Atom Polielektron Tujuan Antara

1.63 momentum sudut spin intrinsik sebagai akibat rotasi elektron pada sumbunya. Kedua jenis gerak berputar ini menghasilkan momen magnetik. Besarnya momen sudut spin ini adalah ± ½ dalam unit π 2 h . Munculnya nilai ± ½ ini dapat dipikirkan sebagai akibat adanya dua kemungkinan arah spin elektron, clockwise dan anticlockwise. Bila berinteraksi dengan medan magnetik luar, keduanya memberikan energi yang berbeda; sekalipun perbedaan ini hanya kecil namun sudah cukup untuk menghasilkan spektrum doublet. Pada tahun 1930, P.A.M. Dirac akhirnya dapat menurunkan rumusan menurut teori relativitas mekanika kuantum, dan ternyata bilangan kuantum spin muncul secara natural matematis seperti halnya ketiga bilangan kuantum lainnya. Terhadap hasil pengamatan Stern-Gerlach selanjutnya diinterpretasikan bahwa satu elektron terluar dari separoh atom perak mempunyai arah spin yang berlawanan dengan arah spin satu elektron dari separoh yang lain. Kembali pada postulat Pauli tersebut dapat dinyatakan dengan pernyataan modern bahwa total fungsi gelombang termasuk bilangan kuantum spin dalam suatu sistem harus bersifat antisimetri terhadap saling tertukarnya tiap dua elektron dalam sistem tersebut. Ini berarti bahwa dalam satu sistem, tidak ada elektron yang mempunyai bilangan kuantum yang keempat-empatnya sama.

3.9 Atom Polielektron

Sebegitu jauh, pembicaraan persamaan fungsi gelombang Schrödinger yang dapat diselesaikan secara eksak, hanyalah berlaku untuk atom hidrogen. Tentu saja metode penyelesaian yang sama dapat diterapkan pada spesies isoelektronik bak-hidrogen, yaitu spesies satu elektron seperti He + , Li 2+ , dan Be 3+ , dengan memperhitungkan harga-harga muatan inti yang bersangkutan, Z. Atom paling sederhana kedua adalah helium, 2 He, yang tersusun oleh satu inti atom dan dua elektron; dengan demikian terdapat tiga interaksi yaitu satu gaya tarik elektron-1 oleh inti , satu gaya tarik elektron-2 oleh inti, dan satu gaya tolak-menolak antara elektron-1 dan elektron-2. Problem ketiga macam interaksi tersebut tidak dapat diselesaikan secara eksak, tetapi dengan metode pendekatan berlanjut successive approximations diperoleh hasil pendekatan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Untuk atom-atom sederhana seperti helium, hal ini tidak terlalu sukar, tetapi untuk atom-atom yang lebih berat, jumlah interaksi menjadi makin banyak sehingga perhitungan- perhitungan menjadi makin rumit dan melelahkan. Untuk keperluan ini digunakan 1.64 metode Hatree-Fock atau dikenal sebagai metode medan swa-konsisten self-consistent field, SCF. Metode ini menyangkut proses perbaikan perhitungan fungsi gelombang tiap-tiap elektron yang terus-menerus diulang-ulang hingga diperoleh harga-harga yang perubahannya dapat diabaikan. Dengan metode ini ternyata diperoleh hasil bahwa orbital-orbital dalam atom-atom selain atom hidrogen tidak menunjukkan perbedaan yang radikal. Perbedaan yang mendasar adalah terjadinya semacam kontraksi penyusutan bagi semua jenis orbital sebagai akibat naiknya muatan inti atom yang bersangkutan. Untuk sebagian besar tingkat energi, perubahan naiknya energi orbital mengikuti urutan: s p d f. Namun untuk tingkat-tingkat energi yang makin tinggi oleh karena naiknya nomor atom, perbedaan energi orbital-orbital tersebut makin tegas, dan pada sekitar ”awal” unsur-unsur transisi yakni nomor atom 19-22, 38-40, 56-59, dan 89-91, penyusutan energi orbital nd dan nf terjadi secara “mendadak” tidak “semulus” seperti penyusutan energi orbital ns dan np; hasilnya energi orbital 3d 4s 4p, 4d 5s 5p, 4f ≈ 5d 6s 6p, dan 5f ≈ 6d 7s 7p sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.8a-b.

3.10 Prinsip Aufbau dan Konfigurasi Elektronik