dan variasi bahasa yang sama variation within the same language. Alih kode, campur kode, dan variasi bahasa dalam bahasa yang sama variation within the
same language merupakan pilihan bahasa yang dapat menimbulkan pergeseran dan kepunahan Romaine, 2000:44-67; Sumarsono, 2004:201-204. Dari tiga
pilihan bahasa tersebut, alih kode mempunyai konsekuensi yang paling besar. Campur kode ditemukan di dalam penelitian ini dan membuat
pemertahanan bahasa Pakpak Dairi tidak bertahan di ranah rumah dan ranah luar rumah lihat lampiran data observasi, data 7, data 8, data 9 data 12, data 13, dan
data 14. Melalui observasi yang dilakukan, campur kode juga terjadi di ranah gereja, namun tidak memberikan pengaruh yang signifikan lihat lampiran data
observasi, data 28 dan data 33 sehingga penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok dewasa dan orang tua masih bertahan lihat tabel 4.16 dan tabel 4.17.
Campur kode merupakan pencampuran unsur-unsur bahasa lain ketika melakukan komunikasi dengan masyarakat tutur lainnya. Campur kode merupakan faktor
intralinguistik kedua di Kabupaten Dairi. Campur kode terjadi ketika penutur masyarakat Dairi memasukkan unsur-unsur bahasa lain, seperti bahasa Indonesia
dan bahasa batak Toba.
5.3.2 Faktor Ekstralinguistik
Faktor ekstralinguistik adalah faktor yang berasal dari luar bahasa. Beberapa faktor ekstralinguistik yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa
Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
1. Identitas Identitas merupakan faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa
Holmes, 2001:62. Dalam hal ini bahasa daerah menunjuk pada identitas pemakai bahasa. Apabila pemakai bahasa menganggap bahasa daerah sebagai identitas
mereka, hal ini dapat mempertahankan kelanjutan penggunaan bahasa daerah mereka. Sebaliknya, apabila pemakai bahasa menganggap bahwa bahasa daerah
tidak penting untuk kelanjutan identitas mereka sebagai pemakai bahasa, hai ini yang menyebabkan pergeseran bahasa Edwards, 1985:48. Dikaitkan dengan
teori, kelompok dewasa dan kelompok orang tua menganggap bahwa bahasa daerah itu sangat penting untuk kelanjutan identitas mereka sebagai pemakai
bahasa. Hal itu tampak dengan hasil penelitian dan pengamatan di lapangan bahwa kelompok dewasa dan kelompok orang tua cenderung menggunakan
bahasa Pakpak Dairi dalam berkomunikasi. Sebaliknya, kelompok remaja mengakui bahwa bahasa daerah merupakan lambang kepribadian, namun
pengakuan mereka tidak menyertai perilaku bahasa mereka. Keadaan ini yang membuat bahasa daerah mereka bergeser dan lama-kelamaan akan punah apabila
mereka tidak menggunakan bahasa Pakpak Dairi dalam berkomunikasi. Dan itu terlihat dengan penggunaan bahasa Indonesia pada setiap ranah lihat lampiran
data observasi 2. Kepercayaan Diri
Melalui penelitian diperoleh bahwa kelompok dewasa dan orang tua secara menyeluruh memiliki rasa kepercayaan diri terhadap bahasa daerah
mereka. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan bahasa daerah pada interlokutor
Universitas Sumatera Utara
dan ranah tertentu. Masyarakat Pakpak Dairi akan menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika mereka berbicara dengan sesama suku Pakpak Dairi. Sebaliknya,
penutur Pakpak Dairi akan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba ketika mereka berbicara dengan penutur bukan Pakpak Dairi atau dengan
penutur Pakpak Dairi dan dihadiri oleh pihak ketiga penutur bukan Pakpak Dairi. Jadi, mereka menggunakan bahasa lain agar fungsi komunikasi itu
tercapai, yakni menyampaikan informasi. Sejalan dengan itu, Sumarsono 2004:200 mengatakan bahwa pemertahanan bahasa adalah sikap seseorang yang
mampu mempergunakan bahasa pada fungsi dan ranah tertentu. Dapat disimpulkan berlandaskan teori tersebut bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi
pada kelompok dewasa dan orang tua masih bertahan pada interlokutor tertentu. 3. Kesetiaan Bahasa
Kesetiaan bahasa language loyalty itu sama halnya seperti nasionalisme, yaitu daya ide yang mengisi mental dan hati manusia dengan pikiran-pikiran dan
sistem dan mengendalikan manusia untuk menerjemahkan kesadarannya dalam tingkah laku berpola. Artinya kesetiaan itu mengandung nilai mental dan emosi
yang sangat menentukan tingkah laku berbahasa dan kesetiaan bahasa inilah terutama mendorong seseorang untuk berusaha mempertahankan bahasanya
Weinreich, 1974:99. Kesetian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Holmes, 2001:52-64.
Kesetiaan merupakan salah satu faktor yang ditemukan mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Hal ini terlihat jelas
dengan penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada interlokutor tertentu, seperti
Universitas Sumatera Utara
ayahibu lihat lampiran data observasi, data 5, data 10, data 11, kakakadik lihat lampiran data observasi, data 7, suamiistri lihat lampiran data observasi, data
44 dan teman-teman sesuku lihat lampiran data observasi, data 8, data 9,data 12, data13, data 22, data 23, data 24, data 30, data 32, dan data 34. Sumarsono
2004:200 mengatakan bahwa pemertahanan bahasa adalah sikap seseorang yang mampu mempergunakan bahasa pada fungsi dan ranah tertentu. Dalam hal ini
masyarakat Pakpak Dairi menganggap bahwa bahasaPakpak Dairi adalah lambang kesetiaan.
Sejalan dengan uraian di atas Sumarsono 1990 dalam disertasi „Pemertahana Bahasa Melayu Loloan‟ mengatakan bahwa salah satu faktor yang
mendukung pemertahanan bahasa Melayu Loloan adalah loyalitas yang tinggi terhadap bahasa Melayu Loloan yang beragama Islam. Dapat disimpulkan bahwa
hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sumarsono 1990 dalam „Pemertahanan Bahasa Melayu Loloan‟ dan sesuai dengan teori yang telah di
kemukakan di atas Weinreich 1974;Holmes 2000. 4. Kebanggaan terhadap bahasa dan budaya
Kebanggaan bahasa language pride merupakan penanda diri atau identitas sebagai pemakai bahasa Garvin dan Mathiot dalam Suwito, 1983:91.
Kebanggaan bahasa dapat mempertahankan penggunaan bahasa. Kebanggaan terhadap bahasa dan budaya merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
pemertahanan bahasa Romaine 2000:44-67; Jendra 2010:145-146. Ditemukan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi
dipengaruhi oleh kebanggaan terhadap bahasa dan budaya. Sikap kebanggaan
Universitas Sumatera Utara
bahasa dimiliki oleh kelompok dewasa dan orang tua dan dibuktikan dengan penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada interlokutor tertentu. Sedangkan kelompok
remaja mengaku memiliki kebanggaan terhadap bahasa Pakpak Dairi, tetapi pengakuan mereka tidak menyertai perilaku bahasa mereka.
Sejalan dengan penelitian ini, Juliana 2012 dalam tesis „Pemertahanan Bahasa Mandailing di Medan-
Tembung‟ juga mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempertahankan penggunaan bahasa Mandailing di Medan-Tembung
adalah kebanggaan terhadap suku dan bahasa Mandailing. Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Juliana 2012 dalam
„Pemertahanan Bahasa Mandailing di Medan-Tembung‟ dan sesuai dengan teori yang telah dikemukakan di atas Garvin dan Mathiot dalam Suwito 1983; Jendra
2012; Romaine 2000. 5. Migrasi
Migrasi terjadi pada masyarakat multilingual. Migrasi dapat menyebabkan fenomena kebahasaan, seperti pemertahanan bahasa, pergeseran bahasa, dan
kepunahan bahasa. Masuknya suku Batak Toba dan suku lain di Kabupaten Dairi, membuat pemertahanan bahasa Pakpak Dairi melemah. Keadaan ini sangat
berpengaruh sekali terutama pada kelompok remaja. Kelompok remaja cenderung mengikuti perubahan yang ada di lingkungan masyarakat, sehingga penggunaan
bahasa Pakpak Dairi sudah tidak bertahan di ranah apapun, baik ranah rumah, ranah luar rumah, ranah gereja, dan ranah sekolah.
Universitas Sumatera Utara
6. Konsentrasi Tempat Tinggal Jendra
2010:145-146 mengatakan
bahwa faktor-faktor
yang mempertahankan bahasa adalah jumlah penutur, tempat tinggal, identitas, dan
kebanggaan budaya. Romaine 200:54 juga mengatakan bahwa konsentrasi tempat tinggal merupakan faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa.
Faktor konsentrasi tempat tinggal ditemukan dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Misal, masyarakat Pakpak Dairi yang
tinggal di Tiga Lingga cenderung menggunakan bahasa Karo dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal itu disebabkan masyarakat yang tinggal di Tiga Lingga
mayoritas bersuku Karo. Tetapi masyarakat Pakpak Dairi yang bertempat tinggal di Pegagan Julu VIII cenderung menggunakan bahasa Pakpak Dairi dalam
kehidupan mereka sehari-hari. 7. Jumlah Penutur
Jumlah penutur masyarakat bersuku Pakpak Dairi hanya 12,20 di Kabupaten Dairi. Hal ini membuat pemertahanan bahasa Pakpak Dairi semakin
melemah. Sehingga menjadikan sebagian masyarakat Pakpak Dairi mulai menggeser bahasa daerah bahasa Pakpak Dairi mereka ke bahasa lain. Hal ini
terbukti dengan penggunaan bahasa Indonesia oleh para remaja di berbagai ranah, seperti keluarga, gereja dan lain-lain sudah tidak bertahan. Jendra 2010:145
mengatakan bahwa jumlah penutur sangat berkontribusi dalam mempertahankan bahasa. Faktor jumlah penutur ini ditemukan di dalam penelitian ini, sehingga
membuat pemertahanan bahasa Pakpak Dairi tidak bertahan pada ranah dan interlokutor tertentu.
Universitas Sumatera Utara
8. Agama Romaine 2000:54 mengatakan bahwa agamakepercayaan merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan pergeseran dan kepunahan bahasa. Ditemukan bahwa agama merupakan faktor yang mempengaruhi pemertahanan
bahasa Pakpak Dairi. Dalam hal ini, masyarakat Pakpak Dairi yang beragama Islam cenderung mempertahankan bahasa Pakpak Dairi dalam berkomunikasi.
Walaupun mereka melakukan perkawinan silang, mereka tetap menggunakan bahasa Pakpak Dairi dalam berkomunikasi. Hal yang berbeda terjadi pada
masyarakat Pakpak Dairi yang beragama Kristen. Sebagian dari mereka menggeser penggunaan bahasa Pakpak Dairi ke bahasa lain. Walaupun orang tua
mereka tidak melakukan perkawinan silang, anak mereka mulai menggeser penggunaan bahasa Pakpak Dairi dalam berkomunikasi.
9. Mengikuti ibadah di luar GKPPD Faktor selanjutnya yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak
Dairi di Kabupaten Dairi adalah mengikuti ibadah di luar GKPPD. Berdasarkan observasi yang dilakukan bahwa sebagian dari mereka ada juga yang mengikuti
ibadah di HKBP. Faktor yang menyebabkan mereka melakukan ibadah di HKBP disebabkan adanya penyebaran injil di tanah Batak. Penyebaran injil pertama
kalinya dilakukan oleh missionaries yang bernama Pdt. Ward dan Pdt. Burton yang diutus oleh Gereja Babtis Inggris. Penyebaran terus dilakukan hingga pada
akhirnya lahirlah HKBP pada tanggal 7 Oktober 1861. Suku Batak Toba tercatat masuk ke Kabupaten Dairi pada tahun 1906 yang dibawa oleh Belanda untuk
mendirikan markas di daerah Sidikalang dalam melanjutkan ekspedisinya ke
Universitas Sumatera Utara
daerah Aceh pada waktu itu. Melalui suku Batak Toba ajaran Kristen kemudian berkembang di Kabupaten Dairi. Adanya sambutan dari suku Pakpak Dairi yang
merupakan penduduk asli Kabupaten Dairi menjadikan Agama Kristen semakin menyebar di seluruh Kabupaten Dairi. Akan tetapi yang menjaga agar penyebaran
ajaran kristen tetap berjalan di Kabupaten Dairi tidak terlepas dari peran sentral Huria Kristen Batak Protestan HKBP. Misi Kristenisasi ini sangat berhasil di
Kabupaten Dairi. Hal ini terbukti dengan 72 penduduk Dairi beragama Kristen. Aliran Kristen yang di daerah ini adalah Kristen Protestan dan Katholik. Hal ini
ditandai dengan telah berdirinya Huria Kristen Batak Protestan HKBP di Sidikalang yakni pada tahun 1908 dan gereja Katholik pada tahun 1936. Hal itu
yang menyebabkan sebagian masyarakat Pakpak Dairi beribadah di HKBP dan Katholik. Gereja yang pertama kali ada di Kabupaten Dairi adalah HKBP dan
Katholik. Tetapi mereka cenderung gereja di HKBP. Hal ini juga yang membuat masyarakat Pakpak Dairi dapat berbahasa Batak Toba dan menjadikan mereka
bilingual. Seiring berjalannya waktu, pada tanggal 3 Maret 1963 berdiri HKBP Simerkata Pakpak di Sumbul yang kelak menjadi gereja Pakpak yang dimekarkan
oleh Huria Kristen Batak Protestan HKBP dan 18 April 1965 berdiri HKBP Simerkata Pakpak di Sidikalang dengan ressort di HKBP Sidikalang. Ibadah
minggu pertama diselenggarakan di gedung SMA Negeri Sidikalang sekarang di Kantor Dinas PUD. Kemudian GKPPD ini resmi menjadi gereja mandiri GKPPD
tanpa mendapat persetujuan dari HKBP pada tanggal 4 Agustus 1991 dan mendapat persetujuan dari HKBP pada tanggal 24 Nopember 1994. Salah satu
gereja Pakpak yang ada di Kabupaten Dairi adalah GKPPD Sukadame.
Universitas Sumatera Utara
10. Umur Berdasarkan kuesioner yang disebarkan dan observasi yang dilakukan di
lapangan menunjukkan bahwa umur sangat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Dari angket yang disebarkan dan observasi yang
dilakukan menunjukkan bahwa kelompok remaja cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi, baik dengan ayahibu, kakakadik, abangadik
dan lain sebagainya. Selanjutnya, kelompok dewasa dan kelompok orang tua menggunakan bahasa Pakpak Dairi saat berkomunikasi kecuali saat mereka
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang tidak sesuku. Mereka cenderung menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.
Sejalan dengan uraian di atas Sumarsono 2004, Romaine 2000, dan Holmes 2001 juga mengatakan bahwa umur merupakan faktor sosial yang dapat
mempengaruhi pemertahanan bahasa. Dalam hal ini dilihat gejala sosial seperti umur tersebut di lapangan dan kemudian menganalisis bahasa atau tutur yang
biasa dipakai oleh mereka berdasarkan umur. Hasil penelitian diperoleh di Kabupaten Dairi menunjukkan bahwa kelompok dewasa dan kelompok orang tua
cenderung menggunakan bahasa Pakpak Dairi saat berkomunikasi. Namun, kelompok remaja cenderung menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal ini
mereka mulai menggeser penggunaan bahasa Pakpak Dairi ke bahasa Indonesia. 11. Interlokutor lawan bicarapartisipan
Romaine 2000:44-67
mengatakan bahwa
faktor-faktor yang
mempengaruhi pemertahanan bahasa adalah migrasi, ranah, partisipan, ekonomi, budaya, politik, agama, latar belakang pendidikan, menghubungi famili di
Universitas Sumatera Utara
kampung halaman, sikap bahasa, perkawinan tidak sesuku, administrasi, konsentrasi tempat tinggal, pekerjaan, umur, usia, jenis kelamin, campur kode,
dan alih kode. Selanjutnya, Holmes 2001:52-64 mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa adalah migrasi, sekolah, administrasi
pemerintahan, pekerjaan, koran, sikap bahasa, identitas, menghubungi famili di kampung halaman, partisipan, ranah, perkawinan tidak sesuku, dan televisi.
Faktor interlokutor ditemukan mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
masyarakat Pakpak Dairi akan beralih kode ketika berbicara dengan teman-teman sesuku dan dihadiri pihak ketiga atau dengan penutur yang bukan suku Pakpak
Dairi. Mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba. Tetapi masyarakat Pakpak Dairi akan menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika
berkomunikasi dengan sesama orang Pakpak Dairi. Sejalan dengan uraian di atas, Sumarsono 1990 dalam disertasi
„Pemertahanan Bahasa Melayu Loloan‟ mengatakan bahwa alih kode juga terjadi pada guyup Loloan. Guyup Loloan akan menggunakan bahasa Indonesia ketika
mereka berkomunikasi dengan guyup non Loloan.Tetapi guyup Loloan akan menggunakan bahasa Melayu Loloan ketika berkomunikasi dengan sesama guyup
Loloan. 12. Ranah
Romaine 2000:44 mengatakan bahwa ranah adalah pemisahanabstraksi yang menunjuk kepada ruang lingkup kegiatan yang mewakili gabungan spesifik
dari waktu, tempat dan hubungan peran. Holmes 2001:52-64 mengatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa adalah migrasi, sekolah, administrasi
pemerintahan, pekerjaan,
koran, sikap
bahasa, identitas,
menghubungi famili di kampung halaman, partisipan, ranah, perkawinan tidak sesuku, dan televisi. Faktor ranah ditemukan dapat mempengaruhi penggunaan
bahasa Pakpak Dairi. Penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja sudah tidak bertahan di ranah apapun, seperti ranah rumah, ranah luar sekolah,
ranah gereja, dan ranah sekolah. Selanjutnya, penggunaan bahasa Pakpak Dairi kelompok dewasa dan kelompok orang tua hanya bertahan di ranah gereja.
Namun, penggunaan bahasa Pakpak Dairi sudah tidak bertahan di ranah rumah, ranah luar rumah, dan ranah pekerjaan.
13. Pekerjaan Masyarakat Pakpak Dairi yang bekerja di kantor, sekolah, dll. cenderung
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa batak Toba lihat lampiran data observasi, data 42, data 43, dan data 45. Keadaan ini disebabkan banyaknya
penutur yang bukan Suku Pakpak Dairi. Tetapi masyarakat Pakpak Dairi yang bertani cenderung menggunakan bahasa Pakpak Dairi lihat lampiran data
observasi, data 44. 14. Perkawinan Campuran
Melalui penelitian yang sudah dilakukan, ditemukan bahwa perkawinan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa di
Kabupaten Dairi. Masyarakat Pakpak Dairi yang melakukan perkawinan campuran atau perkawinan tidak sesuku cenderung beralih bahasa. Dalam hal ini
mereka akan memilih bahasa apa yang akan mereka gunakan dalam kehidupan
Universitas Sumatera Utara
mereka sehari-hari, khususnya rumah. Pilihan bahasa ini menyebabkan rendahnya tingkat pemertahanan bahasa.
15. Kebiasaan Menghubungi Famili di Kampung Halaman Holmes 2001:63 mengatakan bahwa kebiasaan menghubungi sanak
saudara, familikeluarga di kampung merupakan faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa. Faktor tersebut ditemukan di dalam penelitian ini.
Beberapa masyarakat Pakpak Dairi yang sering menghubungi famili di kampung halaman, mereka cenderung menggunakan bahasa Pakpak Dairi dari pada
masyarakat yang jarang menghubungi familinya.
5.4 Upaya-upaya Mempertahankan Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi