pulang dari melaut biasanya di TPI tersebut para bos tengkulak sudah menunggu untuk membeli hasil tangkapan nelayan. Setiap nelayan memiliki bos-nya masing-
masing. Kebanyakan nelayan biasanya setia pada satu bos dan hubungan yang terjalin memang cukup erat. Menurut Satria 2002 kuatnya ikatan ini merupakan
konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan ikan yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian. Pada masa-masa paceklik biasanya bos memberikan pinjaman
kepada nelayan. Konsekuensinya ketika musim ikan telah tiba nelayan secara tidak langsung wajib menjual tangkapannya kepada bos
yang telah memberikannya pinjaman tersebut.
5.3.1 Armada dan Peralatan Tangkap
Armada yang digunakan oleh nelayan Ciawitali untuk penangkapan ikan hingga saat ini berupa perahu fiber sepanjang sembilan meter dan lebar sekitar
satu meter. Di kanan dan kiri badan perahu terdapat penyeimbang yang terbuat dari kayu ataupun bambu. Sebagai sumber tenaga digunakan mesin tempel
berkekuatan 15 PK dengan bahan bakar bensin. Dalam satu kali pelayaran mencari tangkapan, nelayan minimal menghabiskan sebanyak sepuluh liter bensin
per hari. Total jumlah perahu nelayan yang terdapat di Ciawitali adalah dua puluh lima perahu. Masing-masing perahu dimiliki oleh seorang nelayan. Dalam sekali
melaut biasanya terdapat empat sampai lima nelayan di satu perahu, sehingga biaya operasional untuk melaut ditanggung bersama dari hasil penangkapan ikan.
Peralatan tangkap yang digunakan oleh nelayan Ciawitali umumnya berupa jaring dan pancing. Ukuran jaring dan pancing ini berbeda-beda
tergantung dari tangkapan yang dicarinya. Perbedaan berbagai jenis alat tangkap ini dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Jenis Alat Tangkap Jaring dan Pancing Jenis Alat Tangkap
Jenis Tangkapan Pancing
kail no.7 dan senar no. 500 kakap, kerapu
kail no.8-9 dan senar no. 200 layur
Jaring
mata jaring berukuran 2 inci layur
jaring sirang atau jaring dengan ukuran mata jari 5-6 inci
bawal ikan
yang berukuran lebih besar
5.3.2 Pemetaan Wilayah Tangkapan
Komunitas nelayan yang menempati satu lokasi pada suatu daerah umumnya memiliki wilayah penangkapan ikan fishing ground tertentu. Wilayah
penangkapan ini merupakan daerah jelajah atau area tetap bagi nelayan dalam usahanya mencari ikan. Di Ciawitali sendiri terdapat wilayah penangkapan telah
dijelajahi nelayan selama bertahun-tahun. Hal ini terjadi sebagai suatu proses adaptasi yang dilakukan nelayan dalam mengahadapi kondisi ekologi wilayah
perairan tersebut. Selain banyaknya tangkapan yang dapat dihasilkan, penentuan wilayah tangkapan ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain diantaranya
yaitu gelombang dan arah angin yang sangat mempengaruhi keamanan nelayan dalam aktivitas pencarian tangkapan.
Nelayan Ciawitali masih menggunakan cara-cara tradisional dalam menentukan wilayah penangkapan, seperti melihat kumpulan ikan-ikan kecil di
permukaan air untuk memperkirakan banyaknya ikan-ikan besar yang ada di bawahnya. Penggunaan teknik-teknik yang lebih modern, seperti memanfaatkan
informasi dari satelit oseanografi sama sekali belum dilakukan oleh nelayan. Hal ini terkendala oleh tingkat pengetahuan nelayan yang rendah serta minimnya
keterdedahan nelayan terhadap media untuk mengakses informasi tersebut. Area penangkapan ikan nelayan Ciawitali sendiri berkisar di antara pesisir
barat Pulau Nusa Kambangan. Ini merupakan lokasi aman bagi nelayan untuk mencari ikan terutama ketika datangnya musim angin timur. Angin merupakan
salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kegiatan melaut para nelayan. Bahaya yang besar dapat menimpa nelayan akibat datangnya angin dengan
intensitas yang tinggi. Jika musim angin timur tiba, nelayan dapat dengan aman
mencari ikan di wilayah pesisir Barat Nusa Kambangan karena pulau tersebut meredam angin yang datang dari arah timur. Sedangkan pada musim angin barat,
seluruh wilayah tangkapan nelayan terkena hembusan angin dari arah barat yang terbuka. Hal ini menjadi kendala yang cukup serius, sebagaimana diungkapkan
oleh salah satu nelayan, NR 37 tahun :
“….kalau datang musim angin barat, nelayan yang ke laut sedikit sekali, malah hampir tidak ada. Semua wilayah kena angin, jadi bahaya sekali
kalau memaksakan tetap pergi ke laut.”
Kendala yang terjadi akibat datangnya musim angin barat ini kemudian memicu terjadinya ekspansi perluasan wilayah tangkapan ke bagian selatan
Pulau Nusa Kambangan. Nelayan yang bertekad kuat untuk tetap mencari ikan serta nelayan dengan nyali yang cukup tinggi saja yang biasanya mampu melewati
gelombang laut yang besar dari tiupan angin barat ini untuk mencapai wilayah perairan di sebelah selatan Pulau Nusa Kambangan. Salah satunya adalah JA 38
tahun :
“….bisa saja kalau mau memaksakan tetap melaut di musim angin barat. Perahu dibawa melipir di pinggiran pulau dan tentu harus sangat
berhati-hati untuk mencapai wilayah sebelah selatan ke arah timur Nusa Kambangan. Tapi biasanya jarang sekali yang mau sampai begitu.
Selain berbahaya, ongkos bensin yang dibutuhkan juga harus besar.”
Gambar 3. Peta Wilayah Tangkapan Nelayan Ciawitali
3
Gambar 3 di atas memperlihatkan lokasi penangkapan ikan nelayan Ciawitali yang terlindung dari terpaan angin timur. Jalur yang digunakan oleh
nelayan untuk mencapai wilayah penangkapan ikan ini ditandai dengan garis berwarna merah. Jalur ini diawali dengan sebuah sungai kecil yang berada di
tengah hamparan rawa-rawa dan kawasan mangrove yang masih merupakan wilayah Dusun Ciawitali. Berdasarkan keterangan masyarakat, kondisi mangrove
ini tiap tahun semakin bertambah kerusakannya. Apabila menyusuri sungai tersebut dapat terlihat banyak sekali bekas-bekas pohon bakau yang telah ditebang
sehingga kerusakan yang terjadi di wilayah mangrove ini semakin tampak jelas. Sungai kecil yang biasa dilewati oleh nelayan ini adalah Sungai Ciawitali. Pada
waktu-waktu tertentu ketika air surut, sungai ini sama sekali tidak dapat dilewati sehingga para nelayan harus mendorong perahunya beberapa meter. Selain
kedangkalan sungai, terdapat pula penumpukan sampah di sepanjang aliran sungai menuju laut ini. Tidak jarang baling-baling mesin perahu nelayan tersangkut oleh
sampah dalam perjalanan.
2
Dasar peta wilayah ini merupakan foto satelit yang diperoleh dari situs Google Earth
Pelawangan merupakan sebuah celah yang terbentuk dari dua buah daratan yang berdekatan. Pelawangan ini adalah ujung atau pintu terakhir dari jalur yang
dilalui oleh nelayan sebelum mencapai lautan lepas. Di celah ini terdapat beberapa gugusan karang besar yang menjadi pembatas pintu keluar perahu nelayan. Pada
waktu-waktu tertentu ketika gelombang laut sedang besar, perahu nelayan tidak dapat melewati celah ini. Hal ini menjadi satu kendala yang cukup serius sebab
nelayan akan tidak dapat melaut sama sekali ketika gelombang besar dan menutup akses nelayan untuk mencapai wilayah penangkapan.
5.3.3 Musim Penangkapan Ikan