Peningkatan Antar Sesi Layanan Bimbingan Klasikal dengan
pertama menjadi 50 di sesi kedua, dan menjadi 60 di sesi ketiga. Pencapaian pemahaman yang cukup melonjak jauh ini tentu dikarenakan
keseriusan siswa dan kenyamanan yang dirasakan siswa dalam proses implementasi yang menggunakan pendekatan experiential learning.
Secara keseluruhan terjadi peningkatan skor di setiap akhir sesi. Keunggulan pendekatan experiential learning yaitu dapat
meningkatkan gairah belajar, menciptakan suasana belajar yang kondusif, memunculkan antusias
dalam proses belajar, mendorong dan mengembangkan proses kognitif, dan mendorong siswa untuk melihat
sesuatu dari perspektif yang berbeda. Oleh karena itu, kegiatan semacam ini sangat disenangi siswa, alasannya karena siswa ingin
suasana yang berbeda dan lebih menyenangkan dalam proses belajar di kelas. Kegiatan yang menyenangkan hubungan guru dan siswa menjadi
lebih hangat. Gurupun dapat menyampaikan materi pelajaran pada siswa secara lebih mudah. Selain itu, dari pengalaman belajar ini siswa diajak
untuk merefleksikan pengalaman mereka masing-masing. Melalui refleksi pengalaman, semakin menyadari pengalamannya dan menjadi pribadi
yang lebih baik lagi, sehingga perilaku yang salah suai perlahan-lahan dapat diperbaiki.
Sejalan dengan pendapat Arifin Wibowo, 2012 tentang pendidikan karakter terintegrasi di sekolah yang memiliki banyak hambatan sehingga
pendidikan karakter kurang maksimal. Apabila dibandingkan dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pendidikan karakter dengan metode ini, guru merasa lebih mudah mengaplikasikannya dalam proses belajar mengajar di kelas.
Dari ketiga topik bimbingan dapat terlihat dinamika dari tiap siswa. Ada siswa yang terus meningkat pada tiap sesi, namun ada juga yang
dinamikanya naik turun. Kenaikan yang ditampilkan memang tidak serta merta stabil. Dinamika ini terjadi karena karakter dapat berubah-ubah tiap
saat. Sesuai dengan yang diungkapkan Nasution, 2005 bahwa pendekatan ini bermakna ketika pembelajaran dapat mempengaruhi siswa
dalam mengubah struktur kognitif siswa, mengubah sikap siswa, dan tentu memperluas keterampilan yang telah ada pada siswa. Jika ditinjau lebih
jauh, desain program akan menjadi baik apabila disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik dan disesuaikan dengan nilai karakter
yang dirasa masih perlu ditingkatkan. Apabila komponen pada pembahasan sebelumnya dipertimbangkan dengan masak, maka hasil
yang signifikan dapat berdampak dalam memperbaiki karakter siswa menjadi lebih baik.
Berdasarkan peningkatan self assessment scale dari model bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning merupakan
jawaban atas permasalahan kognitif, afektif dan konatif di SMP N Sukaresik, Jawa Barat untuk meningkatkan karakter bergaya hidup sehat.
Depdiknas 2004 mengungkapkan bahwa bimbingan klasikal adalah sarana yang dapat menunjang perkembangan optimal siswa. Siswa
diharapkan dapat mengambil manfaat yang sebanyak mungkin dari pelayanan bimbingan klasikal. Padahal siswa hanya mengikuti bimbingan
selama 2 hari dengan 3 topik mengenai karakter bergaya hidup sehat dan terjadi perubahan yang baik di setiap sesi.
Baharudin, Wahyuni, 2010 Bahwasannya fokus dari model pembelajaran experiential learning adalah untuk mempengaruhi siswa
dengan tiga cara, yaitu mengubah struktur kognitif siswa, mengubah sikap siswa afeksi dan memperluas keterampilan yang telah ada pada siswa
konasi. Jika kegiatan ini dapat berlangsung secara terus menerus dan berkelanjutan maka siswa dimungkinkan akan terus berkembang terutama
terkait karakter yang positif.