Berhati-hati dalam berperilaku KAJIAN TEMA, NILAI ESTETIKA, DAN PENDIDIKAN DALAM SERAT WULANGREH KARYA SRI SUSUHUNAN PAKUBUWANA IV

clxix Pada bait tersebut di atas menjelaskan tentang keihlasan hati untuk menerima segala sesuatu yang diterimanya. Karena semua hal yang diterima merupakan kehendak Tuhan. Itilah dalam bahasa Jawa yaitu lila yang berarti menerima dengan keihlasan hati, segala hal yang ada sudah tidak menganggap adanya kekurangan hal ini sesuai dengan baris tembang berikut ‘aja kurang iya panrimane’. Dalam budi pekerti juga dikenal istilah pasrah hal tersebut sesuai dengan baris tembang yen wis tinitah maring Hyang Widhi, ing badan puniki, wus papancenipun’ jika sudah kehendak Tuhan, digariskan seperti ini, sudah meruakan takdirnya’. Hal tersebut harus dinikmati dan dalam hati pasrah kepada belas kasihan Tuhan. Manusia hidup didunia juga harus berserah diri kepada Tuhan, jadi segala hal yang diusahakan, diperoleh, dicapai ingatlah bahwa semuanya itu milik Allah dan harus berserah diri karena nantinya kembali lagi kepada Tuhan. Beberapa nilai pendidikan budi pekerti yang ada dalam tembang bisa di uraikan sebagai berikut; bijaksana, sabar, trampil, ikhlas lila, pasrah, dan berserah diri.

4. Berhati-hati dalam berperilaku

Wujud dari nilai pendidikan moral kaitannya dengan diri pribadi tercantum dalam tembang Gambuh bait 9 berikut: Ing wong urip puniku, aja nganggo ambeg kang tetelu, anganggoa rereh ririh ngati-ati, den kawangwang barang laku, den waskitha solahing wong. Orang hidup didunia, jangan memiliki watak yang ketiga itu, clxx berwataklah sabar, tidak tergesa-gesa, harap teliti setiap perbutan, waspada terhadap ulah manusia. Pada bait tembang di atas, pengarang memberikan ajaran atau nasehat untuk bekal hidup di dunia. Adanya larangan memilki watak yang ‘ketiga’ yaitu adigang, adigung, adiguna. Maksud dari ungkapan tersebut yaitu suka memamerkan kekuatannya, suka memamerkan keluhurannya, suka memamerkan kepandainnya. Ketiga watak tersebut memiliki nilai yang kurang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Seseorang yang memiliki watak terebut akan banyak menimbulkan ketidaksenangan masyarakat terhadap diri pribadinya. Tetapi orang hidup dalam bermasyarakat hendaknya memiliki watak yang baik seperti pada baris tembang berikut ‘anganggoa rereh ririh ngati-ati, den kawangwang barang laku, den waskitha solahing wong’ ‘berwataklah sabar, tidak tergesa-gesa, harap teliti setiap perbutan,waspada terhadap ulah manusia’. Orang hidup di dunia haruslah memiliki watak yang baik, yaitu: rereh sabar, mengekang diri, ririh tidak tergesa-gesa, perlahan-lahan dan waspada hati-hati. Hal ini akan membuat manusia akan mendapatkan perlakuan yang baik dalam masyarakat, dan dalam kehdupan akan mendapatkan ketenangan batin. Pada bait 2 tembang Pangkur juga menyebutkan beberapa nilai pendidikan dalam kehidupan: Deduga lawan prayoga, myang watara riringa aywa lali, iku parabot satuhu, tan kena tininggala, clxxi tangi lungguh angadeg tuwin lumaku, angucap meneng anendra, duga-duga nora kari. Yang buruk dengan yang baik, serta pertimbangan hati-hati jangan dilupakan, itu sarana yang baik, tidak boleh ditinggalkan, bangun, duduk, berdiri, dan berjalan, berucap dan diam dalam tidur, pertimbangan jangan ditinggalkan. Maksud dari bait tembang di atas, pengarang memberikan ajaran atau nasehat untuk menjalani hidup di dunia harus dengan perhitungan, hal ini terlihat pada baris terakhir tembang Pangkur ‘duga-duga nora kari’ ‘pertimbanganperhitungan jangan ditinggalkan’. Pernyataan tersebut memberikan penjelasan bahwa hidup di dunia haruslah dapat membedakan dan mengetahui antara yang buruk dan yang baik. Hal tersebut sesuai dengan bait tembang di atas berikut, yaitu memperhatkan hah-hal: deduga artinya mempertimbangkan segala hal sebelum bertindak, prayoga artinya mempertimbangkan hal-hal yang baik terhadap segala sesuatu yang akan dikerjakan, watara artinya mengira- ira, mempertimbangkan apa yang akan dikerjakan, dan reringa artinya berhati-hati dalam menghadapi sesuatu yang belum meyakinkan. Jadi, dalam menjalani hidup di dunia orang tidak boleh sembrono atau melakukan sesuatu hal dengan seenaknya sendiri tanpa memperhatikan dampak atau akibat dari tindakan yang dilakukan.

5. Pengendalian Diri