Pe ALTERNATIF KELEMBAGAAN ADAPTIF UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN

VIII. ALTERNATIF KELEMBAGAAN ADAPTIF UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN

PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG

8.1 Pe

mbelajaran Dari Sistem “Lelang Lebak Lebung” Berdasarkan data dan informasi yang didapatkan dalam penelitian ini diketahui bahwa dari sisi pemerintah terdapat hambatan dalam menegakkan peraturan yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan perairan umum lebak lebung. Hambatan yang ada terdapat pada berbagai faktor yang mendukung pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan perairan umum yang menjadi wilayah binaannya. Sebagai contoh, belum adanya bentuk atau sistem pengawasan yang dapat memberikan sanksi terhadap pengemin ataupun nelayan yang melanggar aturan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan unuk penegakan peraturan juga belum ada mekanismenya pada tingkat lapangan, sehingga tidak ada mekanisme pemberian sanksi terhadap pelanggar aturan. Di lain pihak, pemerintah memiliki kepentingan untuk mendapatkan Pendapatan Asli Daerah PAD terhadap perairan umum lebak lebung yang menjadi objek lelang yang dilelangkan kepada masyarakat tersebut. Bentuk-bentuk kelembagaan yang ada di antara nelayan dan pedagang lokal dalam hubungannya dengan penangkapan ikan yang dilaksanakan nelayan, yaitu pedagang menyediakan modal untuk pengadaan sarana penangkapan ikan bagi nelayan. Untuk itu, nelayan berperan sebagai penangkap ikan, sementara pedagang berperan sebagai pembeli ikan yang membentuk suatu ikatan yang sosial yang saling menguntungkan. Dalam ikatan tersebut, harga ikan ditentukan berdasarkan harga pasar, sementara pinjaman dibayar secara angsuran sesuai dengan kondisi keuangan nelayan. Ikatan ini terbentuk secara lokal antara lain sebagai akibat adanya hubungan kekerabatan diantara mereka. Dengan demikian terdapat relasi antar aktor yang terbentuk dalam pemanfaatan sumber daya perikanan yaitu hubungan antar aktor yang terkait dengan pengambilan keputusan dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan perairan umum lebak lebung PULL. Relasi antar aktor dipengaruhi oleh orientasi sosial yaitu luas lingkup dan cara para aktor saling memperhitungkan satu sama lain dalam evaluasi dan pengambilan keputusan. Artinya, ada dimensi kepentingan yang menjadi orientasi sosial dalam setiap aktor yang terkait yang menjadi dasar evaluasi dan penentuan pilihan. Untuk itu, sebuah orientasi sosial terhadap diri pribadi, aktor yang lain, sebuah kelas aktor atau sebuah kolektivitas merupakan sebuah dasar bagi evaluasi dan pilihan. Orientasi para aktor dan dasar pilihannya tergantung dari kepribadiannya, hubungannya satu sama lain, serta konteks kultural tempat interaksi itu terjadi. Berbagai kondisi sosial dan pskologis yang membuat suatu pola tingkah laku atau dasar evaluasi dan pilihan tertentu lebih mungkin terjadi daripada yang lainnya, dipengaruhi oleh beberapa faktor atau kondisi. Faktor dan atau kondisi yang mempengaruhi relasi antar aktor antara lain adalah hambatan dan tersedia kemungkinan untuk bertindak. Juga dipengaruhi oleh bentuk-bentuk kelembagaan dari pertukaran dan hubungan menurut peranan. Juga, faktor-faktor kultural, etnis dan kelas serta hubungan yang terus menerus antara para aktor dan konteks hubungan, serta faktor-faktor keperibadian. Terkait dengan relasi antar aktor, Burns 1987 mengemukakan bahwa terdapat 4 empat rumusan orientasi sosial yang dimiliki para aktor dalam mengevaluasi dan pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu atau menentukan suatu pilihan. Menurut Burns 1987 orientasi sosial tersebut dapat bersifat individualisme, altruisme, permusuhan, dan kerjasama. Individualisme yaitu orientasi pada kepentingan diri pribadi; dalam hal ini, seseorang mengadakan evaluasi terhadap alternatif-alternatif tindakan dan akibatnya dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan dan nilai-nilai pribadinya. Altruisme yaitu orientasi positif pada kepentingan orang lain; dalam hal ini, seseorang mengadakan evaluasi terhadap pilihan dan akibatnya untuk memenuhi pencapaian tujuan dan nilai-nilai aktor lainnya misalnya kepentingan kelompok mengalahkan kepentingan individu pribadi. Di lain pihak, permusuhan yaitu orientasi negatif terhadap kepentingan orang lain. Dalam hal ini, seseorang mengadakan evaluasi dan memilih tindakan- tindakan alternatif yang dapat menimbulkan kekecewaan kehilangan atau kerugian terhadap tujuan dan nilai-nilai bagi seorang aktor lainnya. Kerjasama yaitu orientasi terhadap kepentingan pribadi sekaligus terhadap kepentingan orang lain. Dalam hal ini, seseorang mengadakan evaluasi terhadap tindakan-tindakan dan akibatnya berdasarkan maksud dan nilai-nilainya sendiri berdasarkan tujuan dan nilai aktor lainnya. Hasil identifikasi orientasi sosial yang terbentuk dalam relasi antar aktor terkait pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan perairan umum lebak lebung di wilayah Kab. OKI dapat dikemukakan berdasarkan relasi antara pemerintah daerah, pengemin, dan nelayan. Relasi antar pemerintah dan pengemin, antar pemerintah dan nelayan, antar pengemin dan pemerintah, antar pengemin dan nelayan, antar nelayan dan pemerintah, dan antar nelayan dan pengemin; kesemuanya lebih berorientasi individualisme. Hal ini antara lain diindikasikan dengan adanya orientasi terhadap masing-masing aktor. Dalam hal ini, pemerintah berkepentingan terhadap nilai hasil lelang terhadap sumber daya perikanan yang menjadi sumber pendapatan asli daerah PAD, tetapi juga mengadakan evaluasi terhadap tindakan-tindakan dan akibatnya berdasarkan maksud dan nilai-nilainya sendiri berdasarkan tujuan dan nilai yang ada pada pemerintah. Sementara pengemin sebagai aktor yang ingin mendapatkan keuntungan dari kekuasaan memegang hak usaha penangkapan ikan berorientasi kepada kepentingan pribadinya. Pada pelaksanaannya masyarakat nelayan selalu mendapatkan hambatan untuk dapat memenangkan pelelangan dengan adanya kewajiban membayar tunai objek lelang dengan nilai yang mencapai ratusan juta rupiah. Hal ini antara lain diindikasikan dengan adanya orientasi terhadap kepentingan pribadi pengemin yang tidak mempertimbangkan kepentingan lainnya nelayan dan kelestarian sumber daya. Dalam hal ini, pengemin berkepentingan terhadap objek lelang yang dapat menjadi sumber keuntungan baginya jika menguasai lisensi hak usaha penangkapan ikan. Hal ini antara lain diindikasikan dengan adanya perjanjian diantara pengemin dan nelayan yang memberatkan masyarakat nelayan. Dalam hal ini, pengemin juga menetapkan harga ikan lebih rendah daripada harga yang berlaku di pasaran. Di lain pihak, nelayan beranggapan bahwa pemerintah berkepentingan terhadap nilai hasil lelang terhadap sumber daya perikanan yang menjadi sumber pendapatan asli daerah PAD, tanpa memikirkan bagaimana masyarakat nelayan ditekan oleh pengemin sebagai pemegang kekuasaan hak usaha penangkapan ikan yang didapatkan dari pemerintah.Hal ini antara lain diindikasikan dengan adanya orientasi masyarakat nelayan hanya terhadap kepentingan pribadinya yaitu berusaha menangkap ikan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kelestarian sumber daya dan lingkungannya. Dalam hal ini, nelayan beranggapan bahwa pengemin juga tidak memikirkan masyarakat nelayan dalam menetapkan sewa perairan sebagai lisensi usaha penangkapan ikan bagi nelayan, yang berkepentingan sebagai sumber mata pencaharian. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa orientasi sosial yang terbentuk pada semua relasi antar aktor bersifat individualism dan lebih mengarah kepada aspek ekonomi, yang berorientasi jangka pendek serta belum mengindahkan kepentingan pihak lain, termasuk kepentingan pelestarian lingkungan dan pemanfaatan sumber daya yang berkeadilan. Oleh karena itu, optimasi peran kelembagaan sebagai konsekuensi dari relasi antar aktor tersebut memberikan makna bahwa seluruh relasi antar aktor harus berorientasi ke depan dalam bentuk kerja sama, yang bermuara kepada keberlanjutan pemanfaatan sumber daya dan pelestarian lingkungan perairan umum.

8.2 Kelembagaan Adaptif Pengelolaan Sumber daya Perikanan