Kondisi Sumber daya Perikanan

VII. DEGRADASI KONDISI SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG DAN

KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN Degradasi sumber daya perikanan perairan umum lebak lebung dan kemiskinan masyarakat nelayan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kondisi yang merupakan dampak secara akumulatif yang terjadi pada sumber daya baik sumber daya alam sumber daya perikanan maupun sumber daya manusia masyarakat nelayan.

7.1 Kondisi Sumber daya Perikanan

Salah satu dampak perubahan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan yang ada saat ini yang memberatkan masyarakat nelayan adalah semakin mahalnya nilai objek lelang dan pembayaran harus dilakukan secara tunai. Peningkatan harga objek lelang tersebut dapat dilihat dari besarnya selisih harga standar dan harga yang harus dibayar oleh pemenang lelang Tabel 15. Tabel 15. Harga Standar, Nilai Lelang dan Selisih Nilai Lelang Terhadap Harga Standar Menurut Kecamatan Dalam Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Kecamatan Harga standar Hasil lelang Selisih Kota Kayuagung 148.100.000 337.160.000 189.060.000 Pedamaran 320.000.000 328.875.000 8.875.000 Lempuing 3.000.000 3.010.000 10.000 Sirah Pulau Padang 198.700.000 232.250.000 33.550.000 Jejawi 208.825.000 681.000.000 472.175.000 Pampangan 690.050.000 666.330.000 23.720.000 Air Sugihan 22.000.000 13.700.000 8.300.000 Tulung Selapan 81.310.000 23.900.000 57.410.000 Cengal 7.500.000 7.600.000 100.000 Sungai Menang 19.710.000 19.900.000 190.000 Pangkalan Lampam 32.850.000 39.660.000 6.810.000 Pedamaran Timur 24.850.000 30.800.000 5.950.000 Lempuing Raya 295.000.000 643.230.000 348.230.000 Jumlah 2.051.895.000 3.027.415.000 975.520.000 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ogan Komering Ilir 2008. Dengan tingginya harga perairan yang harus dibayar oleh masyarakat, maka biaya sewa untuk mendapatkan lisensi hak usaha penangkapan ikan di perairan umum lebak lebung sampai pada tingkat masyarakat nelayan akan semakin mahal. Dengan semakin mahalnya sewa perairan, maka nelayan akan berusaha menangkap ikan dengan segala daya upaya, menggunakan semua teknik penangkapan ikan yang mereka kuasai untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya. Nelayan di desa Berkat dalam pernyataannya mengemukakan bahwa: “kami bekarang ini cuma dapat hak nangkap ikan dari pengemin, dak pernah langsung dari pemerentah di lelang lebak lebung” Nelayan di perairan umum lebak lebung memiliki keterampilan yang tinggi sehubungan dengan usaha menangkap ikan, hingga memanfaatkan perilaku ikan sekalipun. Oleh karena itu, meskipun secara lisan dikemukakan bahwa pengemin diwajibkan oleh pemerintah untuk mengembalikan perairan seperti sebagaimana semula pada saat pelelangan berlangsung. Bahkan, pengemin tidak diperkenankan merusak sumber daya perikanan dan lingkungan perairan umum yang menjadi lokasi penangkapan ikan yang dikuasainya. Namun demikian, pengemin mengemukakan bahwa: “tidak ada perlakuan khusus yang kami lakukan untuk perairan umum ini dan kami menangkap ikan atau menerapkan pengaturan penangkapan ikan sesuai dengan peraturan yang berlaku ”. Nelayan yang menangkap ikan juga mengemukakan bahwa: “tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh nelayan dan pengemin yang dapat merusak sumber daya perikanan atau merusak lingkungan perairan umum ”. Di sisi lain, berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap masyarakat nelayan bekarang diketahui bahwa; pada prinsipnya kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan pengemin bersifat merusak sumber daya perika nan. Hal ini terlihat dengan adanya kegiatan “ngesar sungai”. Kegiatan “ngesar sungai” drive and push net adalah kegiatan menangkap ikan yang dilakukan dengan cara menggiring ikan di seluruh alur sungai dan dilakukan penutupan areal pada bagian hulu dan hilir sungai, sehingga seluruh jenis dan ukuran ikan yang ada di perairan sungai tersebut kemungkinan besar dapat tertangkap. Pembatas yang digunakan berupa jaring dan “empang”, sedangkan penggiring ikan berupa jaring. Dalam kaitannya dengan pengendalian lingkungan juga terlihat bahwa nelayan pengemin maupun masyarakat nelayan lainnya tidak melakukan upaya- upaya yang bersifat menjaga kelestarian lingkungan perairan umum. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa nelayan banyak yang melakukan penebangan pepohonan untuk tujuan memanfaatkannya sebagai kayu bakar. Kemudian, nelayan pengemin juga melakukan penebangan pohon-pohon yang ada, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan bantu dalam melaksanakan penangkapan ikan, yaitu sebagai tiang-tiang untuk penyangga jaring di bagian perairan sungai. Juga digunakan sebagai tiang penyangga dalam membuat kurungan ikan atau alat tangkap ikan yang memotong sungai tuguk, filtering net device. Dengan demikian sebenarnya tidak ada perlakuan pengendalian lingkungan yang dikerjakan oleh nelayan pengemin atau nelayan lainnya. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap nelayan yang melaksanakan usaha penangkapan ikan secara perorangan di perairan lebak lebung di desa Berkat, tidak ada yang melakukan kegiatan yang sifatnya merusak sumber daya perikanan. Namun demikian, setelah ditelusuri ternyata bahwa pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa mereka sebenarnya tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan kegiatan penangkapan ikan yang merusak sumber daya perikanan. Sebagai contoh, mereka tidak peduli terhadap ukuran yang tertangkap dengan alat tangkap yang mereka gunakan, padahal ikan hasil tangkapan mereka terdiri atas berbagai ukuran ikan. Hal ini sebagai akibat alat tangkap yang mereka gunakan memiliki mata jaring lebih kecil dari 2 inchi, sehingga segala jenis dan ukuran ikan dapat tertangkap. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada penegakan aturan yang dilakukan oleh petugas pemerintah pada tingkat perairan lebak lebung dan sungainya, terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan serta pengendalian lingkungan perairan umum. Dengan demikian, penegakan aturan terhadap pengemin tidak ada pelaksanaannya di tingkat perairan umum. Penegakan aturan yang ada hanya dilakukan oleh nelayan pengemin terhadap nelayan-nelayan yang menangkap ikan secara perorangan nelayan bekarang. Penegakan aturan dilakukan baik terhadap jenis alat tangkap yang harus digunakan, ukuran mata jaring, jumlah unit alat tangkap yang dioperasikan, kemana ikan harus dijual, dan perjanjian lainnya sesuai dengan kesepakatan antara nelayan pengemin dan nelayan bekarang pada saat kegiatan penangkapan ikan akan dimulai. Dalam hal ini, pengemin dan nelayan yang menangkap ikan secara perorangan menyatakan bahwa; “tidak ada penegakan aturan yang dilakukan oleh pemerintah di perairan lebak lebung dan sungainya”. Sejalan dengan hasil penelitian yang dikemukakan diatas, berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa nelayan informan dan diverifikasi saat FGD diketahui pula bahwa telah terjadi degradasi terhadap kelimpahan sumber daya perikanan di perairan umum lebak lebung ini, termasuk degradasi habitat sumber daya perikanan. Degradasi sumber daya perikanan tersebut diperkuat dengan pernyataan nelayan informan yang pada prinsipnya mengemukakan bahwa beberapa jenis ikan tertentu semakin langka sudah tidak pernah didapatkan dalam usaha penangkapan ikan yang mereka lakukan dan semakin kecilnya ukuran individu ikan yang berhasil ditangkap oleh masyarakat nelayan Tabel 16. Tabel 16. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Kondisi Populasi Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Perairan Umum Lebak Lebung di Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel. No. Jenis Ikan Perbandingan Kuantitas Ikan Periode 1980-an Periode 1990-an 1 Sepat siam XXXX X 2 Betok XXXX X 3 Gabus XXXX X 4 Sepat mata merah XXXX XXXX 5 Lais XX __ 6 Lele Panjang XX __ 7 Putak XXXX __ 8 Lampam XXXX __ 9 Udang galah XXXX __ 10 Lele XX XXXX Sumber: Data Primer Hasil Wawancara dan FGD 2009. Keterangan: XXXX = Sangat Banyak; XXX = Banyak XX = Sedikit; X = Sangat Sedikit --- = Langka Tabel 16 tersebut memberikan indikasi bahwa secara menyeluruh terjadi penurunan kondisi populasi ikan di wilayah PULL desa Berkat. Hanya ada satu jenis ikan yang populasinya menjadi dominan yaitu lele, dan dalam hal ini, menurut masyarakat nelayan merupakan hasil perkawinan yang terjadi antara lele dumbo dan lele kalang yang berasal dari wilayah desa ini. Ikan lele hasil perkawinan ini kurang diminati masyarakat dan harganya lebih murah dari pada lele kalang. Juga ada satu jenis ikan yang bertahan kondisi populasinya yaitu ikan sepat mata merah, yang juga merupakan jenis ikan bernilai ekonomi rendah. Kemudian, diikuti pula dengan semakin kecilnya ukuran individu ikan per ekor untuk beberapa jenis ikan utama hasil tangkapan nelayan Tabel 17. Tabel 17. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Ukuran Rata-Rata Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Perairan Umum Lebak Lebung di Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel Ekor per Kg. No. Jenis Ikan Jumlah Individu Ikan per Kg Sebelum 1990-an Setelah 1990-an 1 Sepat siam 20-25 30-45 2 Betok 8-10 15-18 3 Lele Kalang 10 20 4 Sepat mata merah 30 60 5 Gabus 2-3 4-10 Sumber: Data Primer Hasil Wawancara dan FGD 2009. Tabel 17 memberikan indikasi bahwa dengan rentang waktu yang berbeda tersebut terdapat pula perbedaan rata-rata ukuran individu ikan yaitu semakin mengecil untuk semua jenis ikan. Disamping itu, masyarakat nelayan merasakan bahwa semakin hari ikan hasil tangkapan semakin sulit mereka dapatkan. Pendapat masyarakat nelayan tentang kondisi produksi ikan pada perairan umum lebak lebung di desa Berkat dikemukakan pada Tabel 18. Tabel 18. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Kondisi Produksi Ikan pada PULL Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel. No. Satuan Waktu Usaha Total Produksi Ikan kg Sebelum 1990-an Setelah 1990-an 1 Per Minggu 250 90 2 Per Hari 80 25 Sumber: Data Primer Hasil Wawancara dan FGD 2009. Tabel 18 memberikan gambaran bahwa total produksi ikan hasil tangkapan masyarakat nelayan responden menurun sangat drastis. Pada periode sebelum 1990-an mereka dapat menghasilkan ikan tangkapan sebesar 80 kghari, sedangkan pada periode setelah 1990-an hanya 25 kghari. Hal ini berkaitan pula dengan perubahan kondisi ekosistem perairan umum secara umum di desa Berkat Tabel 19. Tabel 19. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Kondisi Ekosistem Perairan Umum Lebak Lebung Wilayah Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel. No. Tipe Ekosistem Total Produksi Ikan kg Sebelum 1990-an Setelah 1990-an 1 Talang XXXX XX 2 Rawang XXXX X 3 Sungai XXXX XX 4 Lebak XX XXXX 5 Lebung XXX XX Sumber: Data Primer Hasil Wawancara dan FGD 2009. Keterangan: XXXX = Sangat DominanLuasDalam; XXX = Agak Dominan XX = Tidak DominanSedikit; X = Sangat Sedikit Tabel 19 memperlihatkan bahwa ekosistem perairan umum lebak lebung di wilayah desa Berkat mengalami penurunan kualitas dan kuantitas luasan. Tabel 19, juga memberikan makna bahwa terdapat kecenderungan semakin meluasnya ekosistem lebak dan semakin menyempitnya ekosistem rawang, semakin dangkalnya sungai dan lebung. Hasil penelitian ini sejalan dengan kondisi yang digambarkan pada hasil penelitian di wilayah perairan Kabupaten OKI lainnya, yaitu di sekitar wilayah Sungai Lempuing Kab. OKI, Sumatera Selatan, yang dikemukakan pada Tabel 20. Tabel 20 mmperlihatkan bahwa di perairan umum lebak lebung di Sungai Lempuing, ukuran ikan yang mengecil untuk 7 tujuh jenis ikan yang termasuk dalam kategori ikan ekonomis penting. Kemudian produktivitas hasil tangkapan nelayan yang digambarkan dengan keadaan jumlah hasil tangkapan ikan per satuan waktu yang sama dari tahun ke tahun juga menurun, bahkan 81,82 responden menyatakan menurun drastis, sebagaimana digambarkan dengan pendapat nelayan seperti yang terlihat pada Tabel 21. Tabel 20. Perbandingan Kondisi Ukuran Individu Ikan di Wilayah Perairan Umum Sungai Lempuing Sumatera Selatan. Jenis Ikan Rata-Rata Ukuran Ikan gekor Tahun 2001 Tahun 1996 - Ikan Toman Channa micropeltes 1.000-1.500 2.000-3.000 - Ikan Gabus Channa striatus 600-1.000 1.000-2.000 - Ikan Bujuk Channa melnopterus 350-500 1.500-2.000 - Ikan Serandang C. pleurophtalmus 300-400 500-1.000 - Ikan Tambakan Helostoma temmincki 50-60 80-100 - Ikan Sepat Siam T. pectoralis 40-50 80-100 - Ikan Keli Clarias sp 100-200 300-400 Sumber: Dimodifikasi dari Nasution et al. 2002. Dengan demikian, berdasarkan kondisi sumber daya yang dikemukakan mulai dari Tabel 16 hingga Tabel 19 serta didukung dengan kondisi yang diperlihatkan pada Tabel 20 dan 21, terlihat bahwa telah terjadi degradasi kondisi sumber daya perikanan yang dibedakan atas dua periode pengamatan tersebut. Terkait dengan degradasi kondisi sumber daya perikanan dan habitatnya dapat dikemukakan bahwa degradasi yang terjadi adalah semakin menurunnya jumlah populasi ikan tertentu yaitu populasi ikan sepat, betok dan lais. Sementara itu, juga terjadi kelangkaan populasi ikan yang lainnya yaitu lais, lele panjang, putak, dan udang galah. Tabel 21. Perbandingan Kondisi Produktivitas Hasil Tangkapan Nelayan pada Perairan Umum Sungai Lempuing, Sumatera Selatan. Pendapat Produktivitas Hasil Tangkapan Satuan Waktu Responden Meningkat Tidak Berubah Sedikit Menurun Menurun Drastis - Jumlah n=22 - - 4 18 - Persentase - - 18,18 81,82 Keterangan: per satuan waktu yang dimaksudkan adalah per satuan waktu yang sama dari tahun ke tahun. Sumber: Dimodifikasi dari Nasution et al. 2002. Di sisi lain diketahui pula bahwa degradasi kondisi sumber daya perikanan PULL terjadi pula dengan semakin mengecilnya ukuran beberapa jenis ikan yang bernilai ekonomis penting dan semakin menurunnya produktivitas ikan hasil tangkapan masyarakat nelayan. Jenis ikan yang semakin kecil ukurannya adalah ikan sepat siam, lele kalang, sepat mata merah, dan gabus. Sementara, penurunan produktivitas ikan hasil tangkapan nelayan berlaku dalam satu satuan waktu upaya penangkapan maupun satu atuan alat tangkap yang digunakan. Lebih lanjut, diketahui pula bahwa telah terjadi perubahan dominasi habitat yang mengarah kepada dominan lebak yang meluas, sementara habitat rawang semakin berkurang, demikian juga sungai dan lebung semakin mendangkal yang kesemuanya mengurangi dukungan terhadap kehidupan populasi ikan yang menghuni masing-masing habitat tersebut.

7.2 Kemiskinan Masyarakat Nelayan