Analisa Multivariat HASIL PENELITIAN

106 Tabel 5.15 Hasil Akhir Permodelan Variabel Independen dengan Gejala Fisik SBS Responden Penelitian Gedung X Tahun 2013 No. Variabel B P wald ExpB 95 CI 1 Jenis Kelamin 2,211 0,003 9,124 2,153-38,656 2 Sensitivitas terhadap asap rokok 1,565 0,044 4,782 1,044-21,893 Hasil tabel 5.15 diperoleh bahwa nilai PR jenis kelamin 9,124, artinya responden penelitian berjenis kelamin perempuan berpeluang untuk mengalami keluhan SBS sebesar 9,124 kali dibandingkan dengan responden penelitian berkjenis kelamin laki-laki. Kemudian hasil analisis diperoleh bahwa pada nilai PR sensitivitas terhadap asap rokok 4,782, artinya pada responden penelitian yang memiliki sensitivitas terhadap asap rokok, akan mengalami keluhan SBS sebesar 4,782 kali dibandingkan pada responden penelitian yang tidak sensitif terhadap asap rokok. Kemudian setelah didapat nilai PR dari kedua variabel terakhir yang masuk permodelan diambilah kesimpulan bahwa variabel jenis kelamin menjadi faktor yang paling dominan hubungannya dengan kejadian gejala fisik SBS yang terjadi dengan nilai PR yang lebih besar dari variabel sensitivitas terhadap asap rokok. 107

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang bertujuan untuk mencari hubungan antara jumlah koloni bakteri patogen udara dalam ruang dan faktor demografi dengan kejadian gejala fisik SBS pada responden penelitian dengan melakukan pengukuran sesaat. Namun baik variabel faktor risiko maupun variabel efek dinilai bersamaan. Faktor-faktor risiko serta efek diukur menurut keadaan atau statusnya pada waktu observasi, jadi tidak ada tindak lanjut atau follow up. Pada studi ini masih ditemukan beberapa keterbatasan dan kekurangan, meliputi:  Sulitnya menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data risiko dan efek dilakukan pada saat bersamaan, akibatnya tidak mungkin ditentukan mana penyebab dan mana akibat.  Timbulnya gejala SBS pada responden penelitian hanya berdasarkan persepsi, kemampuan mengingat dan kerjasama responden tanpa ditunjang dengan pemeriksaan klinik atau laboratorium dan dibatasi hanya pada ada atau tidak adanya gejala selama periode waktu penelitian.  Penentuan responden dibatasi oleh pihak pengelola gedung terkait masalah perizinan, karena hal tersebut peneliti tidak dapat mempresentasikan secara keseluruhan kejadian gejala fisik SBS di Gedung X 108  Secara teori terdapat beberapa variabel seperti kualitas kimia dan fisik udara yang mungkin berhubungan dengan keluhan SBS, namun variabel tersebut tidak diteliti karena keterbatasan waktu dan biaya. Oleh karena itu, penelitian ini hanya dibatasi pada faktor mikrobiologi udara bakteri patogen dan karakteristik responden jenis kelamin, umur, status gizi, kebiasaan merokok dalam ruang, dan sensitivitas responden terhadap asap rokok  Pengukuran jumlah koloni bakteri patogen dalam ruang kerja tidak diukur secara terus menerus pada periode tertentu dan tidak dilakukan pengulangan dalam periode pengukuran. Fluktuasi data dan kecenderungan kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan tidak bisa ditentukan secara tepat.  Alat yang digunakan dalam pengukuran kecepatan udara tidak terlalu sensitif terhadap udara yang ada, sehingga dikhawatirkan hal ini dapat mempengaruhi hasil pengukuran yang ada.

6.2 Gejala Fisik SBS pada Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

SBS merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh buruknya kualitas udara dalam ruangan, yang terjadi minimal satu gejala dirasakan oleh 30 dari total responden di dalam gedung WHO, 2005. Kemudian penentuan gejala fisik SBS ditopang juga oleh Indikator SBS yang dikutip dari EPA Indoor Air Facts No. 4 1991: a. Responden penelitian dalam gedung mengeluhkan gejala-gejala ketidaknyamanan akut seperti sakit kepala, iritasi mata, hidung, tenggorokan, 109 batuk kering, kulit kering atau gatal, pusing dan mual, kesulitan berkonsentrasi, lelah dan bau b. Penyebab dari gejala-gejala tidak diketahui c. Kebanyakan responden penelitian sembuh setelah meninggalkan gedung Berdasarkan hasil penelitian ternyata keluhan terhadap kasus gejala fisik SBS terlihat bahwa 20 responden 43,5 mengalami gejala fisik SBS dan 26 responden 43,5 tidak mengalami kasus gejala fisik SBS. Angka tersebut merupakan angka yang cukup tinggi dalam kasus ini karena hampir setengah dari jumlah total responden mengalami gejala fisik SBS. Berdasarkan jumlah yang ada, sebaiknya keluhan yang ada ini sangat perlu diwaspadai untuk kemudian dilakukan penanganan dan pencegahan terhadap keluhan yang ada, agar keluhan yang ada dapat dikurangi dan tidak bertambah banyak di kemudian hari. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa gejala fisik SBS yang paling banyak dikeluhkan adalah kulit kering sebanyak 19 responden 41,3, kemudian rasa kekeringan pada bibir sebanyak 17 responden 37,0, rasa lelah sebanyak 15 responden 32,0. Sedangkan gejala fisik yang paling sedikit dirasakan adalah pilek sebanyak 9 responden 19,6, serak pada tenggorokan sebanyak 7 responden 15,2, sakit kepala sebanyak 6 responden 13, batuk-batuk sebanyak 4 responden 8,7, iritasi mata sebanyak 4 responden 8,7, iritasi hidung hanya sekitar 4 responden 8,7. Lalu sulit berkonsentrasi, radang tenggorokan sebanyak 3 responden 6,5, dan iritasi tenggorokan, sulit berkonsentrasi, sakit telinga, mual serta pusing-pusing 110 sebanyak 2 responden 4,3. Kulit gatal-gatal dan sesak nafas masing-masing sebanyak 1 responden 2,2, dan yang terakhir merah-merah pada kulit tidak dirasakan satupun responden 0,0. Hal di atas sejalan dengan pendapat Bobic et al., 2009, Eriksson dan Stenberg 2006 dalam Wahab 2010 bahwa gejala-gejala SBS dikelompokkan dalam beberapa kategori gejala fisik antara lain: Pertama, iritasi membran mukosa ditandai dengan gejala seperti iritasi mata, iritasi tenggorokan, iritasi bibir, batuk, kulit kering, mata kering, hidung atau tenggorokan kering. Kedua, Efek neurotoksik ditandai dengan sakit kepala, kelelahan, sulit berkonsentrasi, pingsan. Ketiga gejala pernapasan ditandai dengan sulit bernapas, batuk, bersin, nyeri dada, dada seperti tertekan. Keempat, gejala kulit seperti kemerahan, kering dan ruam. Terakhir, perubahan sensor kimia seperti meningkatnya persepsi abnormal dengan gangguan penglihatan. Kemudian didapat bahwa frekuensi gejala-gejala yang timbul dalam satu bulan terakhir di gedung X ini terjadi bervariasi. Didapat frekuensi terbanyak gejala yang dirasakan 1-3 kali terjadi dalam sebulan adalah sakit kepala, lelah, sulit, berkonsentrasi sebanyak 9 responden 69,0, dan frekuensi terbanyak gejala yang dirasakan 1-3 terjadi dalam sepekan adalah kumpulan gejala kulit kering, gatal, merah-merah sebanyak 10 responden 50 dan rasa kekeringan bibir yang juga sebanyak 10 responden 59 , serta frekuensi terbanyak yang dirasakan setiap hari atau hampir setiap hari adalah gejala rasa kekeringan bibir sebanyak 4 responden 24 dan kumpulan gejala kulit kering, gatal, merah-merah sebanyak 4 responden 20.