ataupun satu musim penangkapan sekalipun harus menangkap seluruh jenis dan ukuran ikan dengan cara apapun juga. Hal ini memberikan makna bahwa harga
sewa perairan yang meningkat tersebut dibebankan terhadap populasi ikan yang ada pada perairan tersebut. Ini merupakan suatu dampak lelang lebak lebung yang
secara tidak langsung menurunkan tingkat pendapatan nelayan. Rendahnya tingkat pendapatan nelayan antara lain disebabkan beberapa
hal yang berkaitan dengan perjanjian antara nelayan dan pedagang dalam pembelian perairan. Perjanjian tersebut antara lain nelayan dianggap meminjam
uang sebesar harga perairan yang telah ditambah “bunga uang” dengan jaminan rumah atau tanah. Jika tidak terlunasi dalam waktu satu tahun maka rumah dan
tanah milik nelayan penggarap yang dijaminkan menjadi penggantinya atau jaminan tersebut harus dinilai harganya. Dalam hal ini, pemilik modal atau
pedagang tidak akan memberikan penggarapan suatu perairan kepada nelayan yang tidak punya rumah dan tanah perumahan, sebagai jaminan.
Lebih lanjut, ikan hasil tangkapan dari perairan yang dikuasai pengemin harus dijual kepada pedagang yang memberikan pinjaman uang pengemin untuk
pembayar sewa perairan dan pembiayaan operasional penangkapan lainnya. Nilai ikan hasil tangkapan tidak dibayar tunai kepada nelayan, tetapi diperhitungkan
atas pinjaman hingga lunas. Kemudian kebutuhan nelayan baik di perairan maupun kebutuhan keluarga nelayan di desa harus dipenuhi atau dibeli dari
pemilik modal dengan harga yang ditetapkan pemilik modal. Hal ini kesemuanya kembali kepada sistem pengelolaan perikanan perairan umum lebak lebung yang
dilakukan melalui sistem pelelangan pada akhirnya memerlukan perbaikan- perbaikan.
7.3 Ikhtisar
Salah satu dampak perubahan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan yang ada saat ini yang memberatkan masyarakat nelayan adalah
semakin mahalnya nilai objek lelang dan pembayarannya harus dilakukan secara tunai. Dengan tingginya harga perairan yang harus dibayar oleh masyarakat, maka
biaya sewa untuk mendapatkan lisensi hak usaha penangkapan ikan di perairan umum lebak lebung sampai pada tingkat masyarakat nelayan akan semakin
mahal. Dengan semakin mahalnya sewa perairan, maka nelayan akan berusaha menangkap ikan dengan segala daya upaya, menggunakan semua teknik
penangkapan ikan yang mereka kuasai untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya. Pada prinsipnya kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan
pengemin bersifat merusak sumber daya perikanan. Dalam kaitannya dengan pengendalian lingkungan juga terlihat bahwa nelayan pengemin maupun
masyarakat nelayan lainnya tidak melakukan upaya-upaya yang bersifat menjaga kelestarian lingkungan perairan umum. Masyarakat nelayan, juga tidak peduli
terhadap ukuran ikan yang tertangkap dengan alat tangkap yang mereka gunakan, padahal ikan hasil tangkapan mereka terdiri atas berbagai ukuran ikan. Hal ini
sebagai akibat alat tangkap yang mereka gunakan memiliki mata jaring lebih kecil dari 2 inchi, sehingga segala jenis dan ukuran ikan dapat tertangkap.
Tidak ada penegakan aturan yang dilakukan oleh petugas pemerintah pada tingkat perairan lebak lebung dan sungainya, terkait dengan pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya perikanan serta pengendalian lingkungan perairan umum. Demikian pula tidak ada penegakan aturan terhadap pengemin di tingkat
perairan umum. Penegakan aturan yang ada hanya dilakukan oleh nelayan pengemin terhadap nelayan-nelayan yang menangkap ikan secara perorangan
nelayan bekarang. Lebih lanjut diketahui pula bahwa telah terjadi degradasi terhadap kondisi sumber daya perikanan di perairan umum lebak lebung ini,
termasuk degradasi habitat sumber daya perikanan. Degradasi sumber daya perikanan tersebut diperkuat dengan pernyataan nelayan informan yang pada
prinsipnya mengemukakan bahwa beberapa jenis ikan tertentu semakin langka sudah tidak pernah didapatkan dalam usaha penangkapan ikan yang mereka
lakukan dan semakin kecilnya ukuran individu ikan yang berhasil ditangkap oleh masyarakat nelayan.
Kemiskinan masyarakat nelayan terlihat dengan besarnya pangsa pengeluaran konsumsi pangan yang mereka keluarkan dibandingkan dengan
konsumsi non pangan, yang memperlihatkan bahwa rata-rata pangsa pangan masyarakat nelayan adalah sebesar 62,3 . Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat nelayan di wilayah ini masih termasuk kategori miskin. Penghasilan nelayan hanya cukup untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari menyebabkan
masyarakat nelayan tidak dapat menyisihkan penghasilan untuk tabungan dan anggaran untuk kegiatan rekreasi bersama tidak dapat dilakukan dalam waktu 1
kali dalam 6 bulan. Di lain pihak, pengemin atau pemenang lelang merupakan orang yang paling banyak mendapatkan manfaat dari sumber daya perikanan
PULL yang dikuasainya. Hal ini terlihat dari pendapatan mereka yang mencapai Rp.215.325.000.- pada tahun 2008.
VIII. ALTERNATIF KELEMBAGAAN ADAPTIF UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN