbital hibrida sp orbital s murni orbital p murni orbital hibrida sp Gambar 5.11 Kombinasi linear simetri orbital atomik s dan p membentuk dua orbital hibrida sp ↑↓ ↑ promosi elektron ↑ hibridisasi ↑ ↑ sp sp orbital hibrida sp 2 p 2 s Gambar 5.10 Tahapan pembentukan konfigurasi elektron orbital hibrid sp 1. 133 Ditinjau dari sifat simetri orbital, pembentukan orbital hibrida sp dari kombinasi orbital s murni dengan orbital p murni dapat dilukiskan secara diagramatik seperti Gambar 5.11. Kedua orbital hibrida sp tersebut membentuk sudut 180 o , terdiri atas cuping yang sangat kecil - dan yang sangat besar +, yang sangat efektif untuk mengadakan tumpang tindih dengan orbital 3 p dari atom Cl sehingga diperoleh senyawa linear BeCl 2 Gambar 5.12. BF 3 . Adanya senyawa BF 3 yang berbentuk trigonal menyarankan bahwa atom pusat 5 B 1 s 2 2 s 2 2 p 1 membentuk tiga orbital hibrida sp 2 pada kulit terluarnya. Untuk itu, salah satu elektron dalam orbital 2 s 2 mengalami promosi ke dalam salah satu dari dua orbital 2 p yang kosong sehingga diperoleh konfigurasi 1 s 2 2 s 1 2 p x 1 2 p y 1 , yang selanjutnya ketiga orbital dalam kulit valensi ini membentuk tiga orbital hibrida sp 2 yang terorientasi membentuk sudut 120 o agar diperoleh tolakan minimum antar ketiga orbital baru ini sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 5.13. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ketiga ikatan B–F dalam molekul BF 3 adalah sama kuat. Be + 2 Cl BeCl 2 Gambar 5.12 Tumpang-tindih orbital hibrida sp dalam molekul BeCl 2 + 2 s hibridisasi + 3 sp 2 sp 2 F B B F F F 2 p y x y 2 p x Gambar 3.13 Orientasi dan tumpang-tindih orbital orbital hibrida sp 2 dalam molekul BF 3 1. 134 CH 4 . Contoh lain adalah molekul CH 4 yang ternyata mempunyai bentuk tetrahedron regular. Walaupun atom karbon C: 1 s 2 2 s 2 2 p x 1 2 p y 1 mempunyai konfigurasi kulit terluar dengan orbital penuh 2 s 2 dan dua orbital setengah-penuh 2 p x 1 2 p y 1 , namun kenyataan menunjukkan bahwa senyawa paling sederhana CH 2 tidak pernah dijumpai, melainkan CH 4 . Tambahan pula diketahui bahwa keempat ikatan C–H dalam CH 4 adalah ekivalen, sama kuat atau sama panjang, dan menyusun dalam bangun geometri tetrahedron teratur dengan sudut ikatan H–C–H sebesar 109 o 28. Dalam hal ini, konsep hibridisasi menjelaskan bahwa salah satu elektron dalam orbital 2 s 2 mengalami promosi ke orbital 2 p z yang kosong sehingga terbentuk konfigurasi elektronik yang baru yaitu 1 s 2 2 s 1 2 p x 1 2 p y 1 2 p z 1 . Keempat orbital terluar ini bercampur membentuk empat orbital baru yaitu orbital hibrida sp 3 yang terorientasi dalam ruang membentuk bangun geometri tetrahedron sebagai konsekuensi hasil akhir tolakan elektron minimum. Keempat orbital hibrida ini masing-masing bertumpang-tindih dengan orbital 1 s dari keempat atom H membentuk molekul kovalen CH 4 . Pertanyaannya adalah, dari mana besarnya sudut tersebut diperoleh? Silakan coba masukkan bangun tetrahedron ke dalam kubus, lalu gunakan rumusan sin-cos untuk menghitung besarnya sudut tetrahedron, maka Anda akan menemukan jawabannya. Berikut adalah tahapan yang dapat dipertimbangkan dalam proses hibridisasi. 1 Pembentukan atom dalam keadaan tereksitasi yang melibatkan antara lain pemisahan elektron dari pasangannya kemudian diikuti dengan promosi yaitu perpindahan elektron dengan spin paralel ke orbital yang lebih tinggi energinya, misalnya dari 2 s ke 2 p untuk atom Be, B, dan C, atau dari 3 s dan atau 3 p ke 3 d untuk atom P dan S; promosi ini umumnya terjadi antar orbital atomik dengan bilangan kuantum utama yang sama. 2 Orbital-orbital dengan konfigurasi elektronik baru dalam atom tereksitasi tersebut kemudian bergabung membentuk orbital hibrida dengan bentuk - arah geometri tertentu. Tahap pertama tersebut jelas memerlukan energi, sebaliknya tahap kedua membebaskan energi karena orbital hibrida mempunyai energi rerata lebih rendah dan lebih efektif dalam membentuk ikatan daripada orbital-orbital murninya, sehingga H H C H H 109,47 o 1. 135 diperoleh senyawa dengan energi total yang lebih rendah. Berbagai jenis hibridisasi dengan bangun geometri yang bersangkutan, dapat diperiksa pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Hibridisasi dan bentuk geometrinya Tipe hibridisasi Orbital atom penyusun Sudut ikatan regular Orbital hibrida dan kerangka bentuk geometrinya Geometri sp satu s + satu p 180 o atau Linear sp 2 satu s + dua p 120 o atau Trigonal sp 3 satu s + tiga p 109 o 28 atau Tetrahedron dsp 2 satu d + satu s + dua p 90 o atau Bujursangkar sp 3 d satu s + tiga p + satu d 120 o , 180 o , 90 o atau Trigonal bipiramida sp 3 d 2 , d 2 sp 3 satu s + tiga p + dua d 90 o atau Oktahedron

5.5 Teori Tolakan Pasangan Elektron Kulit Valensi

Struktur Lewis maupun struktur resonansi mungkin dapat meramalkan bentuk molekul namun bukan bentuk geometri molekul yang bersangkutan. Teori tolakan pasangan elektron kulit terluar, Valence Shell Electron Pair Repulsion VSEPR Theory yang dikembangkan oleh Sidgwick-Powell, Gillespie, Nyholm dan Linnet, menerapkan efek tolakan antar pasangan-pasangan elektron valensi sebagai dasar untuk meramalkan bangun geometri molekular. Teori ini sangat sederhana, tanpa membahas ikatan, namun sungguh mengesankan karena mampu meramalkan bangun molekular secara efektif. Teori ini mengasumsikan bahwa tolakan-tolakan antara pasangan-pasangan elektron dalam kulit valensi dari atom pusat akan mengakibatkan pasangan-pasangan elektron menempatkan diri sejauh mungkin satu sama lain hingga tolakan hasil akhir menjadi minimum. Hubungan antara banyaknya pasangan elektron ikatan yang sama kuat dengan bangun geometri yang menghasilkan tolakan minimum dapat diperiksa pada Gambar 5.14. Dalam teori ini perbedaan energi orbital-orbital s , p , dan d dalam kulit yang sama diabaikan, dan oleh karena itu disebut sebagai elektron kulit valensi. 1. 136 Banyak spesies sederhana maupun poliatomik tersusun oleh satu atom pusat yang mengikat atom-atom atau gugus-gugus atom lain di sekelilingnya. Dalam molekul H 2 O, atom O bertindak sebagai atom pusat sebab dikelilingi oleh dua atom H; secara sama dalam molekul BCl 3 , dan CH 4 , atom B dan C, masing-masing bertindak sebagai atom pusat. Bangun geometri regular suatu molekul dengan rumus umum AB x dengan A sebagai atom pusat dapat diramalkan oleh teori VSEPR yaitu linear untuk x = 1-2, trigonal untuk x = 3, tetrahedron regular untuk x = 4, trigonal bipiramida bipiramida segitiga untuk x = 5, dan oktahedron regular untuk x = 6 Gambar 5.14. Dalam hal ini, x tidak lain juga menunjuk pada jumlah pasangan elektron ikatan bonding electron dan tanpa adanya pasangan elektron non-ikatan non bonding di seputar atom pusat. Apabila atom pengeliling B tidak sama satu dengan yang lain maka bentuk yang dihasilkan akan merupakan bentuk distorsi atau penyimpangan dari bentuk regularnya, misalnya ada penyimpangan besarnya sudut dan atau panjangnya ikatan. Ikatan rangkap juga diperlakukan sebagai ikatan tunggal, namun karena rapatan elektron pada daerah ikatan rangkap lebih besar maka hal ini akan memberikan tolakan yang kuat sehingga sudut ikatan akan terdistorsi dari bentuk teraturnya. Sebagai contoh, formaldehid, H 2 CO, akan mengadopsi bentuk trigonal namun bukan lagi sama Gambar 5.14 Bentuk geometri regular molekul tipe AB x menurut teori VSEPR A B B A B linear AB dan AB 2 180 o B A B B Trigonal AB 3 120 o A B B B B Tetrahedron AB 4 109,5 o B B B B B B A oktahedron AB 6 bipiramida segitiga AB 5 B A B B B B e e e a a aksial ekuatorial aksial ekuatorial 120 o 90 o C O H H 121 o 118 o C C H H 121,3 o 117,4 o H H Struktur formula formaldehid dan etena