Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan diketahui bahwa tidak ada penegakan aturan yang dilakukan oleh petugas pemerintah pada tingkat perairan
lebak lebung dan sungainya, yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan serta pengendalian lingkungan perairan umum. Dengan
demikian, penegakan aturan terhadap pengemin tidak ada pelaksanaannya pada tingkat perairan umum. Sementara, penegakan aturan yang ada hanya dilakukan
oleh nelayan pengemin terhadap nelayan-nelayan yang menangkap ikan secara perorangan nelayan bekarang. Penegakan aturan dilakukan baik terhadap jenis
alat tangkap yang harus digunakan, ukuran mata jaring, jumlah unit alat tangkap yang dioperasikan, kemana ikan harus dijual, dan perjanjian lainnya sesuai dengan
kesepakatan antara nelayan pengemin dan nelayan bekarang pada saat kegiatan penangkapan ikan akan dimulai. Pengemin dan nelayan yang menangkap ikan
secara perorangan baik pada saat wawancara maupun FGD secara umum menyatakan bahwa;
“tidak ada penegakan aturan yang dilakukan oleh petugas pemerintah pada tingkat perairan lebak lebung dan sungainya di
wilayah perairan umum lebak lebung di desa Berkat ini ”.
5.3 EfektifitasKelembagaan Pengelolaan Sumber daya Perikanan
Sebelum melangkah ke tingkat efektifitas kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan “lelang lebak lebung”, pada bagian awal ini diperlihatkan
perbedaan-perbedaan pengaturan yang menjadi dasar pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan perairan umum pada dua periode
pemerintahan yang dikaji Tabel 12.
Tabel 12. Pokok Pengaturan Pengelolaan Sumber daya Perikanan Perairan Umum Lebak Lebung Berdasarkan Masa Pemerintahan Marga dan Kabupaten.
Komponen Sistem
Masa Pemerintahan Marga hingga tahun 1982
Masa Pemerintahan Kabupaten 1983-2008
Penanggung Jawab Lelang
Pasirah Kepala Marga. Bupati Kabupaten Ogan
Komering Ilir OKI. Pengawas
Lelang Pasirah Kepala Marga.
Suatu Kepanitiaan yang Ktuanya adalah Bupati OKI melalui Surat
Keputusan yang ditetapkan oleh Bupati.
Pelaksana Lelang
Pasirah Kepala Marga. Berdasarkan SK Bupati dengan
susunan panitia tertentu dengan Ketua Panitia Pelaksana adalah
Camat Kepala Wilayah Kecamatan.
Peserta Hanya penduduk yang bermukim
di dalam wilayah Marga diperkirakan seluas 2 hingga 4
kali wilayah desa saat ini dan tidak perlu mendaftarkan diri dan
tidak ada biaya pendaftaran. Orang atau badan hukum yang
telah terdaftar pada panitia dan memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Dalam pasal lainnya disebutkan
syarat lain bagi peserta yaitu berdomisili dalam wilayah OKI
minimal 6 bulan. Untuk menjadi peserta lelang peserta harus
membayar uang pendaftaran.
Pemenang Lelang
Pengemin adalah penawar lelang yang memberikan penawaran
tertinggi dan mampu membayar harganya, dinyatakan sebagai
pemenang lelang oleh juru lelang dan disetujui oleh Pasirah.
Pengemin adalah penawar lelang yang memberikan penawaran
tertinggi dan mampu membayar harganya, dinyatakan sebagai
pemenang lelang oleh juru lelang dalam susunan panitia pelaksana
lelang.
Penetapan objek lelang
Nama-nama objek lelang tidak berubah pada setiap tahunnya dan
harganya ditetapkan oleh Pasirah dengan pertimbangan dari Kepala
DusunKerio. Nama-nama objek lelang pada
setiap tahunnya berubah dan harganya ditetapkan oleh Bupati
diajukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. OKI. Objek
lelang ada yang dibagi menjadi beberapa objek lelang, padahal
semula hanya satu objek lelang.
Pelaksanaan Lelang
Dilakukan secara langsung dimuka umum dengan sistem
penawaran naik-naik dan tidak menerima penawaran tertulis.
Lelang dilakukan setahun sekali, yang jadwal waktunya ditetapkan
oleh panitia lelang melalui surat pengumuman resmi kepada
khalayak ramai. Masa lelang berlaku 1 satu tahun terhitung
sejak 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Dilakukan secara langsung dimuka umum dengan sistem penawaran
naik-naik dan tidak menerima penawaran tertulis. Lelang
dilakukan setahun sekali, yang jadwal waktunya ditetapkan oleh
panitia lelang melalui surat pengumuman resmi kepada
khalayak ramai. Masa lelang berlaku 1 satu tahun terhitung
sejak 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Lanjutan Tabel 12.
Komponen Sistem
Masa Pemerintahan Marga hingga tahun 1982
Masa Pemerintahan Kabupaten
1983-2008
Cara Pembayaran
dan Harga Standar
Perairan Harga pertama ditetapkan oleh
panitia lelang sesuai dengan ketetapan Pasirah, sedangkan
pembayaran dilakukan dengan cara tunai segera setelah
peserta lelang memenangkan pelelangan.
Harga pertama ditetapkan oleh panitia lelang boleh sesuai atau
lebih tinggi dari harga estándar Bupati, sedangkan pembayaran
dilakukan dengan cara tunai segera setelah peserta lelang
memenangkan pelelangan. Harga estándar perairan selalu
meningkat 10 sejak tahun 1990-an.
Hak Pemenang
Lelang Hak pengemin secara umum
adalah mengambil seluruh ikan dan orang lain masih memiliki
hak untuk menangkap ikan keperluan makan sehari-hari.
Hak pengemin secara umum adalah mengambil seluruh ikan
dan orang lain tidak memiliki hak apapun tanpa izin dari
pengemin, meskipun untuk keperluan makan sehari-hari.
Kewajiban Pemenang
Lelang Menjaga kebersihan dan
kelestarian lingkungan perairan dan larangan
penggunaan alat tangkap yang telah dilarang menurut
Undang-Undang. Melaporkan kegiatan dan hasil
usaha lelang dengan mengisi formulir yang disediakan oleh
Panitia Lelang. Kemudian, menjaga kebersihan dan
kelestarian lingkungan perairan dan larangan penggunaan alat
tangkap yang telah dilarang menurut Undang-Undang.
Tidak banyak bagian perairan yang diperjual-belikan dalam
menangkap ikannya. Lebih banyak bagian perairan
yang diperjual-belikan dalam menangkap ikannya. Bahkan
pemenang lelang hanya berfungsi sebagai pedagang
pengumpul ikan hasil tangkapan nelayan di
wilayahnya.
Sumber: Data Primer 2009.
Berdasarkan Tabel 12 dapat dikemukakan bahwa banyak terdapat perbedaan pokok pengaturan “lelang lebak lebung” antar dua periode
pemerintahan yang dikaji. Perbedaan tersebut dimulai dengan banyaknya campur tangan pejabat administratif kepala wilayah pedesaan, kecamatan, hingga bupati
pada masa pemerintahan kabupaten, dibandingkan pada masa Marga hanya dilakukan oleh seorang Kepala Marga Pasirah. Dalam hal ini terdapat perbedaan
antara Panitia Pelaksana dan Pengawas serta Penanggung Jawab Lelang. Terlihat bahwa secara politis akan meningkatkan biaya transaksi bagi masyarakat yang
akan mengikuti pelelangan untuk mendapatkan hak usaha penangkapan ikan. Dalam hal ini, Buapti dan Panitia Pengawas serta Ketua Panitia Pelaksana
Pelelengan bukan merupakan orang yang mengetahui kondisi sumber daya perikanan, sehingga terjadi beberapa kesalahan dalam pengambilan keputusan
untuk melaksanakan pelelangan secara local di tingkat kecamatan. Perbedaan juga terdapat tentang harga standar perairan, panitia lelang yang
menetapkan harga standar objek lelang adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. OKI selaku anggota pengawas lelang dengan cara meningkatkan harga
perairan 10 setiap tahunnya, yang di masa Marga tidak terjadi demikian. Hal ini diberlakukan sejak tahun 1992 dan ini memperlihatkan orientasinya terhadap
peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD. Selanjutnya perairan yang tidak terjual pada saat lelang diatur dengan Surat Bupati sebagai aturan tambahan
Perda yang ditujukan kepada seluruh Camat Kabupaten OKI yang kutipannya sebagai berikut;
“Untuk objek lelang yang tidak laku pada waktu pelaksanaan lelang, maka bagi masyarakat nelayan yang berminat dapat mengajukan
permohonan tertulis pada Bupati OKI cq. Sekretariat Lelang Kabupaten OKI dengan mencantumkan besarnya kemampuan pemohon
terhadap objek yang diinginkan ditambah restribusi ikan sebesar 15 dari harga yang dimohon
”. Adapula;
“Terhadap objek yang tidak terjualtidak ada peminatnya sama sekali maka ikannya dilarang untuk ditangkap oleh masyarakat guna
dijadikan objek perlindungan ikan dan kelestarian sumber perikanan.”
Lelang perairan umum ditujukan untuk umum, tidak terbatas pada nelayan yang benar-benar memenuhi kriteria sebagai nelayan yaitu mereka yang mata
pencaharian utama adalah nelayan. Oleh karena itu, hak usaha penangkapan ikan
pada beberapa perairan di Kabupaten Ogan Komering Ilir didapatkan oleh pedagang pemilik modal, yang tidak berprofesi sebagai nelayan sama sekali.
Salah satu penyebab terjadinya pembelian lisensi oleh pemilik modal adalah adanya syarat bahwa penawar lelang harus mempunyai uang tunai, sedangkan
nelayan sebagian besar tidak mempunyai modal. Pemilik modal ini tidak pernah langsung mengadakan penangkapan ikan, melainkan hanya mencari keuntungan
dengan memperdagangkan surat lelang ini kepada para nelayan penggarap. Surat lelang ini mereka jual kepada nelayan penggarap dengan harga yang relatif tinggi,
jika dibandingkan dengan harga hasil lelang lebak lebung. Penjualan hak usaha penangkapan ikan kepada nelayan penggarap disertai dengan perjanjian yang
mengikat misalnya bahan makanan dan peralatan selama mengadakan penangkapan harus dibeli dari penjual surat lelang yang pembayarannya berupa
ikan hasil tangkapan. Kemudian ikan hasil tangkapan nelayan harus dijual kepada penjual surat lelang dengan harga yang ditentukan oleh pedagang.
Tingginya biaya penangkapan berpengaruh pada tanggung jawab nelayan dalam menjaga kelestarian sumber daya perikanan. Mereka selalu berusaha
menangkap ikan sebanyak mungkin dengan tujuan untuk mengembalikan keseluruhan biaya yang mereka keluarkan baik untuk menyewa perairan maupun
untuk mengadakan peralatan penangkapan. Smith 1987 bahwa biaya penangkapan ikan yang harus dipikul nelayan harus dikurangi. Disamping itu,
mengingat perikanan perairan umum adalah milik bersama maka para nelayan tidak akan mau mengorbankan tangkapan sekarang untuk maslahat di kemudian
hari, karena mereka tidak yakin bahwa maslahat itu akan mereka peroleh sendiri Scott, 1987.
Suatu hal yang cukup penting lainnya terkait dengan pembagian hasil lelang
yang dinyatakan bahwa ”nilai yang diperuntukkan bagi usaha pembinaan bagi Dinas Perikanan adalah relatif kecil yaitu setinggi-tingginya 5 termasuk
biaya operasional penanggung jawab dan pengawas lelang. Nilai ini kurang memadai jika dibandingkan dengan nilai uang yang dihasilkan oleh pelelangan
sumber daya perikanan tersebut dan luasnya perairan umum yang perlu dibina dan perlu dipelihara rehabilitasi. Dana 5 tersebut digunakan untuk
pengawasan pelaksanaan peraturan di lapangan, rehabilitasi perairan, pengadaan
sarana dan prasarana Dinas Perikanan guna menunjang upaya pembangunan perikanan terutama di perairan yang dilelangkan.
Lebih lanjut, berdasarkan perbedaan yang dikemukakan dalam Tabel 12, maka diidentifikasi pula kinerja kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan
“lelang lebak lebung” yang didasarkan pada 8 delapan prinsip yang dikemukakan oleh Ostrom 1999; 2008, yaitu prinsip batas untuk penentuan
kepemilikan, distribusi manfaat terkait dengan pembiayaan; pengaturan pilihan kolektif; keberadaan kegiatan yang memonitor kondisi sumber daya; penerapan
sanksi, mekanisme penyelesaian konflik dan pengorganisasian hak kepemilikan serta jaringan usaha Tabel 13.
Tabel 13. EfektifitasKelembagaan Pengelolaan Sumber daya Perikanan Perairan Umum Lebak Lebung yang dibedakan Berdasarkan Komponen Analisis
pada Masa Pemerintahan Marga dan Kabupaten.
Komponen Analisis
Masa Pemerintahan Marga hingga tahun
1982 Masa Pemerintahan
Kabupaten 1983-2008
Prinsip batas yang dapat
ditentukan dengan jelas
untuk dapat menentukan
kepemilikan; Pengaturan pelelangan
hanya berlaku dalam wilayah yang kecil Marga,
sehingga masyarakatnya dapat diidentifikasi dan
diatur dengan jelas dalam operasionalnya di perairan.
Termasuk didalamnya kejelasan yang terkait
dengan batas-batas objek lelang secara fisik
ditentukan oleh Pasirah dan Kerio bersama masyarakat
dengan pedoman ciri-ciri alam dan batas lahan atau
tanah seseorang. Pengaturan pelelangan
diberlakukan dalam wilayah yang lebih besar Kabupaten
atau setara 15-20 Marga, sehingga masyarakatnya tidak
dapat diidentifikasi dan tidak dapat diatur dengan jelas dalam
operasionalnya di perairan di seluruh wilayah kabupaten
yang sangat banyak dan beragam kondisi objek
lelangnya. Kemudian, terdapat ketidaktahuan terhadap
kejelasan batas-batas objek lelang secara fisik ditentukan di
lapangan baik bagi pelaksana lelang maupun pengawas
penanggung jawab lelang.
Sumber: Data Primer Diolah 2009.
Lanjutan Tabel 13.
Komponen Analisis
Masa Pemerintahan Marga hingga tahun
1982 Masa Pemerintahan
Kabupaten 1983-2008
Distribusi manfaat dari
aturan yang tepatguna
proporsional dengan
pembiayaannya; Pengaturan penangkapan
ikan, termasuk teknologi dan kuantitas sumber daya
disesuaikan dengan kondisi lokal dalam wilayah Marga.
Dalam hal ini, manfaat secara umum didapatkan
oleh masyarakat dalam satu wilayah Marga, utamanya
nelayan dan pedagang. Pengaturan penangkapan ikan,
termasuk teknologi dan kuantitas sumber daya
disesuaikan dengan kemauan pemenang lelang yang
kebanyakan bukan nelayan, sehingga terjadi penjualan
bagian dari objek lelang kepada banyak orang dan tidak terbatas
pada nelayan lokal. Dalam hal ini, manfaat terbesar didapatkan
oleh pedagang yang memiliki modal dan tidak berprofesi
sebagai nelayan. Nelayan lebih berfungsi sebagai penangkap
ikan bagi pemilik modal pemenang lelang.
Pengaturan pilihan-kolektif
hampir semua individu
dipengaruhi oleh aturan
operasional; Semua anggota masyarakat
dalam satu wilayah Marga mendapatkan perlakuan
yang sama dalam pengaturan oleh pemerintah
Marga dan ada rasa memiliki terhadap sumber
daya perikanan pada perairan umum yang
mereka fungsikan sebagai usaha penangkapan ikan.
Anggota masyarakat nelayan secara langsung diatur oleh
pengemin dan tidak ada partisipasinya dalam kaitannya
dengan pengelolaan sumber daya perikanan. Pengemin
dalam hal ini lebih berorientasi kepada upaya pengembalian
modal yang dikeluarkan dalam pelelangan.
Monitoring kondisi sumber
daya dan perilaku
penggunanya yang akuntabel;
Kepala dusun dan sesama masyarakat nelayan
berfungsi sebagai pengawas dalam pemanfaatan sumber
daya perikanan lebak lebung.
Nelayan pengemin dan anggota kelompoknya berfungsi sebagai
pengawas dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber
daya perikanan yang dikuasainya. Tidak ada kegiatan
yang sifatnya memonitor kegiatan penangkapan ikan oleh
nelayan maupun pengemin.
Sumber: Data Primer Diolah 2009.
Lanjutan Tabel 13.
Komponen Analisis
Masa Pemerintahan Marga hingga tahun
1982 Masa Pemerintahan
Kabupaten 1983-2008
Pemberian sanksi kepada
pengguna yang melanggar aturan
sesuai dengan tingkatan
kesalahan; Pasirah dan Kepala Dusun
secara langsung sebagai pemberi sanksi bertahap
bagi pelanggar aturan sesuai dengan tingkatan kesalahan
yang dilakukan masyarakat nelayan;
Tidak ada sanksi bagi pelanggar aturan pada tingkat nelayan
maupun pada tingkat pengemin; Penerapan pemberian sanksi
hanya ada diberlakukan oleh pengemin terhadap nelayan
perorangan yang menyewa untuk menangkap ikan.
Mekanisme penyelesaian
konflik yang dapat diakses
secara cepat, biaya rendah dan
tersedia secara lokal;
Tersedia mekanisme penyelesaian konflik yang
dibuat oleh pemerintah Marga, sehingga tersedia
secara lokal dan dapat diakses secara cepat oleh
masyarakat nelayan. Penegak aturan dalam hal
ini adalah Kepala Dusun dan Pasirah Kepala Marga
yang tersedia secara lokal. Mekanisme penyelesaian
konflik yang dibuat oleh pemerintah hanya didasarkan
pada pengaturan formal oleh pejabat yang berwenang yang
didasarkan kepada hukum positif dan tidak tersedia secara
lokal sehingga pelanggaran yang dilakukan masyarakat
nelayan tidak ada sanksi.
Pengorganisasian hak kepemilikan
yang diakui bagi para pengguna
atau kelembagaannya
yang tidak dapat dikuasai atau
dicampurtangani oleh pemerintah.
Pengorganisasian yang ada yang ditetapkan oleh
pemerintah Marga secara otonom serta dipahami dan
dimengerti oleh pengguna melalui kelembagaan secara
formal maupun non formal. Pengorganisasian yang ada
tergolong terpusat pada tingkat kabupaten, sementara yang
diatur adalah masyarakat nelayan pada tingkat pedesaan,
sehingga terjadi peningkatan biaya transaksi, yang secara
tidak langsung menjadi beban sumber daya perikanan.
Jaringan usaha yang merupakan
kegiatan pemerintah pada
berbagai tingkatan usaha.
Tidak ada jaringan usaha dan Marga merupakan
tingkatan administratif yang paling rendah terkait dalam
operasional penangkapan ikan.
Tidak ada jaringan usaha meskipun kabupaten dan
kecamatan bukan merupakan tingkatan administratif yang
paling rendah dalam operasional penangkapan ikan.
Sumber: Data Primer Diolah 2009.
Berdasarkan Tabel 13 dapat dikemukakan bahwa kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan perairan umum lebak lebung di masa
pemerintahan Marga ditinjau dari 8 delapan komponen yang merujuk kepada
keberlanjutan kelembagaan masih berada pada kondisi yang efektif jika dibandingkan dengan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan
“lelang lebak lebung” pada masa pemerintahan kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa
kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan “lelang lebak lebung” pada
masa pemerintahan Marga berfungsi sebagai wadah Pengaturan terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan PULL. Perubahan
kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan “lelang lebak lebung”terlihat menjadi tidak efektif, terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
perikanan PULL. Beberapa prinsip yang tidak dapat dipenuhi guna efektifitas fungsi
kelembagaan pada masa pemerintahan kabupaten antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan prinsip batas yang dapat ditentukan dengan jelas untuk dapat
menentukan kepemilikan sebagai akibat luasnya wilayah pengaturan pelelangan, termasuk tidak dikenalnya batas-batas sumber daya secara fisik di lapangan oleh
masyarakat pengguna dan pengelola sumber daya; Kemudian, distribusi manfaat dari aturan yang tepatguna proporsional dengan pembiayaannya tidak dapat
terpenuhi sebagai akibat keinginan pengemin yang cenderung menguras sumber daya sebanyak-banyaknya guna meraih keuntungan yang setinggi-tingginya;
Di lain pihak, pengaturan pilihan kolektif hanya mengandalkan pengemin, tidak ada pengaturan yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah sebagai akibat
terbatasnya sumber daya untuk pengawasan dan tidak adanya sistem pengawasan yang berbasis masyarakat nelayan; Juga, tidak ada pula kegiatan monitoring
kondisi sumber daya dan perilaku penggunanya yang berasal dari pihak yang akuntabel. Terkait dengan hal ini, tidak ada sanksi bagi pelanggar aturan sesuai
dengan tingkatan kesalahan, serta tidak ada juga mekanisme penyelesaian konflik yang dapat diakses secara cepat, biaya rendah dan tersedia secara lokal. Dan
akibat lebih lanjut adalah dalam pengorganisasian hak kepemilikan memerlukan biaya transaksi yang tinggi dan tidak ada jaringan usaha pada berbagai tingkatan
usaha Tambahan pula batas-batas perairan secara fisik tidak jelas bagi
pemerintah kabupaten, hanya mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Marga, sehingga kondisi saat ini sudah berbeda dengan ciri-ciri alam
yang ditunjukkan pada masa pemerintahan marga. Hal ini menjadi pemicu konflik diantara nelayan pada saat melakukan penangkapan ikan di perbatasan. Hal ini
terjadi di desa Berkat, nelayan luar desa yang berbatasan sering menangkap ikan di dalam wilayah desa Berkat di dekat batas, sehingga terjadi konflik antar
nelayan. Kemudian, terkait dengan distribusi manfaat, lebih mengarah kepada proses terbentuknya sistem ekonomi kapitalis. Hal ini sebagai akibat kuatnya
aturan dalam Perda Kabupaten yang mengatur peserta lelang perairan secara bebas, tidak dibatasi hanya nelayan. Dalam hal ini, seharusnya hanya masyarakat
nelayan yang memiliki hak untuk menjadi peserta dan penawar lelang perairan dan terbatas pula hanya dalam kesatuan wilayah yang lebih kecil misalnya
pedesaan, bukan kabupaten. Penetapan peserta berdasarkan pemukiman di dalam wilayah kabupaten memberikan peluang kepada masyarakat luar wilayah perairan
yang bersangkutan untuk mengelola dan memanfaatkan secara maksimal perairan yang dikuasainya.
Lebih lanjut, keterbatasan utama pemerintah kabupaten adalah tidak dapat melaksanakan kegiatan memonitor kondisi sumber daya dan perilaku masyarakat
nelayan dalam memanfaatkan sumber daya perikanan PULL. Dalam hal ini, pemerintah kabupaten baik sebagai pengawas lelang maupun sebagai pembina
masyarakat nelayan tidak memiliki cukup sarana, prasarana, dana dan petugas untuk melaksanakan fungsi monitoring tersebut. Akibat lebih lanjut adalah tidak
adanya pemberian sanksi bagi pelanggar peraturan terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan PULL, meskipun tersedia mekanisme
penyelesaian konflik yang didasarkan atas kewenangan pejabat tertentu dan pemberlakuan hukum positif. Akhirnya, dapat dimengerti dan dipelajari
berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa pengorganisasian kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan PULL yang diterapkan pemerintah kabupaten
tidak efektif kaitannya dengan upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan PULL.
Di sisi lain, pada tahun penangkapan ikan 2009 dan 2010 kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan pada PULL dibagi dua kategori yaitu ada
yang dilelang dan ada perairan yang tidak dilelang. Prosedur pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan perairan umum yang dilelang pada prinsipnya
sama dengan yang berlaku pada periode 1983 hingga tahun 2008. Di lain pihak, pada perairan yang tidak dilelang diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah
desa bersama masyarakat dan dalam hal ini pemerintah desa berkewajiban membuat Peraturan Desa Perdes dengan tetap berpedoman kepada Perda No. 9
Tahun 2008. Dengan dasar Perda Kab. OKI terbaru No. 9 Tahun 2008 berlaku untuk tahun usaha penangkapan 2009, maka pemerintah desa Berkat membuat
Perdes, yaitu Perdes No.1 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sumber daya Perikanan PULL di Wilayah Desa Berkat Lampiran 2.
Dalam membuat Perdes ini, pemerintah desa bekerjasama dengan masyarakat, terutama masyarakat nelayan dan pemangku kepentingan lainnya
mempersiapkan secara bersama terhadap hal-hal yang terkait dengan pengelolaan sumber daya perikanan PULL di wilayah Desa Berkat ini. Berdasarkan telaah
terhadap Peraturan Desa Berkat tersebut diketahui bahwa dalam Perdes tersebut telah dimasukkan prinsip-prinsip yang terkait dengan pengelolaan sumber daya
perikanan perairan umum serta cara masyarakat nelayan untuk dapat mengakses sumber daya perikanan itu sendiri. Prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya
perikanan tersebut, adalah sebagai berikut; a
Maksud dan tujuan peraturan desa adalah untuk mengatur tata cara dan pelaksanaan pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya di dalamnya dengan
tujuan untuk tercapainya pemberdayaan ekonomi masyarakat desa dalam rangka penguatan otonomi dan peningkatan pendapatan desa.
b Adanya penetapan sebagian sungai dalam wilayah desa tersebut yang tidak
dilelang sebagai wilayah perairan Sungai Larangan, beserta batas-batasnya; yaitu dimulai dari ujung jalan setapak dekat lahan sawah yang merupakan
milik Lisar sampai ke simpang empat jembatan besi dekat sawah milik Saiful Anwar.
c Adanya penetapan larangan dalam kaitannya dengan sungai larangan, yaitu
dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak kelestarian sumber daya ikan dan habitatnya; Kemudian, dilarang pula melakukan Penangkapan Ikan
dengan menggunakan empang danatau arad, mengesar serta alat, bahan dan cara yang dilarang oleh Peraturan Perundang-undangan.
d Adanya penetapan tata cara pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan
di perairan umum rawa banjiran di desa Berkat, yaitu hanya dapat dimanfaatkan terhadap sumber daya ikan yang tidak dilarang menurut
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Kemudian, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan di Lebak, Lebung
dan Sungai yang tidak dilelang dilaksanakan desa dengan melindungi daerahtempat Pemijahan pengempasan ikan pada saat musim ikan memijah
ngempas. Sementara tata cara pemanfaatan dan pengelolaan Sungai Larangan akan diatur tersendiri oleh Kepala Desa atas persetujuan Badan
Permusyawaratan Desa BPD. e
Adanya penetapan tata cara penangkapan ikan, yaitu setiap orang dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan setelah mencatatkan kegiatannya
kepada Pemerintah Desa dimana Lebak dan Lebung yang tidak dilelang terletak, kecuali pada perairan Sungai yang ditetapkan menjadi Sungai
larangan. f
Adanya penetapan bagi masyarakat desa yang ingin menangkap ikan hanya untuk keperluan makan sehari-hari dibebaskan dari pembayaran biaya
administrasi. g
Adanya penetapan yang terkait dengan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh desa.
h Adanya penetapan yang terkait dengan perlindungan dan pelestarian sumber
daya ikan di Lebak, Lebung dan Sungai yang tidak dilelang dilakukan dalam upaya tercapainya pemanfaatan sumber daya ikan secara optimal dan
berkelanjutan untuk kesejahteraan Masyarakat Desa. i
Adanya penetapan larangan umum bagi setiap orang di Lebak, Lebung dan Sungai yang tidak di lelang dilarang.
Hasil telaah terhadap isi dan kandungan makna aturan yang terdapat pada Peraturan Desa Berkat No. 1 Tahun 2009 dikaitkan dengan 8 delapan prinsip
keberlanjutan kelembagaan yang dikemukakan oleh Ostrom 1990 dalam Ostrom 1999 dan Ostrom 2008, maka dapat dikemukakan bahwa pemenuhan kriteria
tersebut adalah sebagai berikut:
1 Prinsip batas yang dapat ditentukan dengan jelas untuk dapat menentukan
kepemilikan seseorang atau rumah tangga terhadap sumber daya; diatur dan ditetapkan berdasarkan kesepakatan seluruh unsure masyarakat dalam suatu
musyawarah. Telah pula ditetapkan bagaimana mengakses sumber daya bagi masyarakat nelayan, pengaturan penangkapan, larangan penangkapan
ikan, termasuk batas-batas areal yang dinyatakan sebagai daerah konservasi. Tambahan pula terdapat pengaturan penangkapan jenis ikan tertentu. Dalam
hal ini, juga termasuk pengaturan pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan menggunakan bahan dan cara penangkapan yang
dilarang. 2
Distribusi manfaat; dalam hal ini, masyarakat nelayan mendapatkan mendapatkan manfaat sesuai dengan alat tangkap dan biaya yang mereka
keluarkan dalam kegiatan penangkapan ikan.Masyarakat nelayan juga mengerti dan memahami Pengaturan yang terkait dengan waktu dan tempat
penangkapan ikan, teknologi yang boleh digunakan dan sesuai dengan kondisi lokal.
3 Pengaturan pilihan-kolektif; tanpa kecuali semua masyarakat desa
diperlakukan sama terhadap aturan yang diberlakukan melalui Peraturan Desa ini dan tidak ada yang diperlakukan secara istimewa.
4 Kegiatan yang bersifat memonitor kondisi sumber daya dan perilaku
penggunanya yang akuntabel; dalam hal ini dibentuk tim keamanan desa untuk pengawasan penangkapan terhadap orang luar desa dan penggunaan
bahan dan alat tangkap yang dilarang dalam pengaturan Perda dan Perdes. 5
Pemberian sanksi kepada pengguna yang melanggar aturan; dalam hal ini, pelanggar aturan diberi sanksi secara bertahap sesuai dengan aturan yang
berlaku. Pertama-tama diberikan peringatan secara lisan sekaligus peringatan keras terhadap pelanggar aturan penangkapan ikan, termasuk
areal batas antar desa. Kemudian, pelanggaran kedua langsung diselesaikan secara hukum dengan melaporkannya kepada yang berwajib.
6 Mekanisme penyelesaian konflik dibuat secara berjenjang di tingkat satuan
keamanan, kepala desa, dan kepolisian; dan dapat diakses secara cepat, biaya rendah dan tersedia secara lokal.
7 Pengorganisasian hak kepemilikan yang dibuat di dalam Perdes telah
disepakati dan disetujui oleh masyarakat dan tidak ada campur tangan pemerintah kecamatan dan kabupaten.
8 Jaringan usaha, yang dalam hal ini bermakna bahwa pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya perikanan PULL yang diatur dengan Peraturan Desa pada tingkat desa dapat saja dipertahankan dan kesepakatannya dapat
saja diubah sesuai dengan hasil kesepakatan diantara pemerintah desa dengan masyarakat nelayan dan anggota masyarakat lainnya dalam suatu
pengaturan perubahan peraturan desa.
Beberapa hasil pengamatan setelah adanya perubahan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan pada perairan yang tidak dilelang, antara lain
adalah tidak ada lagi “pengemin” atau pemenang lelang pada wilayah Desa Berkat ini. Berdasarkan aturan yang ditetapkan dalam Perdes, seluruh masyarakat desa
berhak menangkap ikan dan bagi mereka yang akan melaksanakan penangkapan ikan diwajibkan mendaftarkan diri kepada Kepala Desa dan membayar uang
administrasi berkisar Rp.5.000.- hingga Rp.25.000.- Suatu hal yang teramati juga adalah meningkatnya masyarakat yang melaksanakan penangkapan ikan menjadi
lebih dari 150 orang, padahal biasanya mereka yang menjadi nelayan hanya berkisar 70
– 75 orang. Dengan demikian terlihat bahwa dari segi isi terlihat bahwa peraturan desa
merupakan wadah pengaturan terkait pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan PULL yang memenuhi prinsip keberlanjutan kelembagaan menurut
prinsip yang dikemukakan Ostrom 1990; 2008. Dengan kata lain, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari segi isi, ternyata peraturan desa yang
dirancang di salah satu desa yang memiliki areal PULL sama efektifnya dengan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan “lelang lebak lebung” yang
berlaku pada periode pemerintahan Marga.
5.4 Ikhtisar