Berperilaku Sabar dan Hati-hati

clxvii perbuatan. Laku juga berarti tirakat prihatin. Beberapa hal yang harus dilakukan untuk menjadikan diri lebih tenang dan memperoleh pencerahan, dalam masyarakat Jawa terdapat istilah cegah dhahar lawan guling, mengurangi makan dan tidur. Hal itu dilakukan dengan cara terus- menerus. Dalam baris berikutnya terapat kata prayitaning yang berasal dari kata prayitna. Prayitna berarti waspada dan hati-hati. Manusia diciptakan untuk hidup bersosial, artinya membaur dengan msayarakat. Dalam berkomunikasi dengan individu lain harus waspada dan berhati. Harus bisa mengendalikan diri terhadap hal-hal yang bisa merusak kekpribadian misalnya suka berfoya-foya atau menghambur-hamburkan apa yang dimiliki. Pada saat ini cukup banyak tersedia berbagai jenis makanan yang apabila tidak hati-hati mengkomsumsi akan menimbulkan ketidakseimbangan tubuh yang bisa mendatangkan penyakit. Selain itu juga tidur yang berlebuhan juga akan menimbulkan efek yang tidak baik. Pada bait tembang di atas memberikan ajaran untuk mengendalikan diri agar tidak lupa dan selalu ingat terhadap kewajiban sebagai umat manusia bahwa semua hal yang ada merupakan pemberian dari Tuhan.

3. Berperilaku Sabar dan Hati-hati

Nilai pendidikan tentang budi pekerti banyak terdapat pada serat Wulangreh, salah satunya pada bait pertama tembang Mijil berikut ini. Poma kaki padha dipuneling, ing pitutur ingong, sira uga satriya arane, kudu anteng jatmika ing budi, clxviii ruruh sarta wasis, samubarangipun. Harap diingat-ingat, nasehatku ini, kesatria-kesatria, yang berhati bijaksana berbudi mulia, sabar dan cerdas trampil, terhadap semua hal. Manusia yang memiliki watak tersebut di atas merupakan seseorang yang mengetahui tentang arti hidup dan kehidupan atas dasar agama yang dia jalani. Seseorang tersebut telah mendapatkan ketenangan batin, pencerahan, dan menemukan kepribadian atau jati diri sesungguhnya. Pernyataan di atas menyebutkan tentang hati yang bijaksana atau berbudi mulia hal ni terlihat pada kutipan berikut ‘anteng jatmika ing budi’. Pada baris berikutnya disebutkan ‘ruruh sarta wasis’ yang berarti sabar dan trampil. Tembang di atas memberikan ajaranperintah untuk bijaksana dan sabar dalam menghadapi segala hal. Pada bait berikutnya disebutkan: Lan densami mantep maring becik, lan ta wekas ingong, aja kurang iya panrimane, yen wis tinitah maring Hyang Widhi, ing badan puniki, wus papancenipun. Dan mantapkan hati kepada kebajikan, dan pesan saya, bersyukurlah semua hal yang diterimanya, jika sudah kehendak Tuhan, badan ini dititahkan begini, ini sudah takdirnya. clxix Pada bait tersebut di atas menjelaskan tentang keihlasan hati untuk menerima segala sesuatu yang diterimanya. Karena semua hal yang diterima merupakan kehendak Tuhan. Itilah dalam bahasa Jawa yaitu lila yang berarti menerima dengan keihlasan hati, segala hal yang ada sudah tidak menganggap adanya kekurangan hal ini sesuai dengan baris tembang berikut ‘aja kurang iya panrimane’. Dalam budi pekerti juga dikenal istilah pasrah hal tersebut sesuai dengan baris tembang yen wis tinitah maring Hyang Widhi, ing badan puniki, wus papancenipun’ jika sudah kehendak Tuhan, digariskan seperti ini, sudah meruakan takdirnya’. Hal tersebut harus dinikmati dan dalam hati pasrah kepada belas kasihan Tuhan. Manusia hidup didunia juga harus berserah diri kepada Tuhan, jadi segala hal yang diusahakan, diperoleh, dicapai ingatlah bahwa semuanya itu milik Allah dan harus berserah diri karena nantinya kembali lagi kepada Tuhan. Beberapa nilai pendidikan budi pekerti yang ada dalam tembang bisa di uraikan sebagai berikut; bijaksana, sabar, trampil, ikhlas lila, pasrah, dan berserah diri.

4. Berhati-hati dalam berperilaku