Masa Pemerintahan Marga EFEKTIFITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN

V. EFEKTIFITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN

“LELANG LEBAK LEBUNG”, Efektifitas kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan “lelang lebak lebung” dalam hal ini dikemukakan dalam bentuk deskripsi yang mengemukakan bahwa kelembagaan tersebut berfungsi dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan PULL. Efektifitas kelembagaan tersebut di identifikasi dan dianalisis berdasarkan 8 delapan prinsip penyusun kelembagaan menurut Ostrom 1999; 2008 yang kesemuanya jika terdapat dalam kinerja kelembagaan tersebut akan menggambarkan bahwa kelembagaan tersebut efektif dan melembaga dengan baik dalam masyarakat pemanfaat sumber daya perikanan yang dikelola. Kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan “lelang lebak lebung” dalam penelitian ini pada prinsipnya di identifikasi dan di analisis fungsinya berdasarkan dua periode pemerintahan yang diberlakukan dalam wilayah Sumatera Selatan, termasuk di Kabupaten Ogan Komering Ilir OKI. Masa pemerintahan yang pertama adalah masa pemerintahan Marga yaitu masa pemerintahan sebelum dibentuknya desa-desa di Sumatera Selatan dengan adanya pemberlakuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yaitu sejak adanya pemerintahan Marga sekitar tahun 1830 hingga tahun 1982. Kemudian, masa pemerintahan kabupaten, yaitu masa pengelolaan sumber daya perikanan lelang lebak lebung tersebut diserahkan oleh pemerintahan propinsi kepada pemerintah kabupaten sejak tahun 1983 hingga tahun 2008. Pada masa pemerintahan kabupaten juga dilakukan analisis efektifitas pada wilayah pedesaan yang tidak dilelang dengan berdasarkan Peraturan Desa yang telah dibuat untuk tahun usaha penangkapan 2009 dan 2010.

5.1 Masa Pemerintahan Marga

Pengelolaan sumber daya perikanan perairan umum lebak lebung di Sumatera Selatan Sumsel, pertama kali ditetapkan pemerintahan Marga Arsyad, 1982. Menurut Truman 2007 istilah Marga yang didapat dalam piagam-piagam Kesultanan Palembang Darusalam sekitar abad ke 18, berasal dari bahasa Sankskerta yaitu Varga yang maknanya “serikat dusun-dusun” baik berdasarkan genealogis maupun territorial. Marga yang dibentuk oleh Kesultanan Palembang Darusalam merupakan gabungan dari beberapa berkisar antara tiga atau lebih kesumbayan yang berada diwilayah bersebelahan dalam kesatuan organisasi dibawah kepemimpinan seorang Pasirah. Pada masa kesultanan inilah pemerintahan Marga mulai dilembagakan menjadi pemerintahan terendah dibawah kesultanan Palembang Darusalam Truman, 2007. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pemerintahan Marga merupakan susunan masyarakat yang berdasarkan atas adat dan hukum adat, serta mempunyai wilayah tertentu. Bahkan Marga hidup menurut adat yang berlaku sejak Marga itu mulai dibentuk jauh di waktu yang lampau dan adat menjiwai kehidupan warganya, masyarakat dan pemerintahnya Truman, 2007. Selain itu masyarakatnya juga mempunyai ikatan lahir batin yang kuat, yang sejak awalnya telah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri hak otonom. Dilihat dari bentuk pemerintahannya, Marga merupakan komunitas asli atau yang kita sebut masyarakat adat yang berfungsi sebagai self governing community, yaitu sebuah kominitas sosio-kultural yang bisa mengatur diri sendiri. Mereka memiliki lembaga sendiri, perangkat hukum, dan acuan yang jelas dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, serta tidak memiliki ketergantungan terhadap pihak luar, karena memang mereka bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. Truman 2007 menjelaskan juga bahwa pemerintahan Marga juga memiliki ruang lingkup kewenangan, meliputi kewenangan perundangan, kewenangan pemerintahanpelaksanaan, kewenangan peradilan dan kewenangan kepolisian. Truman 2007 pada akhirnya menyimpulkan bahwa sistem pemerintahan Marga dapat dipahami sebagai. Pertama, Marga adalah masyarakat hukum, berfungsi sebagai kesatuan wilayah pemerintahan terdepan ditingkat lokal; Kedua Marga, berhak mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hukum adat; Ketiga, susunan pemerintahan Marga ditentukan oleh hukum adat melalui konstitusiundang-undang Simbur Tjahaja peraturan tertulis yang dibuat oleh Kesultanan Palembang Darusalam; Kempat, pemerintah Marga didampingi Dewan Marga membuat peraturan dalam rangka kewenangan menurut hukum adat; dan Kelima, pemerintah Marga dalam menetapkan sanksi atas peraturan Truman, 2007. Dalam pemerintahan Marga aturan-aturan yang dipakai mengacu pada undang-undang Simbur Cahaya, begitu juga dalam pengaturan pemerintahannya. Pemerintahan Marga dalam undang-undang Simbur Cahaya terdiri dari beberapa dusun, sedangkan dusun terdiri dari beberapa kampung. Masing-masing unit sosial ini dipimpin oleh seorang Pasirah, Kerio dan Penggawa. Pembarab ialah kepala dusun Kerio dimana seorang pasirah tinggal. Seorang Pembarab mempunyai kekuasaan untuk menggantikan seorang Pasirah apabila Pasirah berhalangan hadir dalam suatu acarakegiatan. Pasirah dan Kerio dibantu oleh Penghulu dan Ketib dalam penanganan urusan religius atau keagamaan. Kemit Marga dan Kemit dusun ditugaskan untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan urusan keamanan. Pada masa pemeritahan kolonial Belanda kemudian dibuatkan Inlandsche Gemeente Ordonantie voor Palembang IGOP tahun 1919 yang diganti pula dengan Staadblad Hindia Belanda No. 490 Tahun 1938 Arsyad, 1982. Kemudian, setelah ada pengarahan dari pemerintah pusat kepada daerah Sumatera Selatan, maka dikeluarkan Peraturan Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Selatan No. 8Perdass19731974 tgl. 14 Juli 1974 Tentang Lelang Lebak Lebung yang mengatur keseragaman peraturan tata cara lelang perairan di Propinsi Sumatera Selatan. Kemudian disempurnakan melalui Perda Prop. Sumsel No. 6 Tahun 1978 tentang perubahan pengaturan lelang lebak lebung. Dalam hal ini, peraturan daerah tingkat propinsi tersebut tetap memberikan kewenangan kepada pemerintahan marga untuk melaksanakan pengaturan lelang lebak lebung di wilayah Sumatera Selatan. Pengelolaan sumber daya perikanan ”lelang lebak lebung” pada masa pemerintahan marga dapat dikemukakan bahwa penanggung jawab dan pengawas serta pelaksana lelang berada di satu komando yaitu ditangani secara langsung oleh Pasirah Kepala Marga. Keberadaan pengorganisasian hak kepemilikan yang dilakukan oleh Pasirah diakui oleh masyarakat dalam wilayah Marga yang bersangkutan yang kesemuanya dapat dikategorikan sebagai pengguna dan kelembagaannya tidak dapat dikuasai atau dicampurtangani oleh pemerintah, karena pemerintahan Marga ini bersifat otonom. Asal usul terbentuknya kelembagaan marga yang dalam hal ini termasuk mengatur hak kepemilikan sumber daya lahan atau perairan atau pengaturan pemanfaatan sumber daya perikanan di perairan lebak lebung. Proses pemilihan Pasirah sebagai Kepala Marga adalah hasil pemilihan masyarakat dalam wilayah marga tersebut. Peserta pelelangan hanya dapat diiukti oleh penduduk yang bermukim di dalam wilayah Marga yang bersangkutan yang luasnya diperkirakan berkisar antara 2-4 desa saat ini. Mereka yang menjadi peserta lelang tidak perlu mendaftarkan diri untuk mendapatkan hak dalam melakukan penawaran penawar lelang. Masyarakat umumnya memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap tempat dimana seharusnya mereka dapat melaksanakan penangkapan ikan dan alat tangkap apa saja yang harus digunakan. Pemenang lelang disebut sebagai pengemin yaitu penawar lelang yang memberikan penawaran tertinggi dan mampu membayar harganya secara tunai, yang dinyatakan sebagai pemenang lelang oleh Pasirah. Dalam hal ini, secara operasional berlaku untuk semua individu anggota masyarakat, sehingga partisipasinya dalam pelaksanaan pengaturan diharapkan dapat berlaku sama untuk semua individu. N ama-nama objek lelang tersebut tidak berubah pada setiap tahunnya dan harganya ditetapkan berdasarkan penawaran pertama yang dilakukan oleh masyarakat, bukan ditetapkan oleh Pasirah. Sementara, pembayaran dilakukan dengan cara tunai segera setelah peserta lelang memenangkan pelelangan. Hak pengemin secara umum adalah mengambil seluruh ikan dan orang lain terutama penduduk yang berada di dalam wilayah marga yang sama masih memiliki hak untuk menangkap ikan untuk keperluan makan sehari-hari. Sementara kewajiban para pihak pemenang lelang antara lain adalah menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan perairan dan larangan penggunaan alat tangkap yang telah dilarang menurut peraturan yang berlaku. Pelaksanaan lelang dilakukan secara langsung dimuka umum dengan sistem penawaran naik-naik dan tidak menerima penawaran tertulis. Lelang dilakukan setahun sekali, yang jadwal waktunya ditetapkan oleh panitia lelang melalui surat pengumuman resmi kepada khalayak ramai. Masa lelang berlaku 1 satu tahun terhitung sejak 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang bersangkutan. Peraturan tata cara lelang perairan di Prop. Sumsel yang tetap memberikan kewenangan kepada pemerintahan Marga untuk melaksanakan lelang lebak lebung adalah Perda Propinsi Sumatera Selatan No. 6 Tahun 1978 tentang Perubahan Pengaturan Lelang Lebak Lebung.

5.2 Masa Pemerintahan Kabupaten