Hubungan Antara Umur dengan Gejala Fisik SBS pada Responden

117 SBS. Persentase terbesar menunjukkan responden berstatus merokok di dalam ruang, mengalami SBS 20,0. Sebagai pencemar dalam ruang asap rokok merupakan bahan pencemar yang biasanya mempunyai kuantitas paling banyak dibandingkan dengan bahan pencemar lain. Terdapat sebanyak 10 21,7 responden memiliki kebiasaan merokok dalam ruang. Aktivitas merokok di dalam ruangan yang sering dilakukan oleh mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Bahkan beberapa responden kedapatan sedang merokok di depan meja kerja saat penelitian berlangsung. Pada penelitian ini tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara perilaku merokok dalam ruangan dengan kejadian SBS. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Winarti, Basuki, dan Hamid 2003, bahwa faktor kebiasaan merokok tidak terbukti berkaitan dengan gejala fisik SBS nyeri kepala. Hasil yang sama pada penelitian Oktora 2008 didapat hasil yang sama bahwa tidak ada perbedaan kejadian SBS antara pegawai yang mempunyai kebiasaan merokok dengan pegawai yang tidak memiliki kebiasaan merokok dengan nilai p=0,327. Secara teori perilaku merokok dalam ruang merupakan salah satu faktor risiko SBS. Tingginya persentase penderita SBS dari kalangan non-perokok pada penelitian ini sebabkan karena jumlah responden yang non-perokok jauh lebih tinggi. Selain itu, adanya asap rokok akan lebih dirasakan dampaknya pada kalangan non-perokok perokok pasif karena sensitivitasnya lebih tinggi. 118

6.4.5 Hubungan Antara Sensitivitas terhadap Asap Rokok dengan Gejala

Fisik SBS pada Responden Penelitian Gedung X Tahun 2013 Dari hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara sensitivitas responden penelitian terhadap asap rokok dalam ruang kerja dengan kejadian gejala fisik SBS. Persentase terbesar menunjukkan responden yang memiliki sensitivitas terhadap asap rokok di dalam ruang, mengalami SBS 59,3. Kemudian, berdasarkan hasil penelitian multivariat didapatkan bahwa sensifitas terhadap asap rokok akan berpeluang untuk menyebabkan terjadinya keluhan SBS pada responden penelitian adalah sebesar 4,782 kali pada responden yang memiliki sensitivitas terhadap asap rokok, setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin. Asap rokok yang dikeluarkan oleh seorang perokok pada umumnya terdiri dari bahan pencemar berupa karbon monoksida dan partikulat. Bagi perokok pasif hal ini juga merupakan bahaya yang selalu mengancam. Dalam jumlah tertentu asap rokok ini sangat mengganggu bagi kesehatan, seperti: mata pedih, timbul gejala batuk, pernafasan terganggu, dan sebagainya Pudjiastuti, 1998. Perokok pasif lebih sensitif terhadap karbon monoksida yaitu pada saat konsentrasi karbon monoksida 30 ppm di udara, maka gejala SBS sudah terjadi yaitu pusing. Sebaliknya perokok aktif, baru akan merasakan gejala SBS apabila konsentrasi karbon monoksida di udara 50-250 ppm NIOSH, 1991. Menurut United States Environment Protection Agency EPA faktor dari asap rokok menimbulkan efek rhinitisfaringitis, hidung tersumbat, batuk terus-