Perbedaan Kemampuan Investigasi Peserta Didik Kelas Pembanding dan

73 Gambar 12. Peserta didik mengerjakan post-test dan angket kemampuan investigasi Kelebihan tipe guided inquiry adalah peserta didik yang berpikir lambat tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan peserta didik yang berpikir cepat tidak memonopoli kegiatan. Hal ini disebabkan karena guru tidak melepas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik. Guru selalu mengontrol kegiatan peserta didik. Kelemahan tipe guided inquiry adalah pengalaman belajar yang didapatkan oleh peserta didik kurang. Peserta didik tidak diberi kebebasan untuk menggali kemampuan yang dimilikinya. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan arahan yang diberikan oleh guru.

3. Perbedaan Kemampuan Investigasi Peserta Didik Kelas Pembanding dan

Kelas Eksperimen Kemampuan investigasi peserta didik diukur dengan menggunakan data angket yang diberikan setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan dan menggunakan nilai laporan praktikum. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa lembar angket yang berisi 30 butir pernyataan dengan 5 kriteria penilaian, yaitu sangat setuju SS, setuju S, sedang Sd, kurang setuju KS, dan 74 tidak setuju TS. Angket kemampuan investigasi peserta didik dianalisis menggunakan T-test dan dianalisis secara deskriptif. Uji-t yang digunakan adalah uji- beda subjek karena subjek yang dianalisis adalah dua kelompok yang berbeda. Selain angket kemampuan investigasi, analisis deskriptif dilakukan terhadap skor laporan praktikum. Analisis deskriptif dilakukan dengan menentukankriteria penilaian. Penentuan kriteria penilaian berdasarkan pedoman pengkonversian skor menjadi nilai. Hasil analisis deskriptif menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara kemampuan investigasi kelas eksperimen dan kelas pembanding setelah menerapkan buku petunjuk praktikum berbasis inquiry science laboratory. Hasil yang diperoleh berdasarkan Tabel 14, pada kelas pembanding menunjukkan bahwa kemampuan investigasi diperoleh nilai rata-rata skor sebesar 3,57 yang berada pada kategori baik B. Kemampuan investigasi pada kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata skor sebesar 3,71 yang berada pada kategori baik B. Kedua kelompok tersebut berada pada kategori yang sama yaitu baik B, meskipun begitu pada kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dari kelas pembanding. Berdasarkan Tabel 16, persentase kemampuan investigasi pada masing- masing peserta didik pada kelas pembanding untuk kategori SB sangat baik sebesar 0, kategori B baik sebesar 65, kategori C cukup sebesar 31, kategori K kurang sebesar 4, dan kategori SK sangat kurang sebesar 0. Persentase kemampuan investigasi pada masing-masing peserta didik kelas eksperimen untuk kategori SB sangat baik sebesar 8, kategori B baik sebesar 65, kategori C cukup sebesar 27, serta kategori K kurang dan SK sangat kurang sebesar 0. Persentase kemampuan investigasi peserta didik pada kedua 75 kelompok kelas menunjukkan persentase yang mirip pada setiap kategori. Perbedaannya pada kelas eksperimen terdapat 8 peserta didik yang kategori kemampuan investigasinya berada pada sangat baik SB. Sementara itu apabila ditinjau dari nilai laporan praktikum pada kelas eksperimen dan kelas pembanding menunjukkan nilai rerata yang berbeda Lampiran 7. Hasil analisis deskriptif ditinjau dari skor laporan praktikum, persentase kemampuan investigasi peserta didik pada kedua kelompok kelas menunjukkan persentase yang sama pada setiap kategorinya. Kemampuan investigasi pada kelas eksperimen dan kelas pembanding berada pada kategori baik B. Jika dilihat pada Tabel 7, rerata skor nilai laporan praktikum pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas pembanding. Kemampuan investigasi ditinjau dari nilai laporan praktikum pada kelas pembanding memiliki rerata sebesar 86,29. Sedangkan nilai laporan praktikum pada kelas eksperimen memiliki rerata sebesar 89,11. Hasil nilai rerata tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata nilai yaitu nilai rerata total laporan praktikum pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas pembanding. Jika dilihat dari penskoran laporan praktikum, terdapat perbedaan skor yang besar antara kelas eksperimen dan pembanding pada indikator hipotesis, pembahasan, jawaban pertanyaan, dan daftar pustaka. Pada kelas pembanding rerata skor pada indikator landasan teori, hipotesis, pembahasan, jawaban pertanyaan, dan daftar pustaka lebih rendah dari kelas pembanding. Hal ini disebabkan karena beberapa peserta didik tidak menyertakan hipotesis dan tidak mencantumkan sumber kutipan yang diambil dalam penulisan laporan. Selain itu pada pembahasan, baik kelas eksperimen maupun kelas control masih ada beberapa peserta didik yang tidak memberikan tanggapan terhadap 76 praktikum yang telah dilakukan. Pada kelas pembanding, terdapat beberapa peserta didik yang belum menyelesaikan jawaban pertanyaan pada lembar petunjuk praktikum. Meskipun hasil uji deskriptif menyatakan terdapat perbedaan antara kemampuan investigasi kelas pembanding dan kelas eksperimen, namun uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan investigasi peserta didik kelas pembanding dan kelas eksperimen. Pada hasil analisis uji-t beda subjek, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,179 Lampiran 14. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima, sehingga memberikan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kemampuan investigasi peserta didik kelas pembanding dan kelas eksperimen. Berdasarkan hasil uji statistik tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan investigasi peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan buku petunjuk praktikum berbasis inquiry science laboratory dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan buku petunjuk praktikum berbasis cookbook. Kemampuan investigasi merupakan salah satu kerangka dasar penilaian dalam pendekatan inkuiri Lou, Blanchard Kennedy, 2015: 83. Menurut van den Berg 2013: 80, konsep pembelajaran model guided discovery learning kurang tepat digunakan untuk mempelajari kemampuan investigasi, untuk mempelajari kemampuan investigasi peserta didik diberikan kebebasan untuk merencanakan suatu percobaan. Pada tipe guided inquiry peserta didik tidak diberikan kebebasan untuk melakukan kegiatan karena peserta didik dibimbing dan diberikan arahan secara rinci dalam setiap melakukan kegiatan Fathurrohman, 2015: 114. Peserta didik 77 dibimbing dalam setiap kegiatan yang dilakukan, sehingga pembelajaran yang diterima pada sekelompok peserta didik tersebut sama rata. Rabadi, Momani, dan Rabadi 2013: 138 menyatakan bahwa pendekatan inkuiri dan kemampuan investigasi dapat meningkatkan keaktifan peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Kemampuan investigasi merupakan salah satu unsur bagian dari pendekatan inkuiri Leon, 2015: 88. Hackling dan Garnett 1992 dalam penelitiannya menyatakan bahwa kemampuan investigasi dapat mengaktifkan kemampuan metakognitifnya dalam mengomunikasikan data sesuai dengan langkahnya. Selain itu, kemampuan investigasi bisa digali melalui kegiatan laboratorium dimana peserta didik dilatih untuk menganalisis suatu masalah kemudian mencari penyelesaian masalah tersebut. Peneliti mencoba menggali kemampuan investigasi peserta didik melalui kegiatan praktikum, hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan investigasi kelas pembanding dan kelas eksperimen, apabila dilihat dari perbandingan skor angket dan laporan praktikum. Anderson 2002 mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan inkuiri akan menghasilkan produk yang positif yang salah satunya digambarkan dengan merumuskan kesimpulan berdasarkan data praktikum yang diperoleh. Garnett dan Hackling 1992 mengungkapkan bahwa dengan melatih peserta didik untuk menganalisis masalah, merencanakan percobaan, mengumpulkan data atau informasi, dan mengasosiasikan data dapat mengembangakan kemampuan investigasi peserta didik. Van den Berg 2013: 75 menyatakan bahwa kegiatan laboratorium memiliki beberapa tujuan untuk mencapai konsep pembelajaran, termasuk untuk menggali kemampuan investigasi 78 dan penggunaan instrumen. Penilaian kemampuan investigasi dapat dinilai dalam bentuk tulisan karena memuat beberapa aspek yang bisa dinilai. Penilaian kemampuan investigasi secara sederhana dapat dilakukan dengan pengamatan langsung ataupun menggunakan portofolio van den Berg, 2013. Dengan menerapkan petunjuk praktikum berbasis Inquiry Science Laboratory peserta didik sudah melatih menggunakan kemampuan investigasinya, karena peserta didik dilatih untuk merumuskan hipotesis, menyusun langkah kerja secara mandiri, serta menganalisis hasil praktikum yang diperoleh. Fathurrohman 2015 mengungkapkan bahwa kemampuan investigasi difokuskan untuk meningkatkan keterampilan proses berfikir ilmiah peserta didik, sehingga nantinya akan terciptanya suatu pemahaman konsep oleh peserta didik.

4. Perbedaan Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas pembanding dan Kelas

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25