Latar Belakang Analysis of Farmers Attitude, Satisfaction and Loyalty Toward the Use of Composite Corn Seed in South Sulawesi

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung termasuk komoditas strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas ini mempunyai fungsi multiguna, baik untuk pangan, pakan energi dan serat Krisnamurthi, 2010. Dalam perekonomian nasional, jagung merupakan kontributor terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap Produk Domestik Bruto PDB terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis ekonomi. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional Rp. 9,4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat tajam menjadi 18,2 trilyun. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa jagung berperan besar dalam memacu pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasional pada umumnya Badan Litbang Pertanian, 2007. Jagung merupakan komoditas yang perlu dikembangkan karena permintaannya selalu bertambah setiap tahun. Dalam periode 1989 – 2002 telah terjadi pergesaran penggunaan jagung dari pangan ke pakan walaupun masih dominan untuk kebutuhan konsumsi langsung. Sebelum tahun 1980, penggunaan jagung di Indonesia hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung yaitu sebagai bahan pangan. Setelah tahun 2002, penggunaan jagung lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan industri pakan. Meskipun penggunaan jagung untuk konsumsi sebagai bahan pangan sehari-hari cenderung menurun, tetapi permintaan jagung untuk bahan baku industri utamanya pakan ternak maupun industi lainnya cenderung meningkat setiap tahunnya. Penyebab utama meningkatnya kebutuhan jagung dalam negeri adalah adanya industri pakan ternak dalam negeri. Pada tahun 2007 saja proporsi penggunaan jagung oleh industri pakan telah mencapai 50 dari total kebutuhan nasional mengingat jagung merupakan komponen utama 60 ransum pakan, 30 untuk konsumsi pangan dan selebihnya 20 untuk kebutuhan industri lainnya dan benih Balitsereal, 2008. Dalam 20 tahun ke depan, penggunaan jagung untuk bahan pakan diperkirakan terus meningkat, bahkan setelah tahun 2020, lebih dari 60 dari total kebutuhan 2 nasional Badan Litbang Pertanian, 2007. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa orientasi pengembangan jagung ke depan sebaiknya lebih diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan industri pakan dan pangan Purwanto, 2007. Sebagian besar jagung diusahakan pada lahan kering yang penanamannya pada musim hujan MH, sehingga terjadi perbedaan jumlah produksi yang nyata antara pertanaman pada musim hujan dan pertanaman pada musim kemarau. Pada musim kemarau, ketersediaan jagung untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri sangat kurang karena luas areal panen terbatas sehingga harga jagung relatif lebih mahal. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk melakukan impor Zubachtirodin et al., 2007. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan yang masih defisit sekitar 1,1 juta ton, maka salah satu kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah adalah dengan melakukan impor. Alasannya, produk jagung dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan industri di samping itu kualitas jagung impor lebih baik Krisnamurthi, 2010. Dengan memperhatikan keadaan luas lahan dan kondisi lingkungan kesesuaian agroklimat disebagian besar wilayah Indonesia, impor jagung sebetulnya masih bisa ditekan sekecil-kecilnya, apabila ada upaya dari pemerintah yang dapat mendorong petani untuk memanfatkan lahannya dengan baik. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dan menekan defisit diperlukan peningkatan produksi jagung nasional, hal tersebut dapat ditempuh dengan cara peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. Sejak hampir lima dekade yang lalu, luas panen jagung tidak banyak mengalami peningkatan meski hasil panen naik cukup signifikan dari 1,03 ton pada tahun 1964 menjadi 4,45 ton per hektar pada tahun 2011. Oleh karena itu produksi jagung nasional turut meningkat tajam dari 3,77 juta ton menjadi 17,23 juta ton pada periode yang sama. Pengembangan jagung hibrida yang berdaya hasil lebih tinggi daripada jagung komposit sangat berperan dalam peningkatan hasil dan produksi tersebut. Luas panen jagung menurut provinsi pada periode 1993-2011. Luas panen jagung di Jawa yang pada awalnya lebih tinggi daripada luar Jawa tampaknya sudah mulai berimbang sejak tahun 2010. Jawa Timur merupakan provinsi dengan luas panen jagung tertinggi sekitar 1,2 juta ha diikuti oleh Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, dan Nusa 3 Tenggara Timur. Produktivitas jagung tertinggi 6,46 tonha ditunjukkan oleh Provinsi Sumatera Barat diikuti oleh Jawa Barat 6,37 tonha, Jawa Tengah dan Sumatra Utara. Beberapa provinsi yang menunjukkan produktivitas jagung yang rendah, di bawah 3 ton per hektar, disebabkan oleh belum berkembangnya jagung hibrida di wilayah tersebut dan pengelolaan tanaman yang belum optimal oleh petani, serta lingkungan yang kurang mendukung. Produksi jagung di Jawa masih tetap lebih tinggi daripada di luar Jawa dengan Jawa Timur dan Jawa Tengah sebagai produsen utama. Untuk luar Jawa, peranan penting dipegang oleh Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Data luas panen, produksi dan produktivitas jagung pada lima provinsi utama penghasil jagung di Indonesia, selama tahun 2007-2011 yang memberikan kontribusi terhadap produksi jagung nasional dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung pada Lima Provinsi Utama Penghasil Jagung di Indonesia, Tahun 2007 - 2011 Uraian Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Luas Panen Ha Jawa Timur Jawa Tengah Lampung Sulawesi Selatan Sumatera Utara 1.153.496 571.013 369.971 262.436 229.882 1.235.933 639.354 387.549 285.094 240.413 1.295.070 661.706 434.542 299.669 247.782 1.257.721 631.816 447.509 303.375 274.882 1.204.063 520.149 380.917 297.126 255.291 Produksi t Jawa Timur Jawa Tengah Lampung Sulawesi Selatan Sumatera Utara 4.252.182 2.233.992 1.346.821 969.955 804.850 5.053.107 2.679.914 1.809.886 1.195.691 1.098.969 5.266.720 3.057.845 2.067.710 1.395.742 1.168.548 5.587.318 3.058.710 2.126.571 1.343.044 1.377.718 5.443.705 2.772.575 1.817.896 1.420.154 1.294.645 Produktivitas KuHa Jawa Timur Jawa Tengah Lampung Sulawesi Selatan Sumatera Utara 36,86 39,12 36,40 36,96 35,01 40,88 41,92 46,70 41,94 45,71 40,67 46,21 47,58 46,58 47,08 44,42 48,41 47,52 44,71 50,13 45,20 53,30 47,70 47,80 50,70 Angka Tetap, Ditjen Tanaman Pangan, 2012 Sumber: Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian, 2011 Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi jagung nasional adalah peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Dari aspek teknis, teknologi yang digunakan untuk peningkatan produktivitas jagung adalah penggunaan benih unggul yang bermutu dan bersertifikat dengan pengembangan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi tertentu Saenong et al., 2007. 4 Varietas unggul merupakan teknologi yang mudah, murah, dan aman dalam penerapan serta efektif meningkatkan hasil. Teknologi tersebut mudah karena petani tinggal menanam. Murah karena varietas unggul yang tahan hama, misalnya memerlukan insektisida yang jauh lebih sedikit daripada benih yang tidak bersertifikat. Benih varietas unggul relatif aman, karena tidak menimbulkan polusi dan perusakan lingkungan. Data Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2012 memperlihatkan bahwa, sampai tahun 2011 telah dilepas varietas unggul jagung yang terdiri atas 51 varietas unggul jagung komposit dan 151 varietas unggul jagung hibrida. Varietas unggul jagung komposit merupakan hasil pemuliaan institusi pemerintah antara lain UPBS Balitsereal, Badan Litbang Pertanian, PT. Pertani, PT. Sang Hyang Seri dan koperasipenangkar benih sedangkan untuk varietas unggul jagung hibrida, sebagian besar dihasilkan oleh perusahaan swasta multinasional seperti Cargill, Pioneer, PT. Charoen Pokphand IndonesiaPT. Bisi, PT. Monagro Kimia, dan Syngenta walaupun saat ini dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan maka instansi pemerintah juga diperkenankan menghasilkan varietas unggul jagung hibrida. Varietas jagung komposit atau bersari bebas terbentuk dari campuran gen yang sangat kompleks dari hibrida-hibrida dan masing-masing tanaman bersifat heterozygot Saenong et al., 2007. Menurut Iriany et al. 2007, jenis jagung dapat dibedakan berdasarkan komposisi genetiknya sejalan dengan perkembangan pemuliaan tanaman jagung, yaitu jagung hibrida dan jagung bersari bebas. Jagung bersari bebas komposit memiliki komposisi genetik heterozygot-heterogenus. Dalam proses pembentukannya, varietas jagung komposit bersari bebas dibentuk melalui seleksi famili dengan berbagai metode seleksi perbaikan populasi dan berbagai modifikasinya. Benih jagung komposit dibentuk dari galur, populasi, dan atau varietas yang tidak dilakukan uji daya gabung terlebih dahulu Mejaya et al., 2007. Selain itu, produksi benih unggul jagung komposit juga sederhana dan mudah dilaksanakan oleh kelompok petani Saenong et al., 2007. Pembentukan varietas jagung bersari bebas merupakan suatu kegiatan program pemuliaan tanaman dengan metode yang digunakan dalam program pemuliaan tanaman 5 adalah meliputi pemilihan tetua, hibridisasi, seleksi dan pengujian daya adaptasi Makkulawu et al., 2007. Varietas jagung komposit umumnya memiliki keunggulan, seperti berumur genjah 100 hari, sesuai untuk dataran rendah, cukup tahan atau tahan terhadap penyakit bulai, potensi hasil 5 – 8 ton per hektar. Sebagian dari varietas tersebut dapat beradaptasi baik pada dataran tinggi dan daerah rawan kekeringan. Sementara itu, varietas unggul jagung hibrida beradaptasi baik di dataran rendah dan beberapa diantaranya juga beradaptasi di dataran sedang 600 – 800 m dpl dan dataran tinggi 800 – 1.300 m dpl, umurnya berkisar 95 – 143 hari, potensi hasil 5,6 – 9 ton per hektar dan reaksi terhadap penyakit bulai antara cukup tahan sampai tahan Nugraha et al., 2005. Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan varietas unggul jagung di suatu daerah adalah keinginan petani untuk memilih dan menggunakan benih unggul yang sesuai. Di beberapa daerah, petani lebih menyukai varietas yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama penyakit utama. Sementara di daerah lainnya petani lebih menyukai varietas yang berumur genjah, bentuk dan postur tanaman tidak terlalu pendek dan tidak terlalu tinggi, dan rendemen tinggi Badan Litbang Pertanian, 2007. Kepuasan akan penggunaan benih unggul jagung komposit sangat tergantung pada atribut-atribut yang dimilikinya. Kondisi ini tentunya akan membentuk sikap petani dalam penggunaan benih jagung komposit sehingga pada akhirnya petani mampu mengevaluasi benih tertentu dalam memenuhi kebutuhan mereka. Dengan mengetahui sikap dan kepuasan petani, pemerintah maupun pihak terkait bisa menerapkan strategi yang tepat guna mewujudkan tujuan tersebut, seperti strategi dalam pengadaan benih. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk melihat sikap dan kepuasan petani terhadap penggunaan benih jagung komposit yang dihasilkan oleh UPBS Balitsereal.

1.2. Perumusan Masalah