54
jumlah tertentu asap rokok ini sangat mengganggu kesehatan, seperti mata pedih, timbul gejala batuk, pernafasan terganggu, dan sebagainya Pudjiastuti, dkk,
1998.
2.6.5 Sensitifitas Responden Penelitian terhadap Asap Rokok
Perokok pasif lebih sensitif terhadap karbon monoksida yaitu pada saat konsentrasi karbon monoksida 30 ppm di udara, maka gejala SBS sudah terjadi
yaitu pusing. Sebaliknya perokok aktif, baru akan merasakan gejala SBS apabila konsentrasi karbon monoksida di udara 50-250 ppm EPA, 1991.
Konsentrasi asap rokok yang ada di udara turut mempengaruhi keadaan emosional para pekerja yang berada di sekitar perokok aktif, sehingga gejala
psikososial juga turut dirasakan oleh perokok pasif. Pengendalian asap rokok pada udara dalam ruang adalah dengan kebijakan larangan merokok di dalam
ruang dan penyediaan smoking area tersendiri di luar BiNardi, 2003. Perokok pasif yang berada pada ruangan yang sama dengan perokok aktif
akan memiliki gejala yang sama pada orang yang bekerja dengan lingkungan yang bebas dari asap rokok Burge, 2004. Salah satu penelitian pernah
membuktikan penurunan gejala setelah merokok dilarang di area kerja, tetapi penelitian lain tidak berhasil menunjukan efek merokok dengan gejala-gejala
tersebut Burge, 2004. WHO 2000 mendefinisikan bahwa merokok aktif adalah aktifitas
meghisap rokok secara rutin minimal satu batang sehari.
55
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan pada 77 orang dewasa yang sensitif Environmental Tobacco Smoke Sensitive ETS-S dan yang non-sensitif
ETS ETS-NS dengan pemaparan asap tembakau konsentrasi CO 45 ppm selama 15 menit dalam ruangan. Diketahui bahwa 34 22 dari 77 melaporkan
adanya gejala satu atau lebih gejala rhinitis hidung tersumbat, pilek dan bersin yang dirasakan responden ETS-S. Responden ETS-S melaporkan signifikan
p0,01 meningkat dalam hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri dada atau sesak, dan batuk setelah paparan asap tembakau. Gejala pilek lebih besar dan lebih lama
pada subyek ETS-S dibandingkan dengan subyek ETS-NS . Signifikan p0,01 meningkat dalam persepsi bau dan iritasi mata, iritasi hidung, dan tenggorokan
terjadi pada kedua kelompok studi, tetapi subyek ETS-S dilaporkan secara lebih signifikan pada gejala iritasi hidung dan tenggorokan Rebecca et al, 1991.
2.7 Baku Mutu Kualitas Udara dalam Ruang Kerja Perkantoran
Baku mutu kualitas udara dalam ruang berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1405MenkesSKXI2002, menyatakan bahwa persyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran sebagai berikut: a. Suhu dan Kelembaban
- Suhu: 18 - 28
o
C -
Kelembaban : 40 – 60