Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dalam Ruang dengan Gejala
119
menerus, iritasi konjungtiva, sakit kepala, mengisesak nafas konstraksi bronkus, dan eksaserbasi kondisi pernafasan kronis. Efek ini terjadi pada orang dewasa
yang kesehariannya terpapar oleh asap rokok di tempat aktivitas kerjanya EPA, 1991.
ETS Environmental Tobacco Smoke bersifat dinamis. ETS merupakan campuran kompleks ribuan senyawa kimia, menyebabkan berbagai iritasi, dan
ETS juga menyebabkan beberapa gejala akut khas SBS, seperti iritasi mata, hidung, dan tenggorokan Sundell et al., 1994. Berdasarkan studi Swedish
dipertengahan tahun 1990 ditemukan adanya peningkatan gejala-gejala SBS dengan Environmental Tobacco Smoke ETS.
Pada penelitian Mizoue 1998 yang dilakukan pada 1281 karyawan dengan profesi bervariasi di kota-kota negara Jepang menunjukkan bahwa paparan ETS
merupakan penentu utama dari SBS pada populasi kerja dengan prevalensi perokok yang tinggi dan beberapa tempat kerja dengan larangan merokok. Hal ini
konsisten dengan penelitian Eisner et al., 1998 bahwa berkurangnya gejala iritasi sensorik pada responden yang berprofesi sebagai bartender setelah dibuat
perlakuan pelarangan perokok di bar. Hal ini menunjukan bahwa pelarangan merokok di ruang kerja dapat menurunkan prevalensi gejala SBS. Diperkuat
dengan pernyataan dari American Journal of Epidemology 2001 bahwa tempat kerja yang memiliki aturan ketat tentang merokok dapat mengurangi tingkat
resiko terjadinya gejala SBS.
120
Hasil penelitian eksperimen Rebecca 1991 terkait responden yang sensitif ETS ETS-S dan non sensitif ETS ETS-NS dengan total 77 responden untuk
perlakuan pemaparan asap tembakau konsentrasi CO 45 ppm selama 15 menit dalam ruangan. Dihasilkan bahwa adanya gejala rhinitis hidung tersumbat, pilek
dan bersin pada 34 responden sensitif ETS. Terjadi peningkatan gejala SBS hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri dada atau sesak, dan batuk yang signifikan
p0,01 setelah paparan asap tembakau. Gejala pilek lebih besar dan lebih lama pada subyek ETS-S dibandingkan dengan subyek ETS-NS. Adanya peningkatan
yang signifikan p 0,01 pada persepsi bau dan gejala iritasi mata, iritasi hidung dan tenggorokan terjadi pada kedua kelompok studi. Sedangkan untuk gejala
iritasi hidung dan tenggorokan pada subyek ETS-S dilaporkan lebih signifikan.