24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8.3 Mekanisme Kerja
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan
makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,
penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.
a. Penghambatan sintesis dinding sel, dengan cara menghambat pembentukan
peptidoglikan sehingga menimbulkan lisis pada sel. Contohnya sefalosporin, penisilin, dan ß-laktam.
b. Merusak membran sel sehingga makromolekul dan ion keluar dari sel,
kemudian sel rusak atau terjadi kematian. Contohnya polimiksin B dan daptomisin.
c. Penghambatan sintesis protein pada ribosom bakteri. Contohnya
aminoglikosida, tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida. d.
Penghambatan sistesis asam nukleat dengan penghambatan proses transkripsi dan replikasi. Contohnya rifampisin kuinolon.
e. Mengganggu jalur metabolisme bakteri. Contohnya sulfonamid dan
trimetoprim Nester et al., 2012.
2.9 Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi produk yang dikehendaki dalam kultur mikroba tertentu. Menurut Purwanto,
2011., dari proses fermentasi yang dilakukan dapat menghasilkan beberapa produk di antaranya :
a. Biomassa Sel, misalnya protein sel tunggal.
b. Enzim, seperti enzim amilase dan protease.
c. Metabolit, merupakan senyawa hasil reaksi metabolisme dari kapang endofit,
seperti metabolit primer misalnya polisakarida, protein, asam nukleat, serta metabolit sekunder yaitu senyawa antibiotika.
d. Produk rekombinan, seperti insulin dan interferon.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Biokonversi, konversi asam asetat dari etanol sorbitol dan produk steroid,
aseton dari propanol, antibiotika dan prostaglandin.
2.10 Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi cakram dan metode pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi cakram dilakukan dengan
mengukur diameter zona bening clear zone yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri
Hermawan dkk., 2007.
2.10.1 Metode Difusi Cakram
Metode difusi cakram merupakan metode yang paling umum digunakan untuk melakukan uji zat terhadap mikroorganisme. Metoda ini menghasilkan
kategori sensitivitas berdasarkan difusi antibakteri dari kertas cakram di dalam media yang sudah mengandung inokulat. Kertas cakram uji diresapi zat uji
kemudian kertas cakram tersebut diletakkan pada permukaan media agar yang sudah mengandung inokulat uji, selanjutnya diinkubasi. Setelah dilakukan
inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya zona hambat atau zona bening di sekeliling cakram Kusmayati dan Agustini, 2007. Hal
tersebut terjadi karena selama masa inkubasi zat uji yang berada dalam kertas cakram meresap ke media agar. Zona hambat ini dapat menjadi parameter untuk
menentukan tingkat sensitivitasnya apakah sensitif, parsial, atau resisten. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika dan kimia, selain faktor
antara obat dan organisme misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat Jawetz et al., 2005.
2.10.2 Metode Dilusi
Antibakteri dibuat seri kadar konsentrasi yang menurun secara bertahapmenggunakan media padat atau media cair. Selanjutnya media
diinokulasi bakteriuji dan diinkubasi. Kemudian ditentukan Kadar Hambat Minimal KHM atau Minimal Inhibitory Concentration MIC antibakteri
tersebut Jawetz et al., 2005. Prinsip metode pengenceran ini adalah senyawa