Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                ada kegagalan pada institusi pendidikan kita dalam hal menumbuhkan manusia Indonesia yang berkarakter atau berakhlak  mulia.
” Melihat  kenyataan  yang  terjadi,  banyak  sekali  hambatan  yang  terjadi
dalam  pelaksanaan  pendidikan  karakter  di  SMP.  Pendidikan  karakter  perlu dimulai  dengan  penanaman  pengetahuan  dan  kesadaran  pada  anak  sehingga
anak  memahami  cara  bertindak  yang  sesuai  nilai-nilai  moralitas.  Data penelitian  Strategis  Nasional  Barus,  Sinaga    Hastuti,  2015,  berjudul
“Pengembangan  Model  Pendidikan  Karakter  di  SMP  Berbasis  Layanan Bimbingan  Klasikal  Kolaboratif  dengan  Pendekatan
Experential Learning”, yang dilakukan oleh beberapa dosen program studi Bimbingan dan Konseling
Universitas  Sanata  Dharma,  menunjukkan  secara  empirik  36,4  dari  653 peserta didik SMP di 5 kota yang diteliti, capaian nilai-nilai karakternya masih
berada pada kategori kurang baik. Hal itu menunjukkan bahwa implementasi pendidikan
karakter terintegrasi
belum menunjukkan
hasil yang
menggembirakan. Capaian  nilai  karakter  yang  kurang  baik  ini  nampak  dalam  berbagai
permasalahan remaja, salah satunya adalah masalah seputar kesehatan remaja yang  berujung  pada  hambatan  dalam  proses  perkembangan  diri.  Remaja
kurang  memiliki  kesadaran  akan  hidup  sehat,  sehingga  remaja  memiliki berbagai  hambatan  dalam  beraktivitas  di  lingkungannya.  Menurut  survei
kesehatan reproduksi remaja Indonesia SKRRI tahun 2007, 0,7 perempuan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan 47,0 lelaki yang tidak menikah, berusia 15-19 tahun merupakan perokok aktif  hingga  saat  ini.  Provinsi  dengan  jumlah  pasien  AIDS  terbanyak  pada
pengguna napza suntik adalah Jawa Barat, sebanyak 2.366 orang. Berdasarkan riset kesehatan dasar Riskesdas 2007, secara nasional persentase kebiasaan
merokok penduduk Indonesia berumur 10 tahun sebesar 23,7, pada lelaki 46,8  dan  perempuan  3.  Persentase  penduduk  yang  kurang  memiliki
aktivitas  fisik  usia  10-14  tahun  sebesar  66,9  dan  usia  15-24  tahun  sebesar 52.
Beberapa  hal  yang  telah  disebutkan  tadi  merupakan  permasalahan remaja  yang  juga  muncul  dalam  aktivitas  pendidikan  remaja  SMP  Negeri
Sukaresik Jawa Barat. Berdasarkan survei di atas, Jawa Barat adalah provinsi dengan  jumlah  pasien  AIDS  dan  pengguna  napza  suntik  terbanyak.
Berdasarkan  pengamatan  peneliti  dan  wawancara  peneliti  dengan  beberapa guru di sekolah, diperoleh informasi bahwa sebagian siswa yang merokok aktif
di  luar  jam  pelajaran,  sebagian  siswa  belum  memahami  bahaya  merokok, sebagian  siswa  belum  memahami  pentingnya  kesehatan  diri,  sebagian  siswa
kurang  menyukai  aktivitas  olahraga,  hampir  semua  siswa  pernah  mencoba merokok, hampir semua  siswa memilih jajanan  yang kurang sehat, beberapa
siswa  belum  memiliki  kesadaran  akan  kebersihan  lingkungannya  setelah mereka  melakukan  kegiatan,  beberapa  siswa  kurang  memperhatikan
kebersihan diri, gigi, kuku hingga rambut. Tingginya perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan oleh data di
atas dapat bersumber dari labilnya sifat khas remaja, kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan,  lemahnya  nilai  moral  yang dianut,  serta buruknya
kondisi lingkungan yang turut memengaruhi. Untuk mengatasi persoalan itu, perlu  ditumbuhkan  karakter  bergaya  hidup  sehat  di  kalangan  pelajar  SMP
Negeri Sukaresik. Gaya hidup sehat adalah kesinambungan kesehatan personal dan  merupakan  aktivitas  individu,  keluarga,  atau  masyarakat,  dengan  niat
memajukan  atau  menguatkan  kesadaran  tentang  kesehatan,  mencegah  atau mengobati penyakit Mustari, 2014.
Guru BK diharapkan dapat melakukan pelayanan agar karakter bergaya hidup  sehat  yang  siswa  miliki  terus  berkembang.  Salah  satu  strategi  untuk
meningkatkan karakter bergaya hidup sehat adalah melalui layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Melalui layanan bimbingan
siswa diharapkan meningkatkan nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran di  kelas.  Experiential  Learning  adalah  sebuah  pendekatan  dalam
penyelengaraan bimbingan klasikal, dengan menggunakan dinamika kelompok yang  efektif.  Suatu  dinamika  kelompok  dikatakan  efektif  karena  dapat
menghadirkan  suasana  kejiwaan  yang  sehat  diantara  peserta  kegiatan, meningkatkan spontanitas, munculnya perasaan positif seperti senang, rileks,
gembira, menikmati, dan bangga, meningkatkan minat atau gairah untuk lebih terlibat  dalam  proses  kegiatan,  memungkinkan  terjadinya  katarsis,  serta
meningkatnya pengetahuan dan keterampilan sosial Prayitno, dkk, 1998. Berdasarkan fakta yang telah disebutkan, peneliti tertarik untuk ikut serta
dalam mengimplementasikan
pendidikan karakter
dengan tujuan
meningkatkan  karakter  dalam  diri  siswa.  Peneliti  mengangkat  judul
“Implementasi  Pendidikan  Karakter  Berbasis  Layanan  Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning untuk Meningkatkan
Karakter Bergaya Hidup Sehat” Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VII di SMP Negeri Sukaresik Jawa Barat Tahun Ajaran 20152016.
                