FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGHAYATAN DOA
76
“Pada mulanya formation yang bersifat bimbingan pribadi. Tujuannya ialah melatih agar orang mampu hidup secara rohani. Selanjutnya, ketika hidup
bertapa berkembang menjadi hidup membiara dengan segala aturannya, formation religius berkembang pula menjadi kegiatan religius yang
dilembagakan untuk orang masuk dalam biara. mereka dilatih dan dididik menurut pola hidup tertentu, yang dialami sebagai jalan menuju kesempurnaan
hidup”.
Formatio religius di dalamnya menyangkut unsur pembinaan. “Pembinaan” merupakan suatu usaha “pembentukan” anggota religius dalam proses terus menerus
sampai tercapainya kepribadian yang utuh dan kehidupan religius yang mantap” Pujaharsana dalam Rohani 1986: 197. Masa pembinaan seorang religius tidak hanya
terbatas waktu postulan, novisiat dan masa yunior tetapi meliputi masa sesudah kaul kekal, bahkan proses pembinaan sepanjang hidup. Dalam Kongregasi SFS tim
formator yang akan mengatur proses dan program pembinaan bagi setiap jenjang suster. Hal ini mengingat bahwa kaul kekal bukan akhir dari pembinaan. Pembinaan
terus menerus dapat membentuk pribadi religius memiliki kemantapan sikap dan arah hidup, dewasa dalam hidup bersama maupun masyarakat.
Pembinaan hidup religius perlu dilakukan terutama untuk kelangsungan hidup panggilan. “Selama seluruh hidup para religius hendaknya dengan tekun melanjutkan
pembinaan rohani, doctrinal dan praktis dan para pemimpin hendaknya menyediakan sarana dan waktu untuk itu” KHK Kan 661.
Pembinaan yang diberikan kepada para religius perlu diberikan untuk membina iman para religius pada khusunya dalam rangka untuk mengembangkan iman dan
mengolah hidupnya. Kehidupan sebagai religius perlu di olah dengan baik karena dalam kehidupan bermasyarakat kita ditantang untuk menjadi garam serta terang bagi
77
seama lewat apa yang ada, sehingga kedewasaan perlu kita miliki sehingga siap untuk bekerja bagi sesama.
Kesetiaan pada panggilan dan pelayanan kepada Gereja menuntut dari para suster bahwa sesudah mengikrarkan profesi kekal mereka masih selalu
mengusahakan perkembangan dan pendalaman rohani terus menerus secara tanggungjawab bersama. Dengan mengandalkan kesetiaan Ilahi dan menyadari
tanggungjawab sebagai rekan suster satu sama lain, hendaknya mereka saling membantu untuk berkembang baik secara pribadi maupun bersama-sama
sampai pada kepenuhan hidup yang menjadi tujuan Kristus memanggilnya. Konst pasal 114.
Sebagai seorang yang telah mengucapkan janji setia dalam profesi maka perlulah menjaga dan memelihara semangat doa demi kesetiaan kepada panggilan. Tujuan
pembinaan religius adalah memungkinkan para calon hidup religius dan anggota- anggota muda yang sudah profesi, menemukan dan kemudian mengasimilasikan dan
memperdalam apa yang menjadi jati diri religius. PPLLR 1992: art 6:14. Dari ungkapan itu mau mengatakan bahwa penghayatan hidup religius perlu terus dipupuk
agar tetap hidup sehingga makin hari semakin mampu mengenali jati dirinya. Kaum religius sendiri secara individual memikul tanggungjawab pertama untuk
menyatakan “ya” kepada panggilan yang telah diterima dan untuk menerima semua akibat jawaban ini, hal ini tidaklah terutama terdapat dalam tertib akal
budi, tetapi menyangkut seluruh hidup. Panggilan dan tindakan Allah, sama seperti kasihnya selalu baru: situasi-situasi sejarah tidak akan pernah terulang.
Olah karenanya seorang yang terpanggil tiada henti-hentinya diajak untuk memberikan jawaban penuh perhatian, barudan bertanggungjawab. Perjalanan
setiap religius akan mengingatkan perjalanan umat Allah dalam pengungsian dan juga perkembangan yang berlangsung perlahan-lahan murid-murid, yang
lamban percaya tetapi akhirnya, berkobar-kobar dengan semangatnya ketika Tuhan bangkit memperlihatkan diri-Nya kepada mereka. Hal ini menunjukkan
sejauh manakah pembinaan seorang religius harus dipribadikan. Oleh karenanya hal itu akan menjadi masalah yang amat menarik hati nurani dan
tanggungjawab pribadi setiap religius, sehingga mereka menanamkan di dalam kalbu mereka nilai-nilai hidup religius, dan serentak pula, peranan hidup yang
dianjurkan kepada mereka oleh pembimbing pembinaan sehingga mereka menemukan di dalam diri mereka sendiri pembenaran untuk pilihan-pilihan
praktis mereka dan menemukan dalam Roh pemcipta dinamisme fundamental mereka. Oleh karenanya, keseimbangan yang tepat haruslah ditemukan di
78
antara pembinaan kelompok dan pembinaan setiap pribadi, diantara penghargaan terhadap waktu yang disediakan untuk setiap tahap pembinaan
dan penyesuaiannya dengan irama hidup individu PPLLR No.16 1992: art 29.
Dari pernyataan diatas tertuliskan bahwa pembinaan dilakukan secara pribadi maupun kelompok untuk memperoleh hasil yaitu keseimbangan hidup religius. Pembinaan
yang dilakukan sesuai dengan tahap pembinaan yang ada dalam setiap lembaga hidup bakti. Para suster SFS perlu pembinaan terus menerus baik secara pribadi maupun
bersama demi perutusan. Pembinaan secara personal menjadi dasar dalam proses pembinaan seseorang, sehingga diharapkan sebelum membina orang lain, terlebih
dahulu ia mampu membina dirinya sendiri sehingga dapat menjadi saksi kasih Kristus yang memancar terang kepada sesama.
2. Tujuan On Going Formation
Manusia diharapkan untuk dapat bertumbuh dan pertumbuhan itu membutuhkan suatu proses. Untuk mencapai suatu tahap kedewasaan seorang religius
memerlukan juga proses pembinaan. Dalam PPLLR 1992: art.1 “memperkenalkan mereka dengan hidup religius dan membantu mereka menyadari ciri khas di dalam
gereja, terutama ditujukan untuk membantu para religius pria dan wanita menyadari kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui Roh. dengan memadukan secara
harmonis unsur-unsur rohani, apostolic, doctrinal dan praktis”. Berdasarkan tujuan tersebut, maka formation religius dapat memberikan
kepada religius suatu arah yang menjadi dasar hidupnya sehingga tidak mudah untuk berbalik arah. Dalam arah dasar pendidikan Tarekat suster Fransiskan Sukabumi hal
31dikatakan bahwa tujuan pembinaan lanjutan adalah sebagai berikut: Memelihara
79
semangat doa demi kesetiaan kepada panggilanNya, membaharui diri terus menerus dalam hidup religius, mampu menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan hidup,
mampu mengembangkan profesinya sesuai dengan tuntutan zaman, kerasulan Tarekat dan Gereja, menerima segala perubahan yang terjadi fisik, psikis, rohani dan terbuka
menerima nilai-nilai baru, agar tetap membuahkan kerasulan yang efektif dalam hidupnya, mengembangkan sikap lepas bebas terhadap semua yang menjadi pegangan
dan kebanggaan posisi, prestasi, ambisi, kemampuan. Dalam berbagai hal di atas sebagai tujuan yang nantinya ingin dicapai bahwa
pembinaan dalam on going formation akan semakin mengembangkan hidup seseorang sehingga menjadi pribadi yang dewasa dan tangguh, berkembang secara rohani dan
keprobadiannya. Perkembangan akan dapat dirasakan apabila religius mau mengembangkan diri lewat pekerjaan, studi, komunitas, doa sehingga menjadi pribadi
yang sejati. Perkembangan rohani mampu dirasakan oleh setiap orang memalui kehadiran dan kehidupannya sehari-hari. Arah dasar Pendidikan Suster SFS,
2001:32. 3.
On Going Formation melalui Katekese On Going formation adalah salah satu bentuk pembinaan. Dalam proses
pembinaan ini ada banyak metode untuk dapat mencapai perkembangan diri yang optimal. Salah satu cara yang dapat dipergunakan dalam pembinaan adalah melalui
metode katekese. Dalam proses katekese ada unsur-unsur yang cocok dipergunakan khususnya dalam pembinaan, karena katekese bertitik tolak pada pengalaman peserta.
Peserta menjadi unsur utama dalam katekese, pemimpin pertemuan hanya sebagai fasilitator. Katekese ini memampukan orang untuk mau berefleksi dan membangun