Doa menurut Dokumen Konsili Vatikan II

57 b. Pergumulan dalam doa Kehidupan religius tidak terlepas dari hidup rohani sebagai inti dan pusat hidup. Inti dan pusat yang dimaksud bahwa Allah adalah tempat penyerahan diri seutuhnya dalam wujud persembahan diri yang total kepadaNya. Untuk memperkembangkan hidup rohaninya seorang religius perlu bergumul dengan pengalamannya. Berdialog dengan Allah berarti seorang religius mampu menentukan pilihan dan keputusannya yang tentunya mengarah kepada kebaikan. Dalam pergumulan dalam doa, seorang religius selalu didorong untuk berbuat lebih bagi Allah, tetapi mengalami keterbatasan. Hal ini diuraikan Breemen 1983:63 “nyatanya dalam ketidakmampuan ini, meskipun mengecewakan, tidak melemahkan atau menekan, sebab dari dalam seluruh hidup doa merupakan keyakinan, bahwa Tuhan dapat diandalkan tanpa habisnya, bahwa ia tidak meninggalkan kita, entah apa yang kita lakukan, bahwa ia tetatp akan mencintai kita seperti apa adanya”. Breemen 1983:66 menyatakan bahwa: Pergumulan dalam doa dirasakan oleh setiap religius sebagai suatu kekosongan, namun dalam hidup religius tetap berkembang terus. Ada rasa kering, kurang puas, kecewa, dalam peristiwa itu religius diajak kembali untuk mencari Allah sebagai sumber hidupnya. Kenyataan dalam kesulitan yang dihadapi oleh religius di dalam doa membuat seorang religius menghayati kesetiaan Allah. Allah selalu setia, maka dalam situasi apapun harus tetap setia kepada Allah. Kesetiaan religius dalam doa akan menyatukan dirinya dengan Yesus. Yesus pernah juga mengalami pergulatan dalam doa seperti yang tertulis dalam Injil sebagai berikut: 58 “Lalu katanya kepada mereka: “Hatiku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah”. Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanag dan berdoa supaya, sekiranya mungkin, saat itu lalu dari padaNya. Katanya: Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagiMu, ambillah cawan ini dari padaKu, tetapi jangan apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki” Mrk 14: 34-36. Doa yang dilakukan dengan berbagai metode dan cara mengalami kegagalan hanya satu dasar untuk dapat berhasil yaitu dengan menyerahkan kembali kepada Allah pengalaman kegagalan itu sebagai suatu persembahan. Ketekunan dan ketabahan pada saat mengalami kegagalan dan kekringan di sana Allah hadir untuk selalu membimbing dan menuntun.

B. Doa Dalam Kehidupan Para Suster SFS

Suster Fransiskan Sukabumi adalah kongregasi tingkat deosesan yang artinya kongregasi tingkat keuskupan. Kongregasi ini adalah suster deosesan Bogor yang memiliki biara induk di Sukabumi. Suster Fransiskan Sukabumi memiliki pedoman dalam mengatur kehidupan anggotanya salah satu pendomannya adalah konstitusi. Pedoman yang ada untuk mempermudah para suster makin menghayati dan menghidupi spiritualitas kongregasi. “ Fransiskus menimba semangat doa dan kebaktian suci dari Yesus sendiri. Dia mengakui Yesus sebagai pola hidupnya. Karena itu ia mengikuti hidup doa Yesus sampai kecil-kecilnya seperti: cara, waktu, serta kata-kata-Nya. Moeder Rosa de Bie memandang hidup doa sebagai roh yang menjiwai seluruh hidup dan pelayanannya” Konst. Art:32 Dalam pasal ini mau dikatakan bahwa Roh yang menjiwai adalah Yesus yang merupakan pola hidup bagi seorang religius. Apa yang dilakukan oleh Yesus menjadi