Kondisi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Rumah

tinggal, migrasi, jumlah penutur, sekolah, alih kode, campur kode, dan pemerolehan bahasa pertama diduga mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi.

5.2.1.1 Kondisi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Rumah

Berdasarkan hasil penelitian, kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada tiap-tiap kelompok kelompok remaja, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua sudah tidak bertahan di ranah rumah lihat tabel 4.9, tabel 4.10, dan tabel 4.11. Rendahnya tingkat pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja disebabkan mereka sudah menggunakan bahasa Indonesia di ranah rumah seperti dengan ayah dan ibu mereka lihat lampiran data observasi, data 1, data 2, data 3, dan data 4. Ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka menggunakan bahasa Indonesia sehingga menyebabkan kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi rendah. Beberapa faktor-faktor yang ditemukan dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja di ranah rumah; Pertama, konsentrasi tempat tinggal. Masyarakat Pakpak Dairi yang tinggal terpisah dengan suku lain, mereka cenderung menggunakan bahasa Pakpak Dairi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tetapi masyarakat Pakpak Dairi khususnya kelompok remaja yang tinggal bersama-sama dengan suku lain cenderung beralih bahasa. Konsentrasi tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Romaine 2000; Jendra 2010. Kedua, jumlah penutur. Masyarakat Pakpak Dairi merupakan masyarakat minoritas di Kabupaten Dairi. Tentunya jumlah penutur sangat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi di Kabupaten Dairi. Hal ini disebabkan banyaknya penutur non Pakpak Dairi yang berdiam di Kabupaten Dairi. Sehingga beberapa dari Universitas Sumatera Utara penutur Pakpak Dairi khususnya kelompok remaja mulai beralih bahasa. Jumlah penutur merupakan faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa dalam suatu daerah Romaine 2000:44-67; Jendra 2010:145-146. Masyarakat mayoritas cenderung akan menggunakan bahasa daerahnya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan masyarakat minoritas cenderung beralih bahasa. Namun, tidak menutup kemungkinan masyarakat minoritas akan mempertahankan penggunaan bahasa daerah mereka. Pemertahanan bahasa dapat mereka lakukan apabila mereka memiliki ideologi yang tinggi terhadap bahasa daerah mereka Fishman, 1972:97. Ketiga, sekolah. Sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa Romaine 2000:44-67; Holmes 2001:52- 64. Sekolah sangat membawa pengaruh terhadap pemertahanan bahasa Pakpak Dairi. Hal ini disebabkan bahasa pengantar yang digunakan di sekolah adalah bahasa Indonesia. Pemerolehan bahasa kedua tentunya sangat mempengaruhi penggunaan bahasa daerah Romaine, 2000:56. Dan hal ini ditemukan di dalam penelitian ini. Kelompok remaja sudah menggunakan bahasa Indonesia dan memasukkan unsur-unsur bahasa lain ketika mereka berkomunikasi dengan ayahibu, kakaadik dan lainnya di ranah rumah. Keempat, diduga pemerolehan bahasa pertama juga mempengaruhinya. Selanjutnya, kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok dewasa tidak bertahan disebabkan oleh pilihan bahasa. Sumarsono 2004:201- 204 mengatakan bahwa ada tiga jenis pilihan bahasa yang dikenal dalam kajian sosiolinguistik, yakni alih kode, campur kode dan variasi bahasa yang sama variation within the same language. Alih kode, campur kode, dan variasi bahasa dalam bahasa yang sama variation within the same language merupakan pilihan Universitas Sumatera Utara bahasa yang dapat menimbulkan pergeseran dan kepunahan. Dari tiga pilihan bahasa tersebut, alih kode mempunyai konsekuensi yang paling besar. Campur kode dan alih kode ditemukan dalam tuturan masyarakat Pakpak Dairi kelompok dewasa di ranah rumah. Kelompok dewasa mulai memasukkan unsur-unsur bahasa lain dalam tuturannya, yakni bahasa Indonesia lihat lampiran data observasi, data 9. Percakapan menunjukkan bahw a interlokutor „anak‟ sudah memasukkan bahasa Indonesia dalam tuturannya, yakni kata „bapak‟. Kelompok dewasa akan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah lain ketika mereka berbicara dengan lawan bicara yang tidak bisa menggunakan bahasa Pakpak Dairi lihat lampiran data observasi, data 6. Mereka akan menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika mereka berbicara dengan anak mereka lihat lampiran data observasi, data 5, kakakadik lihat lampiran data observasi, data 7, teman-teman sesuku di rumah lihat lampiran data observasi, data 8 dan data 9. Sejalan dengan uraian di atas, Sumarsono 1990 dalam disertasi „Pemertahanan Bahasa Melayu Loloan‟ mengatakan bahwa alih kode juga terjadi di ranah rumah. Alih kode itu terjadi ketika ada penghuni lain di rumah, guyup Loloan akan menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi guyup loloan masih menggunakan bahasa Melayu Loloan jika mereka berinteraksi antara anggota keluarga di ranah rumah. Selanjutnya, kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok orang tua di ranah rumah juga sudah tidak bertahan dan mulai bergeser. Mulai bergesernnya penggunaan bahasa Pakpak Dairi disebabkan oleh pilihan bahasa. Universitas Sumatera Utara Sumarsono 2004:201-204 mengatakan bahwa ada tiga jenis pilihan bahasa yang dikenal dalam kajian sosiolinguistik, yakni alih kode, campur kode dan variasi bahasa yang sama variation within the same language. Alih kode, campur kode, dan variasi bahasa dalam bahasa yang sama variation within the same language merupakan pilihan bahasa yang dapat menimbulkan pergeseran dan kepunahan. Dari tiga pilihan bahasa tersebut, alih kode mempunyai konsekuensi yang paling besar. Campur kode dan alih kode ditemukan dalam tuturan masyarakat Pakpak Dairi kelompok orang tua. Kelompok orang tua mulai memasukkan unsur-unsur bahasa lain dalam tuturannya, yakni bahasa Indonesia lihat lampiran data observasi, data 12 dan bahasa Batak Toba lihat lampiran data observasi, data 14. Percakapan data 12 menunjukkan bahwa interlo kutor „orang tua 2‟ sudah memasukkan bahasa Indonesia dalam tuturannya, yakni kata „kakak‟. Sedangkan percakapan data 14 menunjukkan bahwa interlokutor „orang tua 1‟ sudah memasukkan bahasa Batak Toba dalam tuturannya, yakni kata „ito‟. Selanjutnya, kelompok orang tua akan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah lain ketika mereka berbicara dengan lawan bicara yang tidak bisa menggunakan bahasa Pakpak Dairi lihat lampiran data observasi, data 14. Mereka akan menggunakan bahasa Pakpak Dairi ketika mereka berbicara dengan anak maupun orang tua mereka lihat lampiran data observasi, data 10 dan data 11, teman-teman sesuku di ranah rumah lihat lampiran data observasi, data 12 dan data 13. Sejalan dengan uraian di atas, Sumarsono 1990 dalam disertasi „Pemertahanan Bahasa Melayu Loloan‟ mengatakan bahwa alih kode juga terjadi di ranah rumah. Alih kode itu terjadi ketika ada penghuni lain di ranah rumah, Universitas Sumatera Utara guyup loloan akan menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi guyup loloan masih menggunakan bahasa Melayu Loloan jika mereka berinteraksi antara anggota keluarga di ranah rumah. Dapat disimpulkan bahwa kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok remaja tidak bertahan di ranah rumah disebabkan oleh konsentrasi tempat tinggal, migrasi, jumlah penutur, sekolah, dan pemerolehan bahasa pertama diduga mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi. Selanjutnya, kondisi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi pada kelompok dewasa dan orang tua tidak bertahan di ranah rumah disebabkan oleh alih kode, campur kode, dan secara tidak langsung interlokutor juga dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa Pakpak Dairi.

5.2.1.2 Kondisi Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Ranah Luar Rumah