Asonansi KAJIAN TEMA, NILAI ESTETIKA, DAN PENDIDIKAN DALAM SERAT WULANGREH KARYA SRI SUSUHUNAN PAKUBUWANA IV

cxxii seluruhnya seluruhnya, sebab teks yang telah disebut di atas cukup mewakili untuk menyatakan bahwa pengarang Serat Wulangreh memberikan perhatian terhadap estetika tembang kaitannya penggunaan majas aliterasi.

6. Asonansi

Asonansi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama, dengan maksud untuk memperoleh efek penekanan mencapai efek kesedapan bunyi dan keindahan. Hal tersebut terdapat pada Serat Wulangreh berikut ini: Tembang Dhandhangula bait 1.b.8, 9: tinalaten rinuruh kalawan ririh, tutur kang katula-tula. Tembang Dhandhangula bait 1.b.2, 6: mapan ewuh yen ora weruha, tur durung wruh ing rasa. Tembang Dhandhangula bait 5.b.2: tan mupakat ing patang prakara. Tembang Kinanthi bait 6.b.2: wruh solahing maling, Tembang Kinanthi bait 8.b.4.6: umbag gumunggung ing dhiri, kumenthus lawan kumaki. Tembang Gambuh bait 1. b. 1,2,3,4: Sekar gambuh ping catur, kang cinatur polah kang kalantur, tanpa tutur katula-tula katali, kadaluwarsa katutuh. Tembang Gambuh bait 4. b. 2 : adiguna adigang adigung Tembang Gambuh bait 12. b. 2,3: kakehan panggunggung dadi ku mprung, pengung bingung wekase pan angoling. Tembang Gambuh bait 14. b. 4 : wurung tampa pisungsung. Tembang Gambuh bait 16. b. 2 : durung weruh tuture angupruk. Tembang Pangkur bait 1, b. 1,7: Sekar pangkur kang winarna, denkaesthi siyang ratri. cxxiii Tembang Pangkur bait 4, b. 2,5 : anyinggahi dugi lawan prayogi, wong digsura daludur wur ing edur. Tembang Pangkur bait 9, b. 4,5,7 : drengki drohi lan dora, iren meren dahwen, jahil muthakil mbesisit. Tembang Pangkur bait 11, b. 6: luamah lawan amarah. Tembang Pangkur bait 13, b.3: watek rusuh nora urus. Tembang Pangkur bait 14, b.2, 3: angrong-pasanakan nyumur gumuling, ambuntut-arit puniku. Tembang Maskumambang bait 32, b.1: Dipun gemi nastiti ngati-ati. Tembang Maskumambang bait 33, b.1: Wani-wani nuturken wadining Gusti. Tembang Maskumambang bait 34, b.1: Ngati-ati ing rina miwah ing wengi. Bait tembang di atas merupakan contoh bentuk asonansi yang ada pada Serat Wulangreh.

b. Penciptaan Tembang Macapat

Tembang Macapat muncul pada zaman Majapahit akhir kurang lebih pada abad 16M. Pada zaman tersebut pengaruh budaya Hindu berkurang, sehingga bentuk karya sastra dengan metrum Hindu kakawin mulai berkurang, bersamaan dengan munculnya bentuk kidung dan tembang tengahan serta tembang macapat dengan metrum Jawa asli. Perkembangan Islam yang dibawa oleh para Sunan, berpengaruh pada penciptaan tembang Macapat. Tembang Macapat diciptakan oleh para walisanga, yaitu Sunan Kalijaga mencipta tembang macapat Dhandhanggula, Sunan Giri mencipta tembang Macapat Asmaradana dan Pocung, Sunan Kudus mencipta tembang Macapat Maskumambang dan cxxiv Mijil, Sunan Drajat mencipta tembang Macapat Pangkur, Sunan Bonang mencipta tembang macapat Durma, Sunan Muria mencipta tembang Macapat Sinom dan Kinanthi. Tembang Macapat dalam penciptaannya memiliki aturan atau patokan, meliputi guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Guru gatra adalah banyaknya baris dalam setiap bait tembang, Guru wilangan adalah banyaknya suku kata dalam setiap baris tembang, dan Guru lagu adalah jatuhnya suara vocal a, i, u, e, o pada setiap akhir baris. Tembang macapat secara filosofis memiliki makna terhadap kehidupan manusia, yaitu: a. Mijil yaitu dalam istilah Jawa dikenal dengan sebutan metu atau artinya keluar. Memiliki makna masa kelahiran anak, sifat tembang prihatin. Karena pada masa kehamilan dan menghadapi kelahiran anak, orang tua biasanya berperilaku prihatin. Berdoa agar dalam kelahiran seorang Ibu dan anak dapat lahir dengan selamat. b. Maskumambang yaitu menggambarkan masa anak-anak, sifat tembangnya prihatin, yaitu masa kegembiraan telah memiliki seorang anak, selalu berhati-hati dalam menjaganya. c. Sinom yaitu dalam istilah jawa dikenal dengan sebutan nom artinya menggambarkan masa muda, sifat tembangnya yaitu grapyak artinya sopan, supel. Pada masa muda biasanya masa pada waktu senang bergaul dengan siapa saja untuk memperoleh komunikasi dengan orang lain. cxxv d. Durma yaitu Menggambarkan kehidupan pada masa muda yang mencari jatidiri atau masa yang labil dan mudah terpengaruh dengan lingkungan dan keadaan. Sifat tembang Durma yaitu pemberani, karena pada masa muda biasanya memiliki watak yang berani, mudah emosi. e. Asmaradana yaitu menggambarkan kehidupan pada masa muda yang mulai jatuh cinta atau mengenal asmara. Watak tembang adalah grapyak,gembira, sedih karena pada masa tersebut seseorang merasakan jatuh cinta, dan sedih apabila seorang pasangannya tergoda oleh orang lain. f. Kinanthi yaitu menggambarkan kehidupan setelah berumah tangga, sifat tembang Kinanthi yaitu senang, kasih sayang. Menggambarkan kehidupan berkeluarga merupakan kehidupan yang menyenangkan. g. Dhandhanggula yaitu manggambarkan kehidupan pada masa tua, mulai menyelaskan hidup, segala perbuatan dan ucapan dibuat sebaik-baiknya atau manis, sifat tembang supel, manis, menyenangkan. Mulai mengatur kehidupan dengan tetangga agar dapat hidup dengan tenang, dan dapan menyesuaikan diri dengan lingkungan. h. Gambuh yaitu menggambarkan kematangan jiwa, antara cipta, rasa, dan karsa telah bersatu. Sifat tembang Gambuh yaitu pitutur dan nasehat, pada masa tersebut banyak memberikan nasihat. i. Pangkur yaitu penggambaran kehidupan manusia pada masa tua mulai ‘mungkur’ mengesampingkan urusan duniawi. Sifat tembang yaitu cxxvi semangat, yaitu pada masa tersebut manusia harus melawan hawa nafsu dengan semangat, dan sungguh-sungguh. j. Megatruh yaitu penggambaran masa kematian, pisahnya roh dengan badan. Dalam istilah Jawa ada kata “pegat” memisah, dan “roh” nyawa. Sifat tembang Macapat megatruh yaitu susah, nelangsa, sedih, prihatin karena pada masa tersebut keluarga yang akan ditinggal akan sedih. k. Pocung yaitu penggambaran kehidupan manusia telah berakhir artinya manusia telah menjadi mayat yang dipocong dikafan. Sifat tembangnya yaitu sembrono, sembarangan. Maksudnya manusia telah meninggal akan lupa segalanya.

1. Konvensi Tembang Macapat