Karakterisasi Bakteri Uji HASIL DAN PEMBAHASAN
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terhadap P. aeruginosa dengan diameter zona hambat 8,66 mm. Isolat DU.2B.1 aktif terhadap P. aeruginosa 8,53 mm dan S. aureus 8,37 mm. Isolat DU.2B.2
aktif terhadap P. aeruginosa 9,49 mm dan S. aureus 8,75 mm. Isolat DU.3B.2 aktif terhadap S. aureus 9,20 dan P. aeruginosa 9,50 mm. Sementara untuk
bakteri B. subtilis dan E. coli masing-masing isolat menunjukkan aktivitas yang lemah bahkan beberapa di antaranya tidak menunjukkan zona hambat. Hal ini
dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya p erbedaan struktur dinding sel,
seperti jumlah peptidoglikan, jumlah lipid, ikatan silang dan aktivitas enzim yang menentukan penetrasi, pengikatan dan
kemampuan dari suatu senyawa dalam menghambat atau membunuh mikroorganisme Jawetz, 2004. Aktivitas dari
suatu senyawa antimikroba juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lain seperti kemampuan difusi senyawa antimikroba, konsentrasi senyawa antimikroba
yang terserap dalam kertas cakram, jumlah inokulum yang terkandung dalam medium dan tipe medium biakan yang digunakan Benson, 2001.
Dalam penelitian ini, pengujian antibakteri yang dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar cakram. Berbagai penelitian mengenai uji
aktivitas antimikroba menggunakan metode difusi agar cara cakram telah dilaporkan
Taqwim, 2007,
yaitu uji
aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Pseudomonas
aeruginosa. Hasil pengujian menggunakan metode difusi agar cakram menunjukkan 10 isolat kapang endofit dari tumbuhan Garcinia forbesii King
memiliki aktivitas antibakteri yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat di sekitar kertas cakram. Metode difusi agar cara cakram juga digunakan oleh
Muliana 2007 dan menunjukkan 4 isolat kapang yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan B. subtilis.
Dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil uji yang dilakukan sebagian besar yang memiliki aktivitas antibakteri cukup baik yaitu ekstrak metanol.
Ekstrak metanol dari tanaman umumnya memiliki kandungan senyawa terpines dan fenolat, yang dilaporkan sebagai senyawa agen antibakteri. Beberapa senyawa
alkaloid seperti indoloquinoline dapat mengakibatkan perubahan morfologi dari S. aureus, akan tetapi efek antibakteri dari alkaloid dapat melalui mekanisme yang
berbeda diantaranya menghambat sintesis DNA melalui penghambatan
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
topoisomerase. Oleh karena itu, perbedaan fitokimia dari suatu tanaman yang berbeda menyebabkan aktivitas antibakteri berbeda pula. Sebuah penelitian
sebelumnya mengenai fitokimia dari tanaman Crinum asiaticum L menghasilkan dua golongan alkaloid baru, yaitu asiaticumines A dan B serta 21 golongan
senyawa lainnya yaitu sembilan alkaloid, empat amida, lima senyawa fenolik, dan tiga flavonoid Lannello. C, 2003. Adanya kandungan senyawa alkaloid dan
flavonoid tersebut mendukung pengamatan penulis bahwa aktivitas antibakteri yang diberikan oleh ekstrak ini disebabkan karena kandungan metabolit sekunder.
Senyawa alkaloid memiliki aktivitas antibakteri dengan cara membantu sel-sel darah putih untuk mengeliminasi mikroorganisme berbahaya Jeffery dan
Harbone, 2000. Sementara flavonoid bekerja dengan cara mengikat asam amino nukleofilik pada protein dan dinding sel bakteri yang menyebabkan kerusakan
struktur protein dan inaktivasi enzim Matashoh, et al., 2014.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta