Sistem Produksi dan Penggunaan Benih Unggul Jagung

67

5.3 Sistem Produksi dan Penggunaan Benih Unggul Jagung

Benih sumber menempati posisi strategis dalam industri perbenihan nasional, karena menjadi sumber bagi produksi benih yang ditanam petani. Keberhasilan budidaya jagung sangat ditentukan oleh kualitas benih yang digunakan. Ketersediaan benih saja tidak cukup jika tidak diikuti dengan kualitas benih yang tinggi. Oleh karena itu, penggunaan benih unggul bermutu diperlukan, karena merupakan suatu langkah awal dari keberhasilan suatu usaha pertanian. Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Hasil studi menunjukkan bahwa sekitar 79 persen areal pertanaman jagung terdapat di lahan kering, 11 persen terdapat di lahan sawah irigasi, dan 10 persen di sawah tadah hujan. Dewasa ini data tersebut telah mengalami pergeseran. Diperkirakan areal pertanaman jagung pada lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan meningkat berturut-turut menjadi 10-15 persen dan 20-30 persen, terutama di daerah produksi jagung komersial. Kesesuaian agroklimat Indonesia menyebabkan tanaman jagung dapat tersebar dihampir seluruh wilayah Indonesia. Sentra penanaman jagung di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara Kasryno, 2005. Pengadaan Benih Bina dilakukan melalui produksi dalam negeri dan introduksi dari luar negeri, yang dilakukan oleh Pemerintah, Produsen Benih BUMN maupun Swasta nasional atau multinasional. Dalam pengadaannya, terdapat 4 empat kelas benih yaitu Benih Penjenis BS, Benih Dasar BD, Benih Pokok BP dan Benih Sebar BR. Benih penjenis sampai dengan benih pokok merupakan benih sumber, dan BR merupakan benih yang langsung ditanam oleh petani. Untuk tanaman pangan termasuk jagung, sebagian BS dari varietas unggul yang dihasilkan Badan Litbang diproduksi oleh breeder di Balai-Balai Penelitian, dan sebagian lainnya diproduksi oleh BUMN dengan supervisi dari breeder. BUMN dalam memproduksi BS belum mencerminkan mekanisme perlindungan HaKI dari varietas tersebut. Prosedur baku untuk produksi BS telah dipahami oleh pemulia dan teknisi, tetapi prosedurnya tidak terdokumentasi tidak tertulis sehingga sulit dievaluasi kesesuaian conformity antara pelaksanaan produksi dengan prosedur baku. Hal 68 ini dapat memperbesar peluang terjadinya penurunan cacat mutu dari BS yang dihasilkan. BS yang dihasilkan breeder di Balai Penelitian sebagian disalurkan ke produsen benih BBI melalui Direktorat Bina Perbenihan, sebagian lainnya disimpan di Balai Penelitian untuk kepentingan breeder dan peneliti lain. BS yang diproduksi oleh BUMN sebagian disimpan di BUMN yang bersangkutan untuk kepentingan mereka sendiri dan sebagian lain diserahkan kepada Direktorat Bina Perbenihan Sayaka et al., 2006 Komoditas diteruskan oleh Direktorat Benih untuk disebarkan ke Balai Benih Induk BBI yang selanjutnya diperbanyak untuk menghasilkan FS. Benih FS tersebut kemudian diperbanyak oleh BUMN PT SHS dan PT Pertani, Penangkar Swasta, dan Balai Benih Utama BBU yang masing-masing memproduksi SS atau ES. Kecuali di BBU, benih jenis SS tersebut selanjutnya diperbanyak menjadi benih jenis ES. Pada Gambar 9 disajikan sistem pengadaan dan penyaluran benih secara formal. Varietas unggul yang baru dilepas BS yang dihasilkan oleh PuslitbangBalai Komoditas, diteruskan oleh Direktorat Benih untuk disebarkan ke Balai Benih Induk BBI yang selanjutnya diperbanyak untuk menghasilkan FS. Benih FS tersebut kemudian diperbanyak oleh BUMN PT. SHS dan PT. Pertani, Penangkar Swasta, dan Balai Benih Utama BBU yang masing-masing memproduksi SS atau ES. Kecuali di BBU, benih jenis SS tersebut selanjutnya diperbanyak menjadi benih jenis ES. Dari penangkar swasta benih jenis ES ini langsung disebarkan ke petani, sedangkan dari PT SHS dan PT Pertani disebarkan ke daerah melalui penyalur yang telah ditunjuk. Sementara dari BBU benih SS diteruskan ke BPP yang sekarang di beberapa wilayah sudah satu atap dengan Dinas Pertanian Kabupaten. Di tingkat BPP, benih jenis SS ini diperbanyak menjadi benih jenis ES yang selanjutnya diteruskan kepada petani. 69 Gambar 9 Pengadaan dan Penyaluran Benih secara Formal BS = Breeder seed, FS = Foundation seed, SS = Stock seed, dan ES = Extension seed. Badan LitbangPuslitbang sebagai institusi hulu penghasil varietas dan produsen Benih Penjenis BS. Direktorat Jenderal TPHDit. Bina Perbenihan, sebagai institusi pengambil kebijakan dan pembinaan teknis agar benih tersedia dengan 6 tepat. PropinsiDinas Pertanian Propinsi sebagai institusi pembinaan tingkat propinsi untuk meningkatkan ketersediaan benih sesuai dengan konsep 6 tepat varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan harga Sementara pada sistem pengadaan dan penyaluran benih yang riil yang ada di lapangan seperti yang dilakukan oleh UPBS-Balitsereal Gambar 10 menunjukkan bahwa varietas unggul baru yang dilepas oleh Puslitbang Komoditas disamping diteruskan oleh Direktorat Benih ke BBI seperti yang terjadi pada sistem pengadaan dan distribusi secara formal, Puslitbang pun melalui Balai-Balai komoditasnya dapat memperbanyak benih BS ini di masing- masing kebun percobaannya. Pada sistem ini, BUMN dan penangkar swasta selain mendapatkan benih jenis FS dari BBI bisa juga memperolehnya langsung ke PuslibangBalai Komoditas yang selanjutnya di perbanyak menjadi benih SS dan ES. Bahkan ada beberapa penangkar swastalokal mendapatkan benih BS langsung ke PuslitbangBalit Komoditas. GUBERNUR R DIPERTA I DITJEN TPH DITBIN BENIH BADAN LITBANGBATANPT PUSLITBANGTAN BBI BBU BPP PENANGKAR BPSB BUMND PEDAGANG-PENYALUR-PENGECER BENIH PETANI - PETANI - PETANI ES SS ES ES ES ES ES SS FS BS BSFS BS BS BS 70 Perbedaan jenis benih yang diproduksi tersebut sangat terkait dengan respon pasar benih. Para penangkar lokalpetani penangkar benih ada dua jenis benih yang dihasilkannya yaitu benih SS yang bahan bakunya benih jenis FS bersumber dari BBI dan benih jenis ES yang bahan bakunya benih jenis SS bersumber dari BBU atau dari BPP Dinas Pertanian kabupaten setempat. Pada beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan, selain BPP Dinas Pertanian kabupaten memberikan benih kepada penangkar lokal, sekaligus juga melakukan pembinaan dan bimbingan dalam upaya mendapatkan produksi benih dengan mutu yang tinggi. Penangkar lokal pada umumnya hanya memproduksi benih jenis ES. Benih yang ditanam petani di semua lokasi penelitian pada MH umumnya benih berlabel, akan tetapi pada MK I atau MK II relatif kurang banyak petani menggunakan benih tidak berlabel. Benih jenis ini pada umumnya berasal dari hasil panen sebelummnya, pertukaran antar petani, ataupun membeli dari pasar lokal. 71 Kebun Percobaan BPP BBU Petani Penangkar BBI Ditjen Benih BS BS SSES BS FS SSES Petani SS ES Distributor Penangkar Swasta Penyalur • Petani Menyimpan benih sendiri • Pertukaran benih antar petani • Petani membeli benih dari pasar lokal Gambar 10 Sistem Produksi Benih Jagung di Lapangan Bastari, 1995 BUMN PT SHS PT Pertani ES SS SS SSES SSES Puslitbang Komoditas 7 1 FS 72

5.4 Penyebaran dan Distribusi Benih Jagung Komposit