Kerangka Kerja Penelitian Pengantar Upaya Mempertahankan Bahasa Pakpak Dairi

3.7 Kerangka Kerja Penelitian

Bagan 3.2 Kerangka Kerja Penelitian Sosiolinguistik Internal eksternal Bahasa Pakpak Dairi Globalisasi Gejala sosial Unsur-unsur Global Budaya Lokal Sosial Unsur-unsur Budaya Analisis statistik deskriptif Analisis Miles and Huberman Temuan Pemertahanan bahasa Pakpak Dairi dalam masyarakat multilingual Metode survei, metode observasi dan metode wawancara Data Universitas Sumatera Utara BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Pengantar

Penelitian ini memaparkan pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Pemaparan pertama diawali dengan mendeskripsikan kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi. Dalam hal ini, identitas sosial responden, penggunaan bahasa Pakpak Dairi menurut kelompok umur, penggunaan bahasa Pakpak Dairi berdasarkan ranah, hubungan peran, dan peristiwa bahasa, sikap bahasa, pemilihan bahasa menjadi bahasan dalam kajian ini. Pemaparan kedua dilanjutkan dengan mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Pemaparan ketiga dilanjutkan dengan mengemukakan upaya-upaya pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi.

4.2 Identitas Sosial Responden

Data tentang identitas sosial yang telah dikumpulkan mencakup jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, dan agama. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 99 orang, yang dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok remaja 12-25 tahun, kelompok dewasa 26-45 tahun, dan kelompok dewasa 46-65 tahun. Universitas Sumatera Utara

4.2.1 Jenis Kelamin

Berdasarkan angket yang disebarkan pada responden, diperoleh rincian identitas sosial responden berdasarkan jenis kelamin pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Identitas Sosial Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki 60,6 dan perempuan 39,4 pada kelompok remaja. Selanjutnya, pada kelompok dewasa, responden yang berjenis kelamin laki-laki 60,6 dan perempuan 39,4. Pada kelompok orang tua, responden yang berjenis kelamin laki-laki 51,5 dan perempuan 48,5.

4.2.2 Agama

Dari angket yang disebarkan kepada para responden, diperoleh data mengenai identitas sosial responden menurut agama responden pada tabel di bawah ini. No Jenis kelamin berdasarkan kelompok Frekuensi f Persentase 1 2 3 Kelompok remaja Laki-laki Perempuan Kelompok dewasa Laki-laki Perempuan Kelompok orang tua Laki-laki Perempuan 20 13 20 13 17 16 60,6 39,4 60,6 39,4 51,5 48,5 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Identitas Sosial Responden Rerdasarkan Agama Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa responden pada kelompok remaja yang beragama Islam 45,4, Kristen Protestan 39,4, dan Katholik 15,2. Selanjutnya, responden pada kelompok dewasa yang beragama Islam 33,3, Kristen Protestan 63,7, Katholik 3,0. Kemudian, responden pada kelompok orang tua yang beragama Islam 27,3, Kristen Protestan 69,7, dan Katholik 3,0.

4.2.3 Pendidikan

Dari angket yang disebarkan kepada para responden, diperoleh data mengenai identitas sosial responden menurut pendidikan responden pada tabel di bawah ini. No. Agama berdasarkan kelompok Frekuensi f Persentase 1 2 3 Kelompok remaja Islam Kristen Protestan Katholik Kelompok dewasa Islam Kristen Protestan Katholik Kelompok orang tua Islam Kristen Katholik 15 13 5 11 21 1 9 23 1 45,4 39,4 15,2 33,3 63,7 3,0 27,3 69,7 3,0 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Identitas Sosial Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 4.3 di atas menunjukkan perincian pendidikan masing-masing responden pada tiap kelompok. Pada kelompok remaja, pendidikan responden pada tingkat SD 21,2, SMAsederajat 63,6, PT 15,2. Selanjutnya, pendidikan responden pada kelompok dewasa untuk tingkat SMPsederajat 21,2, SMAsederajat 45,5, dan S1 33,3. Pada kelompok orang tua, pendidikan responden pada tingkat pendidikan SD 15,2, SMPsederajat 36,4, SMAsederajat 42,4 dan S1 6,0. Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan responden adalah pada tingkat SMAsederajat.

4.2.4 Pekerjaan

Dari angket yang disebarkan kepada para responden, diperoleh data mengenai identitas sosial responden menurut pekerjaan responden pada tabel di bawah ini. No Pendidikan berdasarkan kelompok Frekuensi f Persentase 1. 2 3 Kelompok remaja SD SMASederajat PT Kelompok dewasa SMPSederajat SMASederajat S1 Kelompok orang tua SD SMPsederajat SMAsederajat S1 7 21 5 7 21 5 5 12 14 2 21,2 63,6 15,2 21,2 45,5 33,3 15,2 36,4 42,4 6,0 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Identitas Sosial Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa seluruh kelompok remaja memiliki pekerjaan sebagai pelajarmahasiswa 100. Selanjutnya, beberapa responden pada kelompok dewasa memiliki pekerjaan sebagai PNS 18,2, Bibelvrow 3,0, Wiraswasta 12,1, KaryawanBuruh 9,1, Petani 54,6, dan Ibu rumah tangga 3,0. Dan untuk kelompok orang tua, beberapa responden memiliki pekerjaan sebagai PNS 15,2, Wiraswasta 30,3, Bidan 3,0, dan Petani 51,5. Berdasarkan rincian di atas dapat disimpulkan bahwa pekerjaan yang dominan atau mata pencaharian utama responden adalah bertani.

4.3 Latar Belakang Kebahasaan

Pada bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa Kabupaten Dairi terdiri atas berbagai macam suku, yakni suku Batak Toba 72,50, suku Pakpak Dairi 12,20, suku Karo 9,50 , suku Melayu 0,46, suku Mandailing 0,37, suku No Jenis pekerjaan berdasarkan kelompok Frekuensi f Persentase 1. 2 3 Kelompok remaja PelajarMahasiswa Kelompok dewasa PNS Bibelvrow Wiraswasta KaryawanBuruh Petani Ibu rumah tangga Kelompok orang tua PNS Wiraswasta Bidan Petani 33 6 1 4 3 18 1 5 10 1 17 100 18,2 3,0 12,1 9,1 54,6 3,0 15,2 30,3 3,0 51,5 Universitas Sumatera Utara Simalungun 1,81, suku Nias 0,47, suku Minangkabau 0,39, suku Jawa 1,75, suku Cina 0,14 , suku Aceh 0,14 dan lain-lain 0,25 Sumber : BPS Kabupaten Dairi. Dan secara tidak langsung menunjukkan bahwa di Kabupaten Dairi terdiri dari berbagai macam bahasa, seperti bahasa Batak Toba, bahasa Pakpak Dairi, bahasa Karo, bahasa Melayu, bahasa Mandailing, bahasa Simalungun, bahasa Nias, bahasa Minang, bahasa Jawa, bahasa Cina, bahasa Aceh dan lain-lain. Namun dari berbagai macam bahasa tersebut, hanya penggunaan bahasa Pakpak Dairi yang diteliti dalam penelitian ini. Untuk mendapatkan latar belakang kebahasaan responden, jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang terkait ditabulasikan ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama berhubungan dengan pemerolehan bahasa pertama sampel responden, kelompok kedua berhubungan dengan kemampuan bahasa daerah bahasa Pakpak Dairi responden, dan kelompok ketiga berhubungan dengan bahasa daerah lain yang diketahui oleh responden dalam penelitian ini. Pertanyaan-pertanyaan yang terkait adalah pertanyaan nomor 12, 13, 14,15, dan 16 untuk kelompok remaja dan pertanyaan 13, 14, 15, 16, dan 17 untuk kelompok dewasa dan orang tua.

4.3.1 Pemerolehan Bahasa Pertama Responden

Untuk mendapatkan pemerolehan bahasa pertama responden, pertanyaan yang terkait adalah nomor 13 kelompok remaja dan 14 kelompok dewasa dan orang tua. Dari 99 responden 33 kelompok remaja, 33 kelompok dewasa, dan 33 kelompok orang tua yang terlibat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa pemerolehan bahasa pertama sampel pada kelompok remaja cenderung bahasa Universitas Sumatera Utara Indonesia. Selanjutnya, pemerolehan bahasa pada kelompok dewasa dan kelompok orang tua adalah bahasa daerah bahasa Pakpak Dairi. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.5 Pemerolehan Bahasa Pertama Responden No Bahasa Pertama Frekuensi f Persentase 1 2 3 Kelompok remaja Bahasa daerah Bahasa Indonesia Kelompok dewasa Bahasa daerah Bahasa Indonesia Kelompok orang tua Bahasa daerah Bahasa Indonesia 12 21 33 - 32 1 36,4 63,6 100 - 97,0 3,0 Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa kelompok remaja memperoleh bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama 63,6 dan bahasa daerah bahasa Pakpak Dairi 36,4. Selanjutnya, seluruh responden pada kelompok dewasa memperoleh bahasa daerah 100 sebagai bahasa pertama mereka. Pada kelompok orang tua diperoleh bahasa daerah sebagai bahasa pertama mereka 97,0 dan bahasa Indonesia 3,0.

4.3.2 Kemampuan Berbahasa Pakpak Dairi Responden

Untuk mendapatkan kemampuan berbahasa Pakpak Dairi responden, pertanyaan terkait adalah 12, 15 dan 16 kelompok remaja dan 13, 16, 17 kelompok dewasa dan orang tua. Berdasarkan pertanyaan 12, 15 dan 16, diperoleh hasil kemampuan berbahasa Pakpak Dairi responden pada tabel berikut. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.6 Kemampuan Berbahasa Pakpak Dairi Responden No Tingkat Kemampuan berbahasa daerah Bisa Tidak Sedikit 1 2 3 Kelompok remaja Berbicara Membaca Menulis Kelompok dewasa Berbicara Membaca Menulis Kelompok orang tua Berbicara Membaca Menulis 69,7 63,6 66,7 100 100 100 100 100 97,0 - 6,1 6,1 - - - - - - 30,3 30,3 27,2 - - - - - 3,0 Tabel 4.6 di atas merupakan hasil pengakuan dari angket yang disebarkan kepada para responden. Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa kelompok remaja dapat berbicara dalam bahasa Pakpak Dairi 69,7, sedikit-sedikit 30,3. Selanjutnya, kemampuan kelompok remaja bisa membaca 63,6, tidak bisa membaca 6,1, dan sedikit-sedikit 30,3. Dan kemampuan kelompok remaja bisa menulis 66,7, tidak bisa menulis 6,1 dan sedikit-sedikit 27,2. Kemudian, kelompok dewasa memiliki kemampuan berbicara, membaca, dan menulis 100 dan kelompok orang tua mengaku bisa berbicara 100, bisa membaca 100, dan bisa menulis 97,0 dan sedikit-sedikit 3,0.

4.3.3 Kemampuan Bahasa Daerah Lain Responden

Pertanyaan yang terkait untuk mengetahui kemampuan bahasa daerah lain pada responden adalah pertanyaan nomor 14 kelompok remaja dan 15 kelompok dewasa dan kelompok orang tua. Latar belakang responden mengenai bahasa daerah lain yang diketahui dan dikuasai para responden melalui angket, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa hampir seluruh responden bisa Universitas Sumatera Utara menggunakan bahasa Batak Toba. Kemampuan bahasa Daerah lain responden tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.7 Kemampuan Bahasa Daerah Lain Responden No Nama Kelompok Kemampuan berbahasa daerah lain 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 Kelompok remaja Kelompok dewasa Kelompok orang tua 84,9 87,9 90,9 6,1 3,0 - 3,0 6,1 3,0 3,0 - - - 3,0 - - - 6,1 3,0 - - Ket: 1 : Bahasa Batak Toba ; 2: Bahasa Karo ; 3: Bahasa Batak Toba + Karo ; 4: Bahasa Batak Toba + Aceh ; 5: Bahasa Batak Toba + Minang ; 6: Bahasa Batak Toba + Simalungun; 7: Bahasa Batak Toba + Karo + Aceh Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa kelompok remaja menguasai bahasa Batak Toba 84,9, bahasa Karo 6,1, bahasa Batak Toba+Karo 3,0, bahasa Batak Toba+Aceh 3,0 dan bahasa Batak Toba+Karo+Aceh 3,0. Selanjutnya, pada kelompok dewasa juga hampir seluruh responden pada kelompok dewasa menguasai bahasa Batak Toba. Pada tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa beberapa dari responden pada kelompok dewasa ada yang menguasai bahasa daerah lain selain bahasa Batak Toba, yakni bahasa Karo dan Minang. Pada tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa kelompok dewasa menguasai Batak Toba 87,9, bahasa Karo 3,0, bahasa Batak Toba + Karo 6,1, dan bahasa Batak Toba+Minang 3,0. Kemudian, kelompok orang tua cenderung menguasai bahasa Batak Toba. Namun, beberapa dari mereka ada yang bisa menggunakan bahasa Karo dan Simalungun. Dan ini ditunjukkan dengan penguasaan bahasa Batak Toba 90,9, bahasa Batak Toba+Karo 3,0, dan bahasa Batak Toba+bahasa Simalungun 6,1. Universitas Sumatera Utara

4.4 Penggunaan Bahasa Menurut Kelompok Umur

Umur merupakan faktor sosial yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Romaine 2000:67 juga mengatakan bahwa umur merupakan faktor sosial yang dapat mempengaruhi pemertahanan suatu bahasa. Seperti yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa faktor sosial merupakan salah satu pola sosiolinguistik. Dalam hal ini umur akan dikaitkan dengan penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa menurut kelompok umur dibagi atas tiga bagian, yaitu kelompok remaja, kelompok dewasa dan kelompok orang tua. Penggunaan bahasa tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.8 Penggunaan Bahasa Menurut Kelompok Umur No Kelompok Umur Penggunaan Bahasa BPD BBT BI BDL 1 2 3 Kelompok remaja Kelompok dewasa Kelompok orang tua 27,1 68,2 75,2 - 12,7 13,3 71,2 16,2 11,5 1,8 - - - 2,9 - Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran pada setiap ranah dan peristiwa bahasa Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa kelompok remaja menggunakan bahasa Pakpak Dairi 27,1, bahasa Indonesia 71,2, dan bahasa daerah lain 1,8. Selanjutnya, kelompok dewasa menggunakan bahasa Pakpak Dairi 68,2, bahasa Batak Toba 12,7, bahasa Indonesia16,2 dan bahasa daerah lain 2,9. Kelompok orang tua menggunakan bahasa Pakpak Dairi 75,2, bahasa Batak Toba 13,3, dan bahasa Indonesia 11,5. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat Universitas Sumatera Utara pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua sudah tidak bertahan lagi. Pada kelompok remaja, penggunaaan bahasa Pakpak Dairi hampir terancam punah. Selanjutnya, pada kelompok dewasa dan orang tua sudah mulai bergeser.

4.4.1 Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Rumah

Penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada tiap-tiap kelompok di ranah rumah dapat dilihat tabel berikut. Romaine 2000:44-45 mengatakan bahwa ranah adalah sebuah abstraksi yang menunjuk pada aktivitas dan merupakan kombinasi waktu, tempat, dan hubungan peran. Penggunaan bahasa dapat meningkat ketika ranah menjadi tidak jelas, tempat dan hubungan peran tidak dikombinasikan dalam hal yang diharapkan.

4.4.1.1 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Rumah

Penggunaan bahasa pada kelompok remaja di ranah rumah dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.9 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Rumah No Penggunaan Bahasa Persentase 1 2 3 4 Bahasa Pakpak Dairi Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa daerah lain 29,7 - 68,5 1,8 Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja di ranah rumah sudah bergeser. Hal ini ditunjukkan dengan Universitas Sumatera Utara penggunaan bahasa Pakpak Dairi 29,7, bahasa Indonesia sekitar 68,5, dan bahasa daerah lain 1,8. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja sudah tidak bertahan. Melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti di lapangan, kelompok remaja sudah menggunakan bahasa Indonesia di ranah rumah. Berikut contoh tuturan yang diperoleh dari lapangan. Data 1 Ibu : Naldo... Anak : Iya mak. Ibu : Kau kunci kandang itu dulu Anak : Ah...gelap kali Data 2 Ibu : Lia... Anak : Pa mak. Ibu : Ini ada kawanmu datang. Anak : Siapa mak? Ibu : Si Nova. Anak : Ngapain? Ibu : Ada yang mau ditanya samamu mengenai tugasnya. Anak : Iya, bentar mak. Universitas Sumatera Utara Data 3 Anak : Yang lamaan bapak ini pulang. Uda ditunggu dari tadi. Bapak : Iya cerita-cerita dulu tadi. Anak : Cerita, cerita, cerita bapak bilang. Padahal minum tuaknya bapak. Tiap hari minum tuak. Ga perna gak. Bapak : Yang nanggungnya tadi ceritanya. Anak : Nanggung ceritanya, pa nanggung tunggu habis tuaknya. Data 4 Ibu : Nang, ambil dulu rantang itu? Anak : Berapa mak? Ibu : Ambillah dua. Satu tempat dagingnya dan satu lagi tempat pellengnya. Anak : Iya mak. Percakapan di atas adalah percakapan antara anak dan ayahibu di ranah rumah. Percakapan di atas menunjukkan bahwa kelompok remaja sudah menggunakan bahasa Indonesia saat berkomunikasi di ranah rumah.

4.4.1.2 Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi pada Kelompok Dewasa di Ranah Rumah

Penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok dewasa di ranah rumah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.10 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Rumah Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Tidak ada pilihan No Penggunaan Bahasa Persentase 1 2 3 4 5 Bahasa Pakpak Dairi Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa daerah lain 72,35 7,95 15,91 - 3,79 Universitas Sumatera Utara Pada tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa kelompok dewasa menggunakan bahasa Pakpak Dairi 72,35 , bahasa Batak Toba 7,95, bahasa Indonesia 15,91, dan tidak ada pilihan 3,79 di ranah rumah. Persentase tidak ada pilihan disebabkan beberapa responden kelompok dewasa tidak mempunyai anak laki-lakiperempuan. Sehingga mereka tidak memilih bahasa apa yang mereka gunakan ketika berkomunikasi dengan anak laki-lakiperempuan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2 004:225 “Skalabilitas masih di anggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok dewasa sudah tidak bertahan dan sudah mulai begeser di ranah rumah. Melalui observasi yang dilakukan, diperoleh tuturan pada kelompok dewasa di ranah rumah. Berikut contoh tuturan yang diperoleh dari lapangan. Data 5 Anak : Endekah ni ke omak asa mulak. [Lama kalian ibu baru pulang] „Lama sekali kalian ibu baru pulang‟ Ibu : lot endai sibahanen. [Ada tadi dikerjai] „Ada kerjaan tadi‟ Percakapan di atas adalah percakapan antara anak dan ibu di ranah rumah. Percakapan di atas menunjukkan bahwa anak menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika berkomunikasi dengan ibunya. Universitas Sumatera Utara Data 6 A : Mak, èn roh kak Yanti. [Ibu, ini datang kakak Yanti] „Ibu, kakak Yanti datang‟ B : Kapan kalian datang? C : Tadi malam. B : Nyampe jam berapa? C : Kira-kira jam setengah dua belas. B : Bawa apa kalian? C : Gak ada bawa apa-apa. Percakapan di atas adalah percakapan antara sesuku dan dihadiri pihak ketiga di ranah rumah. Percakapan di atas menunjukkan bahwa „B‟ bersuku Pakpak Dairi beralih kode ketika dia mengetahui bahwa lawan bicaranya tidak dapat menggunakan bahasa Pakpak Dairi. Data 7 Kakak : Enggo kè mangan dek? [Sudah kalian makan dek] „Sudah makan kalian dek? Adik : Enggo. [Sudah] „Sudah‟ Percakapan di atas adalah percakapan antara kakak dan adik di ranah rumah. Percakapan di atas menunjukkan bahwa kakak menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika dia berkomunikasi dengan adiknya. Namun, kakak sudah memasukkan bahasa Indonesia di dalam tuturanny a, yakni kata „dek‟ yang Universitas Sumatera Utara merupakan singkatan dari kata „adik‟. Dapat disimpulkan bahwa sudah terjadi campur kode dalam percakapan tersebut. Data 8 Orang tua : Idike bapa? [Dimana bapak] „Dimana bapak‟ Anak : Laus tu luar. [Pergi ke luar] „Dia pergi ke luar‟ Orang tua : Omak? [Ibu] „Ibu‟ Anak : I dapur martasak pak tua. [Di dapur memasak pak tua] „Memasak di dapur pak tua‟ Data 9 Orang tua :Naing mike ko? [Mau kemana Anda] „Mau kemana Anda‟ Anak : Naing mangaleng bapak. [Mau menjemput bapak] „Mau menjemput bapak‟ Percakapan di atas adalah percakapan sesuku yang terjadi di ranah rumah. Percakapan di atas menunjukkan bahwa mereka menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika mereka berkomunikasi dengan orang yang sesuku dengan mereka. Namun pada percakapan di atas data 8 dan data 9 sudah terjadi campur kode. Universitas Sumatera Utara Anak sudah memasukkan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia dalam tuturannya, yakni kata „tu‟ dan kata „bapak‟.

4.4.1.3 Penggunaan Bahasa pada kelompok Orang tua di Ranah Rumah

Dari angket yang sudah disebarkan, diperoleh hasil penggunaan bahasa pada kelompok orang tua di ranah rumah pada tabel di bawah ini. Tabel 4.11 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Rumah No Penggunaan Bahasa Persentase 1 2 3 4 Bahasa Pakpak Dairi Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa daerah lain 82,2 8,3 9,5 - Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Tabel 4.11 di atas menunjukkan bahwa kelompok orang tua menggunakan bahasa bahasa Pakpak Dairi 82,2, bahasa Batak Toba 8,3, dan bahasa Indonesia 9,5 di ranah rumah. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok orang tua sudah tidak bertahan dan mulai bergeser di ranah rumah . Melalui observasi yang dilakukan di lapangan, diperoleh tuturan di ranah rumah rumah. Berikut tuturan yang diperoleh dari lapangan. Universitas Sumatera Utara Data 10 Ibu : Nang. [Nak] „Nak‟ Anak : Kade mak? [Apa ibu] „Ada apa ibu?‟ Ibu : Ulang lupa mertasak da [Jangan lupa masak ya] „Jangan lupa masak ya‟ Anak : Uè. [Ya] „Ya‟ Data 11 Anak : Mi juma ngo kita mak? [Ke ladang nya kita ibu] „Kita pergi ke ladang ibu‟ Ibu : Ue, merkade kita i sapo komkom? [Iya, ngapain kita di rumah tidak bekerja] „Iya, ngapain kita hanya di rumah‟ Anak : Jam piga kita laus? [Jam berapa kita pergi] „Jam berapa kita pergi‟ Ibu : Bereskan mo jo sapo èn asa laus kita. [Bereskan lah dulu rumah ini supaya pergi kita] „Bereskanlah dulu rumah ini supaya kita pergi‟ Universitas Sumatera Utara Percakapan di atas adalah percakapan antara ibu dan anak di ranah rumah. Percakapan di atas menunjukkan bahwa ibu menggunakan bahasa Pakpak Dairi saat berkomunikasi dengan anaknya dan sebaliknya anak menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika mereka berkomunikasi dengan ibunya. Data 12 Orang tua 1 : Merkade ko? [Membuat apa Anda} „Apa yang Anda lakukan‟ Orang tua 2 : Mertasak. Ngekut ngo kakak? [Masak] [Ikut kakak] „Masak. Kakak ikut‟ Orang tua 1 : Oda, i sapo ia. Leja nina ia. [Tidak, di rumah dia] [Lelah kata dia] „Tidak, dia di rumah‟ „Dia berkata dia lelah‟ Data 13 Orang tua 1 : Jam piga laos tu luar? [Jam berapa pergi ke luar] „Jam berapa dia pergi ke luar‟ Orang tua 2 : Jam lima. [Jam lima] „Jam lima‟ Percakapan di atas data 12 dan data 13 adalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi yang terjadi di ranah rumah. Percakapan di atas menunjukkan bahwa kelompok orang tua menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika mereka berkomunikasi dengan teman-teman sesuku di ranah rumah. Percakapan di atas data 12 menunjukkan bahwa „orang tua 2‟ sudah mencampur bahasa Indonesia Universitas Sumatera Utara saat dia berkomunikas i dengan „orang tua 1‟, yakni kata „kakak‟. Hal serupa juga terjadi pada data 13. Orang tua 1 sudah memasukkan atau mencampur bahasa Batak Toba ketika dia berkomunikasi dengan orang tua 2, yakni kata „tu‟. Data 14 Orang tua 1 : Ise kalak èn? [Siapa mereka ini] „Siapa mereka ini‟ Orang tua 2 : Denganna si Siska. [Kawannya si Siska] „Kawannya si Siska] Orang tua 1 : Boru kade ke ito? sambil bersalaman [Boru apa kamu adik] „Boru apa kamu adik‟ Nurhayati S. : Boru Sitorus tulang. [Boru Sitorus paman] „Boru Sitorus paman‟ Orang tua 2 : Nang, ambil dulu dagingnya yar dimasak. Nurhayati S. : Yang mana mak tua? Orang tua 2 : Mangkok kecil. Percakapan di atas merupakan percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi dan dihadiri pihak ketiga suku lain. Percakapan di atas menunjukkan bahwa sudah terjadi campur kode dan alih kode. Peristiwa campur kode ketika „orang tua 1‟ memasukkan bahasa Batak Toba di dalam tuturannya, yakni kata „ito‟. Alih kode itu terjadi ketika „orang tua 2‟ berbicara dengan „Nurhayati S‟. Orang tua 2 menggunakan bahasa Indonesia karena dia mengetahui bahwa lawan bicaranya tidak bisa menggunakan bahasa Pakpak Dairi. Universitas Sumatera Utara

4.4.2 Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Luar Rumah

Penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada tiap-tiap kelompok di ranah luar rumah dapat dilihat tabel berikut. Romaine 2000:44-45 mengatakan bahwa ranah adalah sebuah abstraksi yang menunjuk pada aktivitas dan merupakan kombinasi waktu, tempat, dan hubungan peran. Penggunaan bahasa dapat meningkat ketika ranah menjadi tidak jelas, tempat dan hubungan peran tidak dikombinasikan dalam hal yang diharapkan. 4.4.2.1 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Luar Rumah Penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja di ranah luar rumah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.12 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Luar Rumah No Penggunaan Bahasa Persentase 1 2 3 4 Bahasa Pakpak Dairi Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa Daerah lain 19,7 - 78,8 1,5 Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Tabel 4.12 di atas menunjukkan bahwa kelompok remaja cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di ranah luar rumah. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan bahasa Indonesia pada kelompok remaja 78,8, bahasa Pakpak Dairi 19,7, dan bahasa daerah lain 1,5. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan Universitas Sumatera Utara bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja sudah tidak bertahan di ranah luar rumah. Melalui observasi yang dilakukan, diperoleh tuturan di ranah luar rumah. Berikut tuturan yang diperoleh dari lapangan. Data 15 Aisyah : Kak Evi dan Nurhayati S. : Ya de. Aisyah : Bener semua angket yang kuisi kan kak? Evi dan Nurhayati S. : tersenyum Aisyah : Kujawab bahasa Indonesia semua. Lulus aku kan kak? Evi dan Nurhayati S. : tersenyum. Percakapan di atas adalah percakapan antara sesuku dan tidak sesuku. Aisyah bersuku Pakpak Dairi, sedangkan Evi dan Nurhayati S. Bersuku Batak Toba. Percakapan di atas menunjukkan bahwa Aisyah sudah menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan Evi dan Nurhayati S. Dalam keadaan ini, Aisyah tidak mengetahui bahwa Evi dan Nurhayati S. bersuku Batak Toba. Data 16 Pratiwi Sinamo : Ngantuk aku tadi waktu bapak itu menerangkan. Elisabeth Anakampun : Samalah. Gak ngerti pun aku. Pratiwi Sinamo : Aku pun. Data 17 Elisabeth Anakampun : Duluan ya. Pratiwi Sinamo : Iya, hati-hati. Universitas Sumatera Utara Percakapan di atas adalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi di dalam angkot. Pratiwi Sinamo dan Elisabeth Anakampun bersuku Pakpak Dairi, tetapi mereka sudah menggunakan bahasa Indonesia di ranah luar rumah.

4.4.2.2 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Luar Rumah

Penggunaan bahasa pada kelompok dewasa di ranah luar rumah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.13 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Luar Rumah Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Tabel 4.13 di atas menunjukkan bahwa kelompok dewasa menggunakan bahasa Pakpak Dairi 50, bahasa Batak Toba 31,8, dan bahasa Indonesia 18,2 di ranah luar rumah. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok dewasa sudah tidak bertahan di ranah luar rumah. Melalui observasi yang dilakukan, diperoleh tuturan pada kelompok dewasa di ranah luar rumah. Berikut tuturan yang diperoleh dari lapangan. No Penggunaan Bahasa Persentase 1 2 3 4 Bahasa Pakpak Dairi Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa daerah lain 50 31,8 18,2 - Universitas Sumatera Utara Data 18 Orang tua 1 : Mikè kè nampuhun? [Kemana kalian bibi] „Mau kemana kalian bibi‟ Orang tua 2 : Misèn, mi sapo kalak èn [Ke sini ke rumah orang ini] „Ke sini, mau ke rumah mereka ini‟ Data 19 A : Sidahari ko roh? [Kapan Anda datang] „Kapan Anda datang‟ B : Enggo seminggu aku isèn. [Sudah seminggu saya di sini] „Saya sudah seminggu di sini‟ A : Jadi enggo ko embah beru i? [Jadi sudah Anda bawa mempelai perempuan itu] „Sudahkah Anda bawa calon mempelai perempuan itu‟ B : Oda. [Belum] „Belum‟ Percakapan di atas data 18 dan data 19 adalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi di ranah luar rumah. Percakapan di atas menunjukkan bahwa masyarakat Pakpak Dairi akan menggunakan bahasa Pakpak Dairi jika berkomunikasi dengan sesama suku Pakpak Dairi di ranah luar rumah. Data 20 Ibu Banurea : Lom selesai penelitianmu itu? Nurhayati S. : Belum nantulang, masih kurang datanya. Makanya datang lagi kemari. Universitas Sumatera Utara Percakapan di atas adalah percakapan antara suku Pakpak Dairi dan suku Batak Toba. Ibu Banurea bersuku Pakpak Dairi dan Nurhayati S. bersuku Batak Toba. Percakapan di atas menunjukkan bahwa Ibu Banurea telah menggunakan bahasa Indonesia karena dia sudah mengetahui bahwa lawan bicara tidak dapat menggunakan bahasa Pakpak Dairi.

4.4.2.3 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Luar Rumah

Dari angket yang sudah disebarkan diperoleh hasil penggunaan bahasa pada kelompok orang tua di ranah luar rumah pada tabel di bawah ini. Tabel 4.14 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Luar Rumah No Penggunaan Bahasa Persentase 1 2 3 4 Bahasa Pakpak Dairi Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa daerah lain 46,97 33,33 19,70 - Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Tabel 4.14 di atas menunjukkan bahwa kelompok orang tua menggunakan bahasa Pakpak Dairi 46,97, bahasa batak Toba 33,33, dan bahasa Indonesia 19,70 di ranah luar rumah. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok orang tua sudah tidak bertahan di ranah luar rumah. Universitas Sumatera Utara Melalui observasi yang dilakukan di lapangan, diperoleh beberapa tuturan di ranah luar rumah. Berikut tuturan yang diperoleh dari lapangan. Data 21 Ibu 1 : Idike nari kè namberu? [Mana dari kalian bibi] „Darimana kalian bibi‟ Ibu 2 : Baru balik ia jum nai. [Baru kembali saya ladang dari] „Saya baru pulang dari ladang‟ Percakapan di atas adalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi di ranah luar rumah. Percakapan di atas menunjukkan bahwa kelompok orang tua menggunakan bahasa Pakpak Dairi jika mereka berkomunikasi dengan orang yang sesuku dengan mereka. Data 22 Pedagang : Lima ribu sada. Lima ribu sada. [Lima ribu satu] [Lima ribu satu] „Harganya lima ribu‟ „Harganya lima ribu‟ Pembeli 1 : Sadike ngo en namberu? [Berapa nya ini bibi] „Berapa harganya ini bibi‟ Pedagang : Lima ribu sada. [Lima ribu satu] „Harganya lima ribu‟ Pembeli 2 : Sadia argana? [Berapa harganya] „Berapa harganya‟ Universitas Sumatera Utara Pedagang : Molo on sapuluh ribu. [Kalau ini sepuluh ribu] „Harganya ini sepuluh ribu‟ Pembeli 2 : Dang dapot lima ribu? [Tidak dapat lima ribu] „Tidak dapat lima ribu‟ Pedangang : Dang dapot. On do dapot lima ribu. [Tidak dapat] [Ini lah dapat lima ribu] „Tidak dapat. Ini baru dapat lima ribu‟ Percakapan di atas terjadi di pasar Sidikalang. Percakapan di atas menunjukkan bahwa telah terjadi alih kode. Pedagang menggunakan bahasa Batak Toba ketika pedagang mengetahui bahwa „pembeli 2‟ bersuku Batak Toba.

4.4.3 Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Keagamaan

Penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada tiap-tiap kelompok di ranah gereja dan ranah mesjid dapat dilihat tabel berikut. Romaine 2000:44-45 mengatakan bahwa ranah adalah sebuah abstraksi yang menunjuk pada aktivitas dan merupakan kombinasi waktu, tempat, dan hubungan peran. Penggunaan bahasa dapat meningkat ketika ranah menjadi tidak jelas, tempat dan hubungan peran tidak dikombinasikan dalam hal yang diharapkan. 4.4.3.1 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Gereja dan Ranah Mesjid Dari angket yang sudah disebarkan, penggunaan bahasa pada kelompok remaja di ranah gereja dan ranah mesjid cenderung menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.15 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Gereja dan Ranah Mesjid No Ranah Persentase Penggunaan Bahasa BPD BBT BI BDL 1 2 Gereja Mesjid 22,2 40,0 - - 72,2 60,0 5,6 - BPD: Bahasa Pakpak Dairi; BBT: Bahasa Batak Toba; BI: Bahasa Indonesia; BDL: Bahasa Daerah lain Tabel 4.15 di atas menunjukkan bahwa kelompok remaja cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di ranah gereja. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan bahasa Indonesia 72,2, bahasa Pakpak Dairi 22,2 dan bahasa daerah lain 5,6 pada kelompok remaja di ranah gereja. Selanjutnya, penggunaan bahasa Pakpak Dairi 40,0 dan bahasa Indonesia 60,0 di ranah mesjid. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja sudah tidak bertahan, baik di ranah gereja maupun di ranah mesjid. Melalui observasi yang dilakukan, diperoleh tuturan yang diperoleh di ranah gereja data 23, data 24, dan data 25 dan ranah mesjid data 26. Berikut tuturan yang diperoleh dari lapangan. Data 23 Desi : Uda siap kau isi angketmu? Pinjamlah dulu pulpenmu. Eli : Belom. Bentar lagilah, dikit lagi. Universitas Sumatera Utara Eli : Oh.. nanti pinjam aku ya. Desi : Iya. Data 24 Eli : Mana pulpenku tadi? Uda siap kan kau pake? Desi : Uda sambil mengembalikan pulpennya. Makasi ya. Eli : Iya. Sama-sama. Percakapan di atas adalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi di ranah gereja GKPPD Sukadame. Percakapan di atas menunjukkan bahwa kelompok remaja sudah menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan teman sesuku. Data 25 Jhonson : Wei, ini diisi pa? sambil menunjuk kertas yang mau ditanya Roy : Gak tahu aku, tanyalah kakak itu. Jhonson : Kak, status ini maksudnya apa? Diisi pa nanti? Evi : Status itu diisi dengan menikah bagi yang sudah menikah dan belum menikah bagi yang belum menikah. Jhonson : Trus kalo pekerjaan kak? Evi : Kalo masih sekolah tulis saja pelajar. Tapi kalo anak kuliah, tulis mahasiswa. Percakapan di atas adalah percakapan antara suku Pakpak Dairi dan suku Batak Toba. Jhonson dan Roy bersuku Pakpak Dairi dan Evi bersuku Batak Toba. Percakapan di atas menunjukkan bahwa Jhonson telah menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan teman sesuku maupun tidak sesuku di ranah gereja GKPPD Sukadame. Data 26 Remaja 1 : Uda siap tugasmu? Remaja 2 : Uda. Kalo kau? Universitas Sumatera Utara Remaja 2 : Belom. Nanti malam kukerjai. Percakapan di atas adalalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi. Percakapan di atas menunjukkan bahwa remaja menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi di ranah mesjid.

4.4.3.2 Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi pada Kelompok Dewasa di Ranah Gereja dan Ranah Mesjid

Dari angket yang sudah disebarkan kepada para responden diperoleh penggunaan bahasa pada kelompok dewasa di ranah gerejamesjid. Penggunaan bahasa tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.16 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Gereja dan Ranah Mesjid No Ranah Persentase Penggunaan Bahasa BPD BBT BI BDL 1 2 Gereja Mesjid 100 100 - - - - - - BPD: Bahasa Pakpak Dairi; BBT: Bahasa Batak Toba; BI: Bahasa Indonesia; BDL: Bahasa Daerah lain Tabel 4.16 di atas menunjukkan bahwa seluruh responden menggunakan bahasa Pakpak Dairi 100 dalam berkomunikasi di ranah gereja maupun di ranah mesjid. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahana nnya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok dewasa masih bertahan di ranah gereja maupun di ranah mesjid. Universitas Sumatera Utara Melalui observasi yang dilakukan di lapangan, diperoleh tuturan di ranah gereja data 27 dan data 28 dan di ranah mesjid data 29. Berikut tuturan yang diperoleh dari lapangan. Data 27 Sintua 1 : Ise kalak èn? Naing merkadé kalak èn? [Siapa mereka ini] [Mau membuat apa mereka ini] „Siapa mereka ini‟ „Mau ngapain mereka ini‟ Sintua 2 : Naing mengelului data ngo kalak èn. Naing mengidah [Mau mencari data nya mereka ini. Mau melihat guna bahasa Pakpak Dairi isèn. penggunaan bahasa Pakpak di sini] „Mau mencari data mereka. Mereka mau melihat penggunaan bahasa Pakpak Dairi disini ‟ Percakapan di atas adalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi di ranah gereja GKPPD Sidikalang. Percakapan di atas menunjukkan bahwa kelompok dewasa menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika mereka berkomunikasi dengan orang yang sesuku dengan mereka. Data 28 Sintua : Ise kalak èn namberu? [Siapa mereka ini bibi] „Siapa mereka ini bibi‟ Jemaat : Dang ku beto, naing mambuat data nina. [Tidak saya tahu, mau ngambil data katanya] „Tidak tahu, katanya mereka mau mengambil data‟ Sintua : Boru kade ke ito? [Boru apa kamu adik] „Kamu boru apa adik‟ Universitas Sumatera Utara Nurhayati S. : Boru Sitorus tulang. [Boru Sitorus paman] „Boru Sitorus paman‟ Sintua : Naing merkadé ke roh misen? [Mau membuat apa kalian datang kemaridisini] „Apa yang kalian lakukan di sini‟ Nurhayati S. : Mau ngambil data tulang untuk memenuhi tugas akhir. Sintua : Dari mana asalnya? Nurhayati S. : Saya tinggal di Medan tulang. Tapi orang tua tinggal di Rantau Prapat. Sintua : Kuliah dimana? Nurhayati S. : Di USU tulang. Percakapan di atas adalah percakapan antara sesuku dan dihadiri pihak ketiga di ranah gereja GKPPD Sukadame. Pihak ketiga bersuku Batak Toba. Percakapan di atas menunjukkan bahwa telah terjadi alih kode ketika sintua mengetahui bahwa lawan bicaranya tidak bisa menggunakan bahasa Pakpak Dairi. Data 29 Orang tua 1 : Bakunè ngo dukakta i? Oda nung kuidaih ia. [Bagaimana sudah anakkita itu] [Tidak pernah kulihat dia mi mesjid. Mermeami sambing ngo kuidah ia. ke mesjid] [Bermain saja nya kulihat dia] „Bagaimana anakmu itu? Saya tidak pernah melihatnya pergi ke mesjid. Kulihat dia bermain- main saja‟ Orang tua 2 : Memang bandal ngo kalakna. Enggo ngo kupesenget, [Memang bandal sudah orangnya. Sudah nya kuingatkan, oda i begeken tidak di dengarkan] Universitas Sumatera Utara „Orangnya memang bandal. Saya sudah ingatkan, tetapi tidak didengarkan ‟ Percakapan di atas adalah percakapan antara sesuku di ranah mesjid. Percakapan di atas menunjukkan bahwa kelompok dewasa menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika mereke berkomunikasi dengan orang yang sesuku dengannya di ranah mesjid.

4.4.3.3 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Gereja dan Ranah Mesjid

Dari angket yang sudah disebarkan diperoleh hasil penggunaan bahasa pada kelompok orang tua di ranah gerejamesjid pada tabel di bawah ini Tabel 4.17 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Gereja dan Ranah Mesjid No Ranah Persentase Penggunaan Bahasa BPD BBT BI BDL 1 2 Gereja Mesjid 95,8 88,9 - - 4,2 11,1 - - BPD: Bahasa Pakpak Dairi; BBT: Bahasa Batak Toba; BI: Bahasa Indonesia; BDL: Bahasa daerah lain Pada tabel 4.17 menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok orang tua 95,8, bahasa Indonesia 4,2 di ranah gereja. Sedangkan penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok orang tua 88,9, bahasa Indonesia 11,1 di ranah mesjid. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok orang tua masih bertahan, baik di ranah gereja maupun di ranah mesjid. Universitas Sumatera Utara Melalui observasi yang dilakukan di lapangan, diperoleh beberapa tuturan. Berikut tuturan yang diperoleh dari lapangan di ranah gereja data 30, data 31, data 32, dan data 33 dan di ranah mesjid data 34. Data 30 Sintua : Ise kalak èn? [Siapa orang ini] „Siapa mereka ini‟ Ibu : Anak sikola ngo kalak èn. [Anak sekolah nya orang ini] „Anak sekolahnya mereka ini‟ Data 31 Orang tua 1 : Ku bege sakit nina omakna si Josep. [Ku dengar sakit katanya ibunya si Josep] „Kudengar katanya sakit ibunya si Josep‟ Orang tua 2 : Sakit kade? [Sakit apa] „Sakit apa‟ Orang tua 1 : Dang ku beto [Tidak saya tahu] „Saya tidak tahu‟ Percakapan di atas data 30 dan data 31 adalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi di ranah gereja. Percakapan di atas menunjukkan bahwa kelompok orang tua masih menggunakan bahasa Pakpak Dairi di ranah gereja. Data 32 Orang tua 1 : Horas sambil bersalaman Boa kabarmu namboru? [Salam ] [Gimana kabarmu bibi] Universitas Sumatera Utara „Salam, Gimana kabarmu bibi‟ Orang tua 2 : Sehat, molo ho? [Sehat, kalau Anda] „Sehat, Gimana dengan Anda‟ Orang tua 1 : Sehat do ba. Dang tu bagas hamu? [sehat nya] [tidak ke dalam kalian] „Sehatnya. Kalian tidak masuk ke dalam‟ Orang tua 2 : Tongkin nai. [Sebentar lagi] „Sebentar lagi‟ Orang tua 1 : Parjolo ma ahu da. [Yang paling dulu lah saya ya] „Saya duluan ya‟ Percakapan di atas adalah percakapan antara suku Batak Toba orang tua 1 dan suku Pakpak Dairi orang tua 2. Percakapan di atas menunjukkan bahwa penutur bahasa Pakpak Dairi beralih kode ketika lawan bicaranya menyapanya dengan menggunakan bahasa Batak Toba. Sebelum hadir „orang tua1‟ bersuku Batak Toba, „orang tua 2‟ bersuku Pakpak Dairi menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika dia berbicara dengan teman-temannya. Data 33 Orang tua 1 : Ise kalak èn? [Siapa mereka ini] „Siapa mereka ini‟ Orang tua 2 : Dang ku beto. [Tidak saya tahu] „Saya tidak tahu‟ Universitas Sumatera Utara Orang tua 1 : Boru kade ke de? [Boru apa kaliann de] „Kalian boru apa‟ Evi : Aku boru sitorus. Orang tua 1 : Kalo kau de? Nurhayati : Boru sitorus juga nantulang. Orang tua 1 : Anak siapanya kalian? Evi : Kalo aku anaknya sitorus guru. Belakang SMU 2 rumah kami. Orang tua 1 : Kakakmunya dia? Evi : Gak, dosenku nantulang. Percakapan di atas adalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi dan dihadiri pihak ketiga suku Batak Toba di ranah gereja GKPPD Sukadame. Percakapan di atas menunjukkan bahwa Orang tua 1 bersuku Pakpak Dairi beralih kode ketika dia mengetahui lawan bicaranya tidak bisa menggunakan bahasa Pakpak Dairi. Data 34 Orang tua 1 : Bakunengo mesjidta èn pertua, endurun nai ngo kuidah, [Bagaimana mesjidkita ini orang tua, kotor sangat nya kulihat, lampu i sadéna pè matè. Lampu itu disana juga mati] „Bagaimana masjid kita ini pak, Saya lihat kotor sekali, lampunyapun mati di sana‟ Orang tua 2 : Enggo ngo kudokken bé petugasna asa i pebersih [Sudah nya kukatakan ini petugasnya supaya itu dibersihkan deket i tukar lampu ni, alai oda déng kuidah lot ganti. dan itu tukar lampu nya, tetapi tidak lagi kulihat ada ganti] Universitas Sumatera Utara „Saya sudah katakan kepada petugas supaya dibersihkan dan ditukar lampunya, tetapi belum juga diganti. Percakapan di atas adalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi di ranah mesjid. Percakapan di atas menunjukkan bahwa mereka masih menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika mereka berkomunikasi dengan sesama suku suku Pakpak Dairi di ranah mesjid tetapi telah terjadi campur kode pada percakap an di atas. Orang tua „2‟ telah memasukkan bahasa Batak Toba ketika dia berkomunikasi dengan orang tua „1‟, yakni kata „alai‟.

4.4.4 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Sekolah

Penggunaan bahasa pada kelompok remaja cenderung menggunakan bahasa Indonesia di ranah sekolah. Hal itu dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.18 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Remaja di Ranah Sekolah No Penggunaan Bahasa Persentase 1 2 3 4 Bahasa Pakpak Dairi Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa daerah lain 12,1 - 86,9 1,0 Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Pada tabel 4.18 di atas menunjukkan bahwa kelompok remaja cenderung menggunakan bahasa Indonesia di ranah sekolah. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan bahasa Indonesia sekitar 86,9, bahasa Pakpak Dairi 12,1, dan bahasa daerah 1,0. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat Universitas Sumatera Utara pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja sudah tidak bertahan di ranah sekolah . Melalui observasi yang dilakukan di lapangan, diperoleh tuturan di ranah sekolah. Berikut tuturan yang diperoleh dari lapangan. Data 35 Siswa : Permisi pak, dimana ibu Tumanggor? Guru : Coba liat di ruangan situ. Siswa : Gak ada pak. Guru : Mau ngapain kian? Siswa : Mau ngasi ini pak sambil menunjukkan apa yang hendak dia berikan. Guru : Letakkan aja lah di situ. Siswa : meletakkan yang hendak dia berikan makasih ya pak. Guru : Iya. Percakapan di atas adalah percakapan antara siswa dan guru di sekolah. Mereka berdua bersuku Pakpak Dairi. Percakapan di atas menunjukkan bahwa siswa cenderung menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan gurunya walaupun mereka bersuku Pakpak Dairi. Hal ini disebabkan situasi tempat berbicara. Dalam hal ini tempat berbicara sangat mempengaruhi kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi. Data 36 Siswa 1 : Ujian kau ya? Siswa 2 : Ujian la kau. Uda kau liat aku ngisi angket, kau bilang ujian. Siswa 1 : Slowlah sambil tertawa. Universitas Sumatera Utara Data 37 Siswa : Kak ini angketnya. Evi : Uda dikumpul semuanya dek? Siswa : Uda kak. Evi : Makasih ya dek. Siswa : Iya kak, sama-sama. Percakapan diatas merupakan tuturan antara siswa. Siswa 1 bersuku „Batak Toba‟ dan siswa 2 bersuku „Pakpak Dairi‟ data 36. Sedangkan pada percakapan data 37, siswa bersuku „Pakpak Dairi‟ dan Evi bersuku „Batak Toba ‟. Percakapan di atas menunjukkan bahwa siswa menggunakan bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan teman yang tidak sesuku. Data 38 Siswa 1 : Itu kakak itu. Kasihlah angketnya. Siswa 2 : Iya. Percakapan di atas merupakan percakapan antara siswa dan siswa. Mereka berdua bersuku Pakpak Dairi. Percakapan di atas menunjukkan bahwa siswa cenderung menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan teman sesukunya di ranah sekolah. Hal itu dipengaruhi oleh ranah dan banyaknya penutur bukan Pakpak Dairi. Beberapa suku Pakpak Dairi yang biasanya menggunakan bahasa Pakpak Dairi jika berbicara dengan ayahibu, kakakadik, dll di ranah rumah. Namun, mereka akan menggunakan bahasa Indonesia jika berada di ranah sekolah. Universitas Sumatera Utara

4.4.5 Penggunaan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Pekerjaan

Penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada tiap-tiap kelompok di ranah pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut. Romaine 2000:44-45 mengatakan bahwa ranah adalah sebuah abstraksi yang menunjuk pada aktivitas dan merupakan kombinasi waktu, tempat, dan hubungan peran. Penggunaan bahasa dapat meningkat ketika ranah menjadi tidak jelas, tempat dan hubungan peran tidak dikombinasikan dalam hal yang diharapkan. 4.4.5.1 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Pekerjaan Dari angket yang sudah disebarkan kepada responden, diperoleh hasil penggunaan bahasa pada kelompok dewasa di ranah pekerjaan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.19 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Dewasa di Ranah Pekerjaan Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Tabel 4.19 di atas menunjukkan bahwa kelompok dewasa menggunakan bahasa Pakpak Dairi dalam berkomunikasi sebesar 50, bahasa Batak Toba 31,8, dan bahasa Indonesia 18,2 di ranah pekerjaan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan No Penggunaan Bahasa Persentase 1 2 3 4 Bahasa Pakpak Dairi Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa daerah lain 50 31,8 18,2 - Universitas Sumatera Utara bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok dewasa sudah tidak bertahan di ranah pekerjaan . Dari observasi yang dilakukan di lapangan, diperoleh tuturan di ranah pekerjaan. Berikut contoh tuturan yang diperoleh dari lapangan. Data 39 Bapak 1 : Ise on? [Siapa ini] „Siapa mereka ini‟ Bapak 2 : Mahasiswa do on. [Mahasiswa nya ini] „Mereka ini mahasiswa‟ Bapak 1 : Naeng marhua? [Mau apa] „Mau apa‟ Bapak 2 : Naeng mambuat data tu penelitianna. [Mau mengambil data ke penelitiannya] „Dia mau mengambil data untuk penelitiannya‟ Bapak 1 : Hu pikir do tukang kredit nangkin [Saya kira nya tukang kredit tadi] „Saya mengira tukang kredit tadi‟ Percakapan di atas adalah percakapan antara suku Batak Toba Bapak 1 dan suku Pakpak Dairi Bapak 2. Percakapan di atas menunjukkan bahwa penutur Pakpak Dairi menggunakan bahasa Batak Toba karena penutur bahasa Batak Toba menyapanya lebih dulu. Selain itu, penutur bahasa Batak Toba tidak bisa menggunakan bahasa Pakpak Dairi. Data 40 Ibu : Hei kawan-kawan. Kita pergi ya ke rumah sakit nanti. Teman kerja lainnya : Ok. bu Percakapan di atas adalah percakapan antara penutur Pakpak Dairi dan penutur bukan Pakpak Dairi. Percakapan di atas menunjukkan bahwa mereka menggunakan bahasa Indonesia bahasa Nasional ketika mereka berkomunikasi di ranah pekerjaan. Universitas Sumatera Utara Data 41 Istri : Béta mulak, enggo bon ari. [Mari pulang, sudah sudah gelap hari] „Mari pulang, hari sudah gelap‟ Suami : Pèma jo, sekejap nai. [Tunggu dulu sesaat kemudian] „Tunggu sebentar‟ Percakapan di atas adalah percakapan antara suami dan istri di ladang. Mereka berdua bersuku Pakpak Dairi. Percakapan di atas menunjukkan bahwa mereka menggunakan bahasa Pakpak Dairi di ranah pekerjaan. Data 42 Pedagang : Merkadé kè Nova? [Membuat apa kalian Nova] „Ngapain kalian Nova‟ Nova : Mau nyari baju. Pedagang : Mau nyari baju kayak mana. Nova : Mau nyari kemeja. Tapi yang agak besar ya nantulang. Pedagang : Kalo ukuranmu gak ada. Susah nyarinya. Tapi kalo buat temanmu ada. Percakapan di atas adalah percakapan antara suku Pakpak Dairi pedagang dan suku Batak Toba Nova. Percakapan di atas menunjukkan bahwa pedagang beralih kode, yakni menggunakan bahasa Indonesia ketika dia mengetahui bahwa lawan bicaranya tidak bisa menggunakan bahasa Pakpak Dairi. Universitas Sumatera Utara

4.4.5.1 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Pekerjaan

Dari angket yang sudah disebarkan kepada responden, diperoleh hasil penggunaan bahasa pada kelompok orang tua di ranah pekerjaan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.20 Penggunaan Bahasa pada Kelompok Orang tua di Ranah Pekerjaan No Penggunaan Bahasa Persentase 1 2 3 4 Bahasa Pakpak Dairi Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa Daerah lain 46,97 33,33 19,70 - Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Tabel 4.20 di atas menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi 46,97, bahasa Batak Toba 33,33, dan bahasa Indonesia 19,70 di ranah pekerjaan. Melalui observasi yang dilakukan di lapangan, diperoleh tuturan di ranah pekerjaan. Berikut tuturan yang diperoleh dari lapangan. Data 43 Guru 1 : Ise on Pak Torus? [Siapa ini Pak Torus] „Siapa mereka Pak Torus‟ Guru 2 : Boruhu do i. [Anakku nya ini] „Mereka anakku‟ Guru 1 : Marhua tuson? [Untuk apa ke sini] „Mau apa ke sini‟ Guru 2 : Na naeng mambuat data. Isi hamu jo angket na i. Universitas Sumatera Utara [Yang mau mengambil data] [Isi kalian dulu angketnya itu] „Mau mengambil data. Kalian isi dulu angketnya itu‟ Guru 1 : Adong do uang masukna? [Ada nya uang masuknya] „Ada uang masuknya‟ Guru 2 : Ah,,ho pe da. [Ah,, kau pun] „Kau pun‟ Guru 3 : Pak Torus, toho do i borumu? Alana dao sian bonana. [Pak Torus, bener nya itu anakmu] [Sebab jauh dari pohonnya] „Pak Torus, Apakah bener itu anakmu? Sebab jauh dari pohonnya‟ Guru 2 : Olo, boruhu siapudan do on, molo on dosenna. [Ya, anakku yang paling kecil nya ini, kalo ini dosennya} Guru 3 : Ale dang mirip ate. [Oh Tidak mirip bukan] „Oh Tapi tidak mirip‟ Percakapan di atas adalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi dan tidak sesuku suku Batak Toba. Guru 1 dan 3 bersuku „Pakpak Dairi‟ dan Guru 2 bersuku „Batak Toba‟. Percakapan di atas menunjukkan bahwa mereka menggunakan bahasa Batak Toba di ranah pekerjaan. Guru 1 menyapa „guru 2‟ dengan bahasa Batak Toba karena dia mengetahui bahwa „guru 2‟ tidak bisa berbahasa Pakpak Dairi. Data 44 A : Naing mahan kade ke isen silih? [Lagi mengerjakan apa kalian di sini ipar] „Apa yang kalian kerjakan di sini ipar‟ B : Naing mahan sapo-sapo nikate? Universitas Sumatera Utara [Mau mengerjakan pondok-pondok rencana] „Rencananya mau mengerjakan pondok-pondok‟ A : Oh, i ngo. Enggo toko nagi, asa boi bekas celèndung molo [Oh, itu nya. Sudah bagus itu , supaya bisa tempat berlindung jika udan roh. ujan datang] „Oh, iya. Baguslah, supaya ada tempat berlindung jika hujan datang‟ Data 45 Orang tua 1 : Tengen mo enggo ceda. [Lihat lah sudah rusak] „Lihatlah sudah rusak‟ Orang tua 2 : Uè [ya] „ya‟ Percakapan di atas data 44 dan data 45 adalah percakapan antara sesuku suku Pakpak Dairi. Percakapan di atas menunjukkan bahwa mereka masih menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika mereka berkomunikasi dengan orang yang sesuku dengan mereka.

4.5 Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran

Hubungan peran merupakan bagian dari ranah. Romaine 2000:44 mengatakan bahwa ranah merupakan suatu abstraksi dari suatu kegiatan dan merupakan kombinasi dari waktu, tempat, dan hubungan peran. Hubungan peran dalam penelitian meliputi hubungan peran ayahibu, kakakadik, abangadik dan Universitas Sumatera Utara lain sebagainya. Hubungan peran tersebut akan diuraikan pada masing-masing kelompok, yakni kelompok remaja, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua.

4.5.1 Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Remaja

Berdasarkan angket yang sudah disebarkan kepada para responden, diperoleh penggunaan bahasa menurut hubungan peran pada kelompok remaja pada tabel di bawah ini. Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Remaja No Hubungan Peran Penggunaan Bahasa Jumlah Total Frekuensi f Persentase F BPD BBT BI BDL BPD BBT BI BDL 1 2 3 4 5 6 AyahIbu Kakakadik Abangadik Teman-teman sesuku tanpa suku lain Teman-teman sesuku dan ada suku lain Guru 13 12 12 12 - - - - - - 20 20 20 20 33 33 - 1 1 1 - - 39,4 36,4 36,4 36,4 - - - - - - - - 60,6 60,6 60,6 60,6 100 100 - 3,0 3,0 3,0 - - 33 33 33 33 33 33 100 100 100 100 100 100 B PD: Pakpak Dairi; BBT: Bahasa Batak Toba; BI: bahasa Indonesia BDL:bahasa daerah lain Tabel 4.21 di atas menunjukkan bahwa penggunaan bahasa yang dominan dipakai oleh kelompok remaja adalah bahasa Indonesia. Selanjutnya, diikuti dengan penggunaan bahasa Pakpak Dairi dan bahasa daerah lain, yakni bahasa Karo. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan bahasa Indonesia kepada ayahibu 60,6, kakakadik 60,6, abangadik 60,6, teman-teman sesuku tanpa kehadiran pihak ketiga tidak ada suku lain 60,6, teman-teman sesuku dengan kehadiran pihak ketiga ada suku lain 100, dan guru 100. Selanjutnya, penggunaan bahasa Pakpak Dairi kepada ayahibu 39,4, kakakadik 36,4, Universitas Sumatera Utara abangadik 36,4, dan teman-teman sesuku tanpa kehadiran pihak ketiga tidak ada suku lain 36,4. Bahasa daerah lain bahasa Karo digunakan kepada kakakadik, abangadik, dan teman-teman sesuku tanpa kehadiran pihak ketiga adanya suku lain, masing-masing 3,0. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi menurut hubungan peran pada kelompok remaja tidak bertahan dan hampir terancam punah pada masing-masing interlokutor. Mereka sudah mulai menggeser penggunaan bahasa Pakpak Dairi ke bahasa Indonesia.

4.5.2 Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Dewasa

Berdasarkan angket yang sudah disebarkan kepada para responden, diperoleh penggunaan bahasa menurut hubungan peran pada kelompok dewasa pada tabel di bawah ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.22 Distribusi Frekuensi Penggunaan bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Dewasa BPD : Pakpak Dairi; BBT : Batak Toba; BI : bahasa Indonesia; BDL : Bahasa Daerah lain; : Tidak mempunyai anak laki-lakiperempuan Tabel 4.22 di atas menunjukkan bahwa penggunaan bahasa yang dominan dipakai oleh kelompok dewasa adalah bahasa Pakpak Dairi terhadap lawan bicara interlokutor, yakni ayahibu, kakakadik, abangadik, suamiistri dan teman- teman sesuku tanpa kehadiran pihak ketiga tidak ada suku lain. Masing-masing jumlah persentase penggunaan bahasa pada interlokutor tersebut 100. Selanjutnya, pada lawan bicara seperti anak laki-laki dan anak perempuan, kelompok dewasa memakai dua bahasa. Bahasa yang digunakan mereka kepada anak laki-laki maupun anak perempuan adalah bahasa Pakpak Dairi dan bahasa Indonesia. Dalam hal ini, kelompok dewasa cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi kepada anak laki-laki 42,4 dan anak perempuannya 48,5. Sedangkan penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada anak No Hubungan Peran Penggunaan Bahasa Jumlah Total Frekuensi f Persentase f BPD BBT BI BDL TAD BPD BBT BI BDL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. AyahIbu Kakakadik Abangadik Suamiistri Anak laki-laki Anak perempuan Teman-teman sesuku tanpa suku lain Teman-teman sesuku dan ada suku lain 33 33 33 33 13 13 33 - - - - - - - 21 - - - - 14 16 - 12 - - - - - - - - - - - - 6 4 - - 100 100 100 100 39,4 39,4 100 - - - - - - - - 63,6 - - - - 42,4 48,5 - 36,4 - - - - - - - - - - - - 18,2 12,1 - - 33 33 33 33 33 33 33 33 100 100 100 100 100 100 100 100 Universitas Sumatera Utara laki-laki dan anak perempuan, masing-masing 39,4. Selanjutnya, mereka menggunakan bahasa Batak Toba 63,6 dan bahasa Indonesia 36,4 ketika mereka berbicara dengan teman-teman sesuku dan dihadiri pihak ketiga. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih di anggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi menurut hubungan peran tertentu seperti ayahibu, kakakadik, abangadik, dan teman-teman sesuku dan tanpa dihadiri pihak ketiga masih bertahan. Namun, penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada interlokutor tertentu seperti anak laki-laki, anak perempuan dan teman-teman sesuku yang dihadiri pihak ketiga sudah tidak bertahan.

4.5.3 Penggunaan bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Orang tua

Berdasarkan angket yang sudah disebarkan kepada para responden, diperoleh penggunaan bahasa menurut hubungan peran pada kelompok orang tua pada tabel di bawah ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Penggunaan Bahasa Menurut Hubungan Peran pada Kelompok Orang tua No Hubungan Peran Penggunaan Bahasa Jumlah Total Frekuensi f Persentase f BPD BBT BI BDL BPD BBT BI BDL 1 2 3 4 5 6. 7. 8. AyahIbu Kakakadik Abangadik Suamiistri Anak laki-laki Anak Perempuan Teman-teman sesuku tanpa suku lain Teman-teman sesuku dan ada suku lain 31 31 31 31 31 31 31 - - - - - - - - 22 2 2 2 2 2 2 2 11 - - - - - - - - 93,9 93,9 93,9 93,9 93,9 93,9 93,9 - - - - - - - - 66,7 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1 33,3 - - - - - - - - 33 33 33 33 33 33 33 33 100 100 100 100 100 100 100 100 PD : Bahasa Pakpak Dairi; BB : Bahasa Batak Toba; BI : bahasa Indonesia; BDL : Bahasa Daerah lain Tabel 4.23 di atas menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok orang tua berdasarkan hubungan peran seperti ayahibu 93,9, kakakadik 93,9, abangadik 93,9, suamiistri 93,9, anak perempuan 93,9, anak laki-laki 93,9 dan teman-teman sesuku dan tanpa dihadiri pihak ketiga tanpa hadirnya interlokutor yang tidak sesuku 93,9. Kemudian, penggunaan bahasa Indonesia pada ayahibu 6,1, kakakadik 6,1, abangadik 6,1, suamiistri 6,1, anak laki-laki 6,1, dan anak perempuan 6,1. Selanjutnya, bahasa yang digunakan kelompok orang tua pada teman-teman sesuku dan dihadiri pihak ketiga adalah bahasa Batak Toba 66,7 dan bahasa Indonesia 33,3. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat Universitas Sumatera Utara pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi menurut hubungan peran pada kelompok orang tua masih bertahan pada interlokutor tertentu seperti ayahibu, kakakadik, abangadik, anak laki-laki, anak perempuan dan teman-teman sesuku. Namun, penggunaan bahasa menurut hubungan peran pada interlokutor teman-teman sesuku yang dihadiri pihak ketiga sudah tidak bertahan. Hal ini disebabkan mereka cenderung beralih kode ketika mereka berkomunikasi dengan teman- teman sesuku danyang dihadiri pihak ketiga ada suku lain. Holmes 2001:64 mengatakan bahwa partisipan merupakan salah satu faktor sosial yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa. Jika dikaitkan dengan teori, maka interlokutor merupakan salah satu penyebab rendahnya tingkat pemertahanan bahasa Pakpak Dairi.

4.6 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa

Peristiwa bahasa merupakan interaksi fungsional pokok bahasan dan tindak ujaran di dalam suatu interaksi linguistik, misalnya bercakap-cakap santai, marah, berdiskusi, dan lain sebagainya Siregar, 1988:11. Jenis peristiwa bahasa yang diteliti dalam penelitian ini adalah bercakap-cakap santai dan marah. Jenis peristiwa bahasa tersebut diharapkan mampu membentuk suatu dimensi formal dan informal. Universitas Sumatera Utara

4.6.1 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada kelompok Remaja

Berdasarkan angket yang sudah disebarkan kepada para responden, diperoleh penggunaan bahasa menurut peristiwa bahasa pada kelompok remaja pada tabel di bawah ini. Tabel 4.24 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada Kelompok Remaja No Peristiwa Bahasa Persentase Penggunaan Bahasa BPD BBT BI BDL 1 2 Bercakap-cakap santai Marah 29,7 37,4 - - 68,5 60,6 1,8 2,0 Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Tabel 4.24 di atas menunjukkan bahwa di dalam peristiwa bercakap-cakap santai dan marah, kelompok remaja cenderung menggunakan bahasa Indonesia. Tabel 4.24 menunjukkan bahwa dalam peristiwa bercakap cakap santai, kelompok remaja menggunakan bahasa Pakpak Dairi 29,7, bahasa Indonesia 68,5, dan bahasa daerah lainnya 1,8. Selanjutnya, kelompok remaja menggunakan bahasa Pakpak Dairi 37,4, bahasa Indonesia 60,6, dan bahasa daerah lain 2,0 dalam peristiwa marah. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi menurut peristiwa bahasa, baik bercakap- cakap santai dan marah sudah tidak bertahan lagi pada kelompok remaja. Kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi dalam peristiwa bahasa ini sudah terancam Universitas Sumatera Utara punah, baik dalam peristiwa bercakap-cakap santai lihat lampiran data observasi, data 1, data 2, data 4, data 15, data 16, data 23, data 24, data 25 maupun dalam peristiwa marah lihat lampiran data observasi, data 3. Jika kelompok remaja tidak mengubah perilaku bahasa mereka, beberapa tahun ke depan bahasa Pakpak Dairi akan punah.

4.6.2 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada Kelompok Dewasa

Berdasarkan angket yang sudah disebarkan kepada para responden, diperoleh penggunaan bahasa menurut peristiwa bahasa pada kelompok dewasa pada tabel di bawah ini. Tabel 4.25 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada Kelompok Dewasa No Peristiwa Bahasa Persentase Penggunaan Bahasa BPD BBT BI BDL 1 2 Bercakap- cakap santai Marah 68,5 71,2 12,7 - 16,4 21,2 - - 2,4 7,6 Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Tidak ada pilihan Tabel 4.25 di atas menunjukkan bahwa kelompok dewasa menggunakan bahasa Pakpak Dairi di dalam peristiwa bercakap-cakap santai sebesar 68,5, bahasa Batak Toba 12,7, dan bahasa Indonesia 16,4 dan dalam peristiwa marah, kelompok dewasa menggunakan bahasa Pakpak Dairi 71,2, bahasa Indonesia 21,2 dan tidak ada pilihan 7,6. Adanya persentase tidak ada pilihan dikarenakan beberapa responden tidak memiliki anak laki-lakiperempuan. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi dalam peristiwa bercakap-cakap santai dan marah pada kelompok dewasa sudah tidak bertahan. Penggunaan bahasa dalam peristiwa bercakap-cakap santai dan marah sudah mulai bergeser. Hal ini dipengaruhi oleh interlokutor seperti hadirnya pihak ketiga tidak sesuku dan anak. Dalam hal ini, ketika kelompok dewasa berkomunikasi dengan teman-teman sesuku dan dihadiri pihak ketiga, mereka cenderung beralih kode. Bahasa yang mereka gunakan bergantung kepada bahasa yang dikuasai oleh partisipan. Kedua, beberapa dari mereka ketika berbicara dengan anak mereka juga menggunakan bahasa Indonesia, baik dalam bercakap-cakap santai dan marah. Hal ini juga yang membuat kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi dalam peristiwa bercakap- cakap santai dan marah tidak bertahan. Berikut ucapan yang sering istri katakan ketika istri marah dengan suami “sirabu i allang‟ artinya „makan abu itu‟

4.6.3 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada Kelompok Orang tua

Berdasarkan angket yang sudah disebarkan kepada para responden, diperoleh penggunaan bahasa menurut peristiwa bahasa pada kelompok orang tua pada tabel di bawah ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.26 Penggunaan Bahasa Menurut Peristiwa Bahasa pada Kelompok Orang tua No Peristiwa Bahasa Persentase Penggunaan Bahasa BPD BBT BI BDL 1 2 Bercakap-cakap santai Marah 75,2 81,8 13,3 - 11,5 18,2 - - Persentase dihitung dari jumlah frekuensi pada tiap kategori dibagi jumlah seluruh frekuensi pada tiap kategori dan hubungan peran Tabel 4.26 di atas menunjukkan bahwa di dalam peristiwa bercakap-cakap santai, kelompok orang tua menggunakan bahasa Pakpak Dairi 75,2, bahasa Batak Toba 13,3, dan bahasa Indonesia 11,5. Selanjutnya, kelompok orang tua menggunakan bahasa Pakpak Dairi 81,8 dan bahasa Indonesia 18,2 dalam peristiwa marah. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sumarsono 2004:225 “Skalabilitas masih dianggap sahih jika mencapai paling sedikit 85”. Dengan kata lain bahwa penggunaan bahasa itu dikatakan bertahan jika tingkat pemertahanannya mencapai ≥85. Jika dikaitkan dengan teori, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Dairi menurut peristiwa bahasa, yakni bercakap-cakap santai dan marah tidak bertahan dan sudah mulai bergeser. Pergeseran itu disebabkan oleh interlokutor. Interlokutor menyebabkan tingkat pemertahanan bahasa Pakpak Dairi tidak mencapai ≥85. Ketika kelompok orang tua berkomunikasi dengan teman-teman sesuku dan dihadiri pihak ketiga, mereka akan beralih kode. Bahasa yang mereka gunakan tergantung kepada bahasa apa yang sama-sama mereka kuasai lihat lampiran data observasi, data 14, data 23, dan data 33. Ucapan yang sering istri katakan ketika istri marah dengan suami “sirabu i allang‟ artinya „makan abu itu‟. Universitas Sumatera Utara

4.7 Pemilihan Bahasa

Pilihan bahasa adalah sikap seseorang untuk memilih bahasa yang digunakan dalam suatu percakapan. Pilihan bahasa itu bergantung kepada faktor- faktor seperti partisipan, suasana, topik, dan lain sebagainya. Sumarsono 2004:201-203 mengatakan bahwa ada tiga jenis pilihan bahasa yang dikenal dalam kajian sosiolinguistik, yakni alih kode, campur kode, dan variasai dalam bahasa yang sama variation within the same language. Sikap pemilihan bahasa pada tiap-tiap kelompok kelompok remaja, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua akan dijelaskan berikut ini.

4.7.1 Sikap Pemilihan Bahasa pada Kelompok Remaja

Dari angket yang sudah disebarkan kepada para responden, diperoleh hasil sikap pemilihan bahasa pada kelompok remaja pada tabel di bawah ini. Tabel 4.27 Frekuensi Sikap Pemilihan Bahasa pada Kelompok Remaja No Atribut BPD BBT BI BDL 1 Lebih disukai dalam percakapan dengan ayahibu dengan kakakadik dengan abangadik dengan teman- teman sesuku 39,4 36,4 36,4 36,4 - - - - 60,6 60,6 60,6 60,6 - 3,0 3,0 3,0 PD : Bahasa Pakpak Dairi; BI : Bahasa Indonesia, BB ; bahasa Batak Toba BD : Bahasa daerah lain Tabel 4.27 di atas menunjukkan bahwa kelompok remaja memiliki sikap bahasa yang negatif. Hal ini ditunjukkan dengan pemilihan bahasa yang dipergunakan oleh kelompok remaja pada tabel 4.27 di atas. Tabel 4.27 di atas menunjukkan bahwa kelompok remaja lebih menyukai menggunakan bahasa Universitas Sumatera Utara Indonesia ketika berkomunikasi dengan ayahibu. Hal itu ditunjukkan dengan pemilihan penggunaan bahasa Pakpak Dairi 39,4, dan bahasa Indonesia 60,6. Selanjutnya, ketika kelompok remaja berkomunikasi dengan kakakadik, abangadik dan teman-teman sesuku, mereka lebih menyukai menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan bahasa Pakpak Dairi 36,4, bahasa Indonesia 60,6 dan bahasa daerah lain 3,0 pada masing-masing interlokutor. Sikap pemilihan bahasa pada kelompok remaja disimpulkan pada diagram pie di bawah ini. Gambar 4.1 Diagram Pie Sikap Pemilihan Bahasa pada Kelompok Remaja Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa sikap pemilihan bahasa pada kelompok remaja ketika mereka menggunakan bahasa Bahasa Indonesia dalam percakapan sebesar 60,60, bahasa Pakpak Dairi 37,10, dan bahasa daerah lain 2,3. Melalui gambar 4.1 di atas dapat disimpulkan bahwa kelompok remaja memiliki sikap pemilihan bahasa yang negatif. Mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. 60,60 37,10 2,30 BI BPD BDL Universitas Sumatera Utara

4.7.2 Sikap Pemilihan Bahasa pada Kelompok Dewasa

Dari angket yang sudah disebarkan kepada para responden, diperoleh hasil sikap pemilihan bahasa pada kelompok dewasa pada tabel di bawah ini. Tabel 4.28 Frekuensi Sikap Pemilihan Bahasa pada Kelompok Dewasa No Atribut BPD BBT BI BDL 1 Lebih disukai dalam percakapan dengan ayahibu dengan suamiistri dengan anak dengan teman- teman sesuku 100 100 39,4 100 - - - - - - 48,5 - - - - - - - 12,1 - BPD : Bahasa Pakpak Dairi; BI : Bahasa Indonesia BBT ; bahasa Batak Toba BDL : Bahasa daerah lain; : tanpa pilihan Tabel 4.28 di atas menunjukkan bahwa kelompok dewasa memiliki sikap bahasa yang positif. Hal ini ditunjukkan dengan pemilihan bahasa yang dipergunakan oleh kelompok dewasa dalam berkomunikasi adalah bahasa Pakpak Dairi pada interlokutor tertentu. Tabel 4.28 di atas menunjukkan bahwa kelompok dewasa lebih menyukai menggunakan bahasa Pakpak Dairi dengan ayahibu, suamiistri, dan teman-teman sesuku. Frekuensi masing-masing mencapai 100. Selanjutnya, ketika mereka berkomunikasi dengan anak, mereka lebih menyukai menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan persentase penggunaan bahasa Indonesia lebih tinggi daripada bahasa Pakpak Dairi. Pemilihan bahasa Indonesia digunakan saat berkomunikasi dengan anak sebesar 48,5, bahasa Pakpak Dairi 39,4 dan tanpa pilihan 12,1. Besar persentase tanpa pilihan dikarenakan beberapa kelompok dewasa tidak memiliki anak laki- lakiperempuan. Sehingga mereka tidak memilih bahasa apa yang mereka gunakan saat berkomunikasi dengan anak. Universitas Sumatera Utara Sikap pemilihan bahasa pada kelompok dewasa disimpulkan pada diagram pie di bawah ini. Gambar 4.2 Diagram Pie Sikap Pemilihan Bahasa pada Kelompok Dewasa Gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa sikap pemilihan bahasa pada kelompok dewasa positif. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan bahasa Pakpak Dairi dalam berkomunikasi sebesar 84,85.

4.7.3 Sikap Pemilihan Bahasa pada Kelompok Orang tua

Dari kuesioner yang sudah disebarkan kepada para responden, diperoleh hasil sikap pemilihan bahasa pada kelompok orang tua pada tabel di bawah ini. Tabel 4.29 Frekuensi Sikap Pemilihan Bahasa pada Kelompok Orang tua No Atribut BPD BBT BI BDL 1 Lebih disukai dalam percakapan dengan ayahibu dengan suamiistri dengan anak dengan teman- teman sesuku 93,9 93,9 93,9 93,9 - - - - 6,1 6,1 6,1 6,1 - - - - BPD : Bahasa Pakpak Dairi; BI : Bahasa Indonesia BBT ; Bahasa Batak Toba ; BDL : Bahasa daerah lain 84,85 12,12 2,30 BPD BI BDL Universitas Sumatera Utara Tabel 4.29 di atas menunjukkan bahwa kelompok orang tua memiliki sikap bahasa yang positif. Hal ini ditunjukkan dengan pemilihan bahasa yang digunakan oleh kelompok orang tua dalam berkomunikasi adalah bahasa Pakpak Dairi 93,9 dan bahasa Indonesia 6,1. Sikap pemilihan bahasa pada kelompok orang tua disimpulkan pada diagram pie di bawah ini. Gambar 4.3 Diagram Pie Pemilihan Bahasa pada Kelompok Orang tua Gambar 4.3 di atas menunjukkan bahwa sikap pemilihan bahasa Pakpak Dairi dalam berkomunikasi sebesar 93.90. Selanjutnya sikap pemilihan bahasa Indonesia pada kelompok orang tua dalam berkomunikasi sebesar 6,10. Melalui gambar 4.3 di atas dapat disimpulkan bahwa kelompok orang tua memiliki sikap pemilihan bahasa yang positif. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan bahasa Pakpak dairi di dalam kehidupan mereka sehari-hari. 93,90 6,10 BPD BI Universitas Sumatera Utara

4.8 Sikap Bahasa

Sikap adalah jaringan keyakinan kognisi dan nilai yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk berbuat atau bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu yang disenanginya Rokeach dalam Halim, 1983: 138. Selanjutnya, Lambert 1967:91-102 mengatakan sikap memiliki tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Garvin dan Mathiot dalam Suwito, 1983:91 mengatakan bahwa sikap bahasa itu setidak- tidaknya mengandung tiga ciri pokok, yaitu kesetiaan bahasa language loyalty, kebanggaan bahasa language pride dan kesadaran akan norma bahasa awareness of the norm. Untuk mendapatkan data tentang sikap bahasa sampel terhadap bahasa daerah bahasa Pakpak Dairi, diajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan sikap bahasa di dalam angket. Setiap responden kelompok remaja, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua mendapatkan jenis pertanyaan yang sama walaupun nomor urut pertanyaannya berbeda pada angket masing-masing. Namun, untuk kelompok dewasa dan kelompok orang tua memiliki nomor urut pertanyaan yang sama. Setiap pertanyaan disertai lima pilihan yang mewakili lima skala sikap yang akan diteliti. Berikut akan dibahas mengenai sikap bahasa daerah pada masing-masing kelompok.

4.8.1 Sikap Bahasa Daerah pada Kelompok Remaja

Dari angket yang sudah disebarkan kepada para responden, didapat hasil sikap bahasa daerah pada kelompok remaja pada tabel di bawah ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.30 Frekuensi Sikap Bahasa Daerah pada Kelompok Remaja No Atribut Frekuensi f Persentase Total 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 f 1 2 3 Kepercayaan diri Lambang kepribadian Lambang kesetiaan 11 14 14 20 18 19 2 1 - - - - - - - 33,3 42,4 42,4 60,6 54,4 57,6 6,1 3,0 - - - - - - - 33 33 33 100 100 100 1: sangat setuju; 2: setuju; 3: kurang setuju; 4: tidak setuju; 5: sangat tidak setuju Tabel 4.30 di atas menunjukkan bahwa beberapa kelompok remaja mengaku sangat setuju 33,3, setuju 60,6, kurang setuju 6,1 bahwa bahasa daerah merupakan lambang kepercayaan. Selanjutnya, mereka mengaku sangat setuju 42,4, setuju 54,4, dan kurang setuju 3,0 bahwa bahasa daerah menunjukkan lambang kepribadian. Dan selanjutnya mereka mengaku sangat setuju 42,4 dan setuju 57,6 bahwa bahasa daerah merupakan lambang kesetiaan.

4.8.2 Sikap Bahasa Daerah pada Kelompok Dewasa

Dari angket yang sudah disebarkan kepada para responden, diperoleh hasil sikap bahasa daerah pada kelompok dewasa pada tabel di bawah ini. Tabel 4.31 Frekuensi Sikap Bahasa Daerah Pada Kelompok Dewasa No Atribut Frekuensi f Persentase Total 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 f 1 2 3 Kepercayaan diri Lambang kepribadian Lambang kesetiaan 30 24 19 3 9 14 - - - - - - - - - 90,9 72,7 57,6 9,1 27,3 42,4 - - - - - - - - - 33 33 33 100 100 100 1: sangat setuju; 2: setuju; 3: kurang setuju; 4: tidak setuju; 5: sangat tidak setuju Tabel 4.31 di atas menunjukkan bahwa beberapa kelompok dewasa mengaku sangat setuju 90,9 dan setuju 9,1, bahwa bahasa daerah merupakan Universitas Sumatera Utara lambang kepercayaan. Selanjutnya mereka mengaku sangat setuju 72,7 dan setuju 27,3 bahwa bahasa daerah menunjukkan lambang kepribadian. Dan selanjutnya, mereka mengaku sangat setuju 57,6 dan setuju 42,4 bahwa bahasa daerah merupakan lambang kesetiaan.

4.8.3 Sikap Bahasa Daerah pada Kelompok Orang tua

Dari kuesioner yang sudah disebarkan kepada para responden, diperoleh hasil sikap bahasa daerah pada kelompok orang tua pada tabel di bawah ini. Tabel 4.32 Frekuensi Sikap Bahasa Daerah pada Kelompok Orang tua No Atribut Frekuensi f Persentase Total 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 f 1 2 3 Kepercayaan diri Lambang kepribadian Lambang kesetiaan 20 25 20 13 8 13 - - - - - - - - - 60,6 75,8 60,6 39,4 24,2 39,4 - - - - - - - - - 33 33 33 100 100 100 1: sangat setuju; 2: setuju; 3: kurang setuju; 4: tidak setuju; 5: sangat tidak setuju Tabel 4.32 di atas menunjukkan bahwa beberapa kelompok orang tua mengaku sangat setuju 60,6 dan setuju 39,4 bahwa bahasa daerah merupakan lambang kepercayaan. Selanjutnya, mereka mengaku sangat setuju 75,8 dan setuju 24,2 bahwa bahasa daerah menunjukkan lambang kepribadian. Dan selanjutnya mereka mengaku sangat setuju 60,6 dan setuju 39,4 bahwa bahasa daerah merupakan lambang kesetiaan. Universitas Sumatera Utara

4.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi

Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di ranah rumah, luar rumah, gereja dan mesjid, sekolah dan pekerjaan. Sumarsono 2004:200 mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa language maintenance adalah ekonomi, agama, politik. Sumarsono 2004:366 menambahkan bahwa faktor- faktor sosiolinguistik meliputi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi kontak dengan bahasa nasional, pendidikan, pekerjaan atau status ekonomi, dan emigrasi. Sedangkan faktor-faktor internal meliputi identitas etnik, pemakaian bahasa jawa, ikatan dengan budaya tradisi upacara ritual, upacara seremonial, dan daya budaya tradisional kesenian tradisi. Selanjutnya, Romaine 2000:44-67 mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa adalah migrasi, ranah, partisipan, ekonomi, budaya, politik, agama, latar belakang pendidikan, menghubungi famili di kampung halaman, sikap bahasa, perkawinan tidak sesuku, administrasi, konsentrasi tempat tinggal, pekerjaan, umur, jenis kelamin, campur kode, dan alih kode. Holmes 2001:52-64 mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa adalah migrasi, sekolah, administrasi pemerintahan, pekerjaan, koran, sikap bahasa, identitas, menghubungi famili di kampung halaman, partisipan, ranah, perkawinan tidak sesuku, dan televisi. Selanjutnya, Widayati 2010 dalam disertasi „Konvergensi dan Divergensi dalam Dialek- dialek Melayu Asahan‟ mengatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan konvergensi dan divergensi dalam dialek-dialek Melayu Asahan meliputi faktor ekstralinguistik dan intralinguistik. Faktor ekstralinguistik meliputi Universitas Sumatera Utara faktor geografi, faktor migrasi, faktor historis, faktor sosial, dan faktor psikologis. Sedangkan faktor intralinguistik meliputi proses asimilasi, proses pelesapan bunyi, proses pergantian, proses penambahan bunyi, proses perubahan segmen, dan proses pelemahan bunyi. Keenam proses tersebut diformulasikan dalam wujud lima belas kaidah fonologis yang terdiri atas kaidah perubahan ciri, kaidah pelesapan, kaidah penyisipan, kaidah transformasional, kaidah perpaduan, kaidah bervariabel, dan kaidah pergantian. Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa meliputi faktor ekstralinguistik dan faktor intralinguistik. Faktor ekstralinguistik adalah faktor luar bahasa yang mempengaruhi pemertahanan bahasa, seperti identitas, migrasi, ranah, partisipan, ekonomi, budaya, politik, agama, latar belakang pendidikan, menghubungi famili di kampung halaman, sikap bahasa, perkawinan tidak sesuku, administrasi, konsentrasi tempat tinggal, pekerjaan, umur, jenis kelamin, menghubungi famili di kampung halaman, geografi, psikologis, emigrasi, koran dan televisi. Faktor- faktor ekstralinguistik akan menyebabkan faktor intralinguistik. Faktor intralinguistik berasal dari dalam bahasa, meliputi alih kode dan campur kode. Alih kode terjadi ketika penutur beralih ke bahasa lain, dapat berupa kata, frase, dan kalimat Holmes, 2001:34-44; Chaer, 204:106-118. Campur kode terjadi ketika penutur memasukkan unsur-unsur bahasa lain dalam tuturannya, dapat berupa bunyi, kata, dan frasa Holmes, 2001:34-44; Chaer, 2004:114-118. Dan ini menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Dairi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi meliputi faktor intralinguistik dan faktor ekstralinguistik.

4.9.1 Faktor Intralinguistik

Faktor intralinguistik yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut. 1. Alih kode Alih kode adalah peristiwa pergantian bahasa. Holmes 2001:34-45 mengatakan bahwa alih kode adalah gejala peralihan penggunaan bahasa. Alih kode ini terjadi karena adanya kontak bahasa. Melalui penelitian yang sudah dilakukan, alih kode sering terjadi ketika masyarakat Pakpak Dairi berkomunikasi dengan teman-teman sesuku dan dihadiri pihak ketiga atau saat mereka berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak sesuku dengan mereka dan mereka tidak bisa menggunakan bahasa Pakpak Dairi, mereka akan beralih kode sesuai dengan bahasa yang dikuasai oleh partisipan. 2. Campur Kode Campur kode terjadi karena adanya peristiwa kontak bahasa. Berdasarkan penelitian, kelompok dewasa maupun kelompok orang tua memasukkan unsur- unsur bahasa lain dalam berkomunikasi. Bahasa-bahasa yang mereka campur seperti bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba. Universitas Sumatera Utara

4.9.2 Faktor Ekstralinguistik

Beberapa faktor ekstralinguistik yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut. 1. Identitas Berdasarkan pengakuan para responden kelompok remaja, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua pada angket, mereka mengaku bahwa bahasa daerah bahasa Pakpak Dairi merupakan lambang kepribadian identitas, namun pengakuan mereka tidak menyertai perilaku bahasa mereka, khususnya pada kelompok remaja lihat lampiran data observasi. Keadaan inilah salah satunya yang membuat penggunaan bahasa Pakpak Dairi tidak bertahan di berbagai ranah. Sedangkan pengakuan kelompok dewasa dan kelompok orang tua yang mengatakan bahwa bahasa daerah merupakan lambang identitas, pengakuan mereka menyertai perilaku bahasa mereka, yakni dengan tetap menggunakan bahasa Pakpak Dairi pada interlokutor tertentu lihat lampiran data observasi. Sehingga pada interlokutor tertentu, penggunaan bahasa Pakpak Dairi masih bertahan. 2. Kepercayaan Diri Berdasarkan pengakuan pada angket, kelompok dewasa dan orang tua secara menyeluruh memiliki rasa kepercayaan diri terhadap bahasa daerah mereka. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan bahasa daerah bahasa Pakpak Dairi pada interlokutor dan ranah tertentu. Masyarakat Pakpak Dairi akan menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika mereka berbicara dengan sesama suku Pakpak Dairi. Sebaliknya, kelompok remaja juga mengaku bahwa mereka juga Universitas Sumatera Utara memiliki kepercayaan diri terhadap bahasa Pakpak Dairi, namun pengakuan mereka tidak menyertai perilaku bahasa mereka. 3. Kesetiaan Berdasarkan pengakuan pada angket, kelompok remaja mengaku sangat setujusetuju bahwa bahasa daerah merupakan lambang kesetiaan, tetapi pengakuan mereka tidak menyertai perilaku bahasa mereka. Hal itu terlihat ketika kelompok remaja berinteraksi. Mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia lihat lampiran data observasi. Selanjutnya, pengakuan kelompok dewasa dan kelompok orang tua, menyertai perilaku bahasa mereka, yakni dengan menggunakan bahasa Pakpak Dairi pada interlokutor tertentu lihat lampiran data observasi. 4. Kebanggaan Budaya Penutur masyarakat Pakpak Dairi memiliki kebanggaan budaya yang tinggi, khususnya pada kelompok dewasa dan kelompok orang tua. Kebanggaan budaya itu terlihat ketika mereka masih menggunakan bahasa Pakpak Dairi pada interlokutor tertentu. Jendra 2010:145 mengatakan bahwa kelompok minoritas dapat mempertahankan bahasanya jika mereka mempertimbangkan bahwa bahasa itu memiliki hubungan erat dengan budayanya. Kesetiaan penutur membawa kebanggaan tersendiri dalam penggunaan bahasa daerahnya. 5. Migrasi Migrasi terjadi pada masyarakat multilingual. Migrasi dapat menyebabkan fenomena kebahasaan, seperti pemertahanan bahasa, pergeseran bahasa, dan Universitas Sumatera Utara kepunahan bahasa. Masuknya suku Batak Toba dan suku lain di Kabupaten Dairi, membuat pemertahanan bahasa Pakpak Dairi melemah. Keadaan ini sangat berpengaruh sekali terutama pada kelompok remaja. Kelompok remaja cenderung mengikuti perubahan yang ada di lingkungan masyarakat, sehingga penggunaan bahasa Pakpak Dairi sudah tidak bertahan di ranah apapun, baik ranah rumah, ranah luar rumah, ranah gereja, dan ranah sekolah. 6. Konsentrasi Tempat tinggal Masyarakat Pakpak Dairi cenderung akan mempertahankan bahasa daerah mereka jika mereka bertempat tinggal terpisah. Sebaliknya, mereka akan menggeser penggunaan bahasa daerah mereka jika mereka tinggal dengan berbagai suku. Misal, masyarakat yang tinggal di Tiga Lingga cenderung menggunakan bahasa Karo dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini disebabkan lingkungan tempat tinggal mereka mayoritas bersuku Karo. Keadaan ini yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi. 7. Jumlah Penutur Jumlah penutur dalam penelitian ini adalah jumlah masyarakat Pakpak Dairi. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 bahwa jumlah penutur masyarakat Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi sekitar 12,20. Dengan kata lain, bahwa masyarakat Pakpak Dairi merupakan masyarakat minoritas. Tentunya akan sulit bagi mereka untuk menghadapi tantangan dan ancaman yang datang dari luar apabila mereka tidak memiliki sikap bahasa yang positif. Hal itu terlihat jelas pada kelompok remaja yang selalu menggunakan bahasa Indonesia di berbagai ranah, seperti ranah rumah, ranah luar rumah, ranah gereja dan ranah sekolah. Universitas Sumatera Utara Sedangkan kelompok dewasa dan orang tua masih menggunakan bahasa Pakpak Dairi pada interlokutor tertentu. 8. Agama Masyarakat Pakpak Dairi yang beragama Islam cenderung mempertahankan bahasa daerah mereka dalam berkomunikasi walaupun mereka melakukan perkawinan silang. Mereka tetap menggunakan bahasa Pakpak Dairi dalam berkomunikasi. Sebaliknya, masyarakat Pakpak Dairi yang beragama Kristen cenderung memilih bahasa yang akan mereka gunakan. Misal, jika orang Pakpak Dairi menikah dengan suku Batak Toba, mereka cenderung memilih bahasa Indonesia untuk digunakan dalam berkomunikasi di ranah rumah. 9. Mengikuti Ibadah di luar GKPPD Mengikuti ibadah di luar GKPPD merupakan faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi. Hal ini disebabkan bahasa pengantar yang digunakan di luar gereja GKPPD adalah bahasa daerah lain. Misal, jika mengikuti ibadah di HKBP maka bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Batak Toba. Apabila mengikuti ibadah di luar GKPPD, dapat mengakibatkan rendahnya tingkat pemertahanan bahasa Pakpak Dairi. Kebiasaan mengikuti ibadah di luar GKPPD dapat juga mengakibatkan pencampuran bahasa daerah lain ketika mereka berkomunikasi. 10. Umur Umur merupakan faktor sosial yang mempengaruhi pemertahanan bahasa di Kabupaten Dairi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok remaja sudah Universitas Sumatera Utara menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi, baik dengan ayahibu, kakakadik, teman-teman sesuku dan lainya. Selanjutnya, kelompok dewasa dan kelompok orang tua masih menggunakan bahasa Pakpak Dairi pada interlokutor tertentu seperti ayahibu, suamiistri, kakakadik, abangadik, dan teman-teman sesuku. 11. Interlokutor lawan bicara Interlokutor adalah orang yang terlibat dalam komunikasi. Seorang penutur yang baik apabila dia mau mengetahui lawan bicaranya sebelum bertutur Hymes dalam Jendra, 2010:72. Dalam hal ini, penutur bahasa Pakpak Dairi cenderung beralih kode ketika mereka berbicara dengan interlokutor yang tidak sesuku dengan mereka. Selanjutnya, mereka juga akan beralih kode ketika mereka berbicara dengan orang sesuku dengan mereka danyang dihadiri oleh pihak ketiga. Dalam hal ini, pihak ketiga adalah suku lain. 12. Ranah Ranah adalah tempat terjadinya percakapan, merupakan kombinasi partisipan, topik, dan tempat misal keluarga, pendidikan, tempat kerja, keagamaan, dll. Penggunaan bahasa dapat meningkat ketika ranah menjadi tidak jelas dan tempat dan hubungan peran tidak bergabungberkombinasi dalam hal yang diharapkan Romaine, 2000:45. Dalam penelitian ini ranah yang diteliti untuk kelompok remaja adalah ranah rumah, ranah luar rumah, ranah gereja, dan ranah sekolah. Selanjutnya, ranah yang diteliti untuk kelompok dewasa dan kelompok orang tua adalah ranah rumah, ranah luar rumah, ranah gereja, dan ranah pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Pakpak Universitas Sumatera Utara Dairi pada kelompok remaja sudah tidak bertahan di ranah apapun, sedangkan penggunaan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok dewasa dan orang tua hanya bertahan pada ranah gereja. 13. Pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa. Hal ini disebabkan mereka menggunakan bahasa nasional ketika mereka berkomunikasi. Ketika mereka memiliki pekerjaan atau profesi sebagai guru, mereka akan menggunakan bahasa nasional bahasa Indonesia ketika mereka mengajar dengan siswanya. Tetapi mereka akan menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia ketika mereka berbicara dengan rekan kerjanya dalam situasi tidak formal. 14. Perkawinan Campuran Melalui penelitian yang sudah dilakukan, ditemukan bahwa perkawinan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa di Kabupaten Dairi. Masyarakat Pakpak Dairi yang melakukan perkawinan campuran atau perkawinan tidak sesuku cenderung beralih bahasa. Dalam hal ini mereka akan memilih bahasa apa yang akan mereka gunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari, khususnya rumah. Pilihan bahasa ini menyebabkan rendahnya tingkat pemertahanan bahasa. 15. Kebiasaan Menghubungi Famili di Kampung Halaman Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kebiasaan menghubungi famili di kampung halaman merupakan faktor yang mempengaruhi pemertahanan Universitas Sumatera Utara bahasa. Seringnya berkomunikasi dengan famili di kampung dapat mempertahankan penggunaan bahasa Pakpak Dairi.

4.10 Upaya Mempertahankan Bahasa Pakpak Dairi

Ada beberapa upaya-upaya yang dilakukan untuk mempertahankan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi, yaitu: 1. Memiliki sikap positif terhadap bahasa daerah dalam diri masing-masing individu. 2. Selalu menggunakan bahasa Pakpak Dairi dalam kehidupan mereka sehari-hari. 3. Memperkenalkan dan mengajari anak-anak untuk berbahasa Pakpak Dairi. 4. Menggunakan bahasa dan budaya Pakpak dalam adat-istiadat 5. Menjadi anggota dalam suatu lembaga. 6. Menjadikan bahasa Pakpak Dairi sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah. 7. Melakukan ibadah di GKPPD. 8. Mengikuti ibadah di mesjid yang menggunakan bahasa Pakpak Dairi. 9. Mengikuti acara kebaktian kumpulan setiap minggunya. 10. Kebiasaan mengunjungi famili. Universitas Sumatera Utara BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

5.1 Pengantar