Penelitian Terdahulu Analisis Usaha Pengolahan Gula Kelapa Skala Rumah Tangga di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Rp74.578.000,00 sehingga keuntungannya positif Rp21.421.120,00. Jumlah produksi aktual 5.000 kardus telah melebihi titik impas sebesar 1.382,65 kardus dan Rp26.457.377 serta menghasilkan nilai tambah sebesar Rp1.574,00. Martono, Budiningsih dan Watemin dalam analisis kelayakan ekonomi Agroindustri gula kelapa di Desa Jalatunda Kecamatan Mandiraja 2007 dengan menggunakan analisis biaya dan pendapatan dan analisis RC rasio dimana terdapat tiga pelaku bisnis dengan nilai RC = 1,003 untuk pengrajin pemilik dengan biaya produksi Rp466.771,00 menguntungkan, RC = 0,679 untuk pengrajin penggaduh dengan biaya produksi Rp383.443,40 tidak menguntungkan dan RC = 0,986 untuk pengrajin penyewa dengan biaya produksi Rp489.165,70 tidak menguntungkan. Hartati dan Mulyani dalam penelitiannya mengenai profil dan prospek bisnis minyak dara Virgin Coconut OilVCO di Kabupaten Cilacap 2009 dengan analisis efisiensi usaha menghitung nilai RC rasio, BEP dan ROI serta analisis nilai tambah. Diperoleh nilai RC rasionya sebesar 1,318 artinya usaha agroindustri VCO mempunyai prospek usaha baik. Nilai ROI Return of Investment = 31,77persen artinya jika pengrajin VCO mengeluarkan biaya sebesar Rp100,00 maka pengrajin akan memperoleh keuntungan sebesar Rp31,77. BEP Break Even Point sebesar 56,82 liter dan BEP penerimaan sebesar Rp1.420.558,00 dengan produksi aktual VCO 700,80 liter dan penerimaan aktual Rp17.520.000,00 sehingga usaha VCO di Kabupaten Cilacap menguntungkan. Maninggar Praditya dalam penelitian mengenai analisis usaha industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri 2010, hasil penelitiannya menunjukkan biaya total rata-rata industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar Rp 34.120,02 per hari. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 39.151,56 per hari sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen gula jawa sebesar Rp 5.031,55 per hari. Profitabilitas industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar 14,75. Besarnya nilai koefisien variasi CV 0,31 dengan nilai batas bawah keuntungan L sebesar Rp 1.894,91. Industri gula jawa skala rumah tangga di KabupatenWonogiri yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan dengan RC ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,15. Alamsyah dalam penelitiannya yang berjudul analisis nilai tambah dan pendapatan usaha industri r umah tangga “Kemplang” berbahan baku utama sagu dan ikan 2007 dengan analisis biaya produksi, penerimaan dan pendapatan yang dilanjutkan dengan analisis nilai tambah, diperoleh pendapatan usaha kemplang sebesar Rp979.535,88 per bulan. Dimana harga pokok kemplang yang terdiri dari dua jenis ikan, yaitu ikan sarden Rp8.116,58 per kg dan ikan kakap Rp10.380,85 per kg. BEP mix dicapai ketika penjualan kemplang ikan sarden sebanyak 573,70 kg atau senilai Rp4.876.479,88 per bulan dan penjualan kemplang ikan kakap sebanyak 42,50 kg atau senilai Rp637.448,35 per bulan. Adapun nilai tambah kemplang ikan sarden sebesar Rp583,60 per kg dan kemplang ikan kakap sebesar Rp6.795,83 per kg dengan nilai RC rasio 1,09. Berdasarkan penelitian yang sudah berjalan tersebut, dengan penelitian yang akan dijalankan ini tetap akan membantu dalam menemukan sekiranya ada variabel-variabel dalam produksi maupun manajemen yang masih perlu ditingkatkan untuk produk gula kelapa di Desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat. Tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana peneliti dalam menganalisis usaha terhadap gula kelapa di Desa Ujung Genteng Sukabumi menggunakan analisis usaha dengan memperhitungkan struktur biaya, peneriman, keuntungan dan profitabilitas.Perbedaannya hanya terletak pada lokasi tempat yang diteliti yaitu desa Ujung Genteng di Kabupaten Sukabumi dan produk yang diteliti yaitu gula merah kelapa. Jika benar terdapat variabel-variabel yang perlu dikaji kembali maka akan diupayakan untuk memberikan suatu solusi yang membangun kepada pengrajin yang terlibat dalam perputaran kegiatan bisnis yang menghasilkan produk gula kelapa ini nantinya. Dalam penelitian ini selanjutnya adalah akan melihat variabel-variabel seperti tenaga kerja, klasifikasi tanaman kelapa yang disadap muda-tua, kegiatan pengolahan hingga pencetakan yang menghasilkan gula kelapa dalam bentuk padat, hingga perilaku pemasaran yang dilakukan petani pengolah gula kelapa sehingga gula kelapa yang dipasarkan diterima oleh pasar dengan kualitas yang baik. Dibantu dengan melalui kuesioner dan sejumlah wawancara kepada beberapa sampel yang layak untuk dikaji akan lebih membantu dalam menemukan keunggulan hingga permasalahan yang mungkin saja masih belum bisa ditangani oleh pelaku bisnis gula kelapa di Desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat. Kemudian nantinya akan menghasilkan sebuah skripsi penelitian yang dapat berguna tidak hanya bagi pelaku bisnis gula kelapa namun juga bagi kemaslahatan masyarakat. 16 3 KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam penelitian ini, akan digunakan beberapa teori dan alat analisis yaitu: Analisis Usaha. Analisis usaha untuk melihat struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas serta perhitungan RC rasio untuk melihat apakah penerimaan yang diperoleh lebih besar dari biaya produksi yang dikeluarkan pada usaha pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

3.1.1 Konsep Pengolahan Produk

Pengolahan merupakan kegiatan untuk mengolah bahan-bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya. Pengolahan produk khususnya produk pertanian menjadi produk-produk berdaya guna tinggi untuk diperdagangkan akan memberikan banyak arti ditinjau dari segi ekonomi menurut Soekartawi, 2001 antara lain: a. Meningkatkan nilai tambah Adanya pengolahan produk pertanian dapat meningkatkan nilai tambah, yaitu meningkatkan nilai value komoditas pertanian yang diolah dan meningkatkan keuntungan pengusaha yang melakukan pengolahan komoditas tersebut.

b. Meningkatkan kualitas hasil

Nilai barang akan menjadi lebih tinggi jika dengan kualitas hasil yang lebih baik. Kualitas hasil yang lebih tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi bahan baku yang digunakan dan perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri.

c. Meningkatkan pendapatan

Petani penghasil bahan baku yang digunakan dalam industri pengolahan produk juga akan mengalami peningkatan pendapatan.

d. Menyediakan lapangan kerja

Proses pengolahan produk-produk pertanian menjadi produk lain tentunya tidak terlepas dari adanya keikutsertaan dan campur tangan tenaga manusia sehingga proses ini akan membuka peluang bagi tersedianya lapangan kerja baru. e. Memperluas jaringan distribusi Pengolahan produk-produk pertanian akan menciptakan dan meningkatkan diversifikasi produk sehingga keragaman produk ini akan meperluas jaringan distribusi.

3.1.2 Pengadaan Bahan Baku

Kegiatan produksi selalu terkait dengan pengadaan bahan baku. Bahan bakumerupakan salah satu hal terpenting dalam melakukan suatu proses produksi, begitu jugahalnya dengan proses produksi gula kelapa sebagai salah satu hasil produksipengolahan nira kelapa. Pengadaan bahan baku yang efisien melibatkan lima faktoryang saling terkait, yaitu : 1. Kualitas, mencakup pengawasan dan penentuan mutu dari bahan baku nira kelapa. 2. Kuantitas, meliputi jumlah kebutuhan dan tingkat ketersediaan bahan baku Nira serta bahan-bahan lainnya. 3. Waktu, karena produk pertanian mudah rusak dan tidak tahan lama. 4. Biaya, mencakup harga biaya persediaan bahan baku lainnya, peralatan, perlengkapandan lainnya. 5. Organisasi, meliputi struktur, kekuatan dan integrasi vertikal yang ada di wilayah produksi.

3.1.3. Konsep Analisis Usaha a. Struktur Biaya

Biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung Soekartawi, 2001. Adanya unsur-unsur produksi yang bersifat tetap dan tidak tetap dalam jangka pendek mengakibatkan munculnya dua kategori biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel.Adapun biaya-biaya tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Biaya Tetap Fixed Cost

Biaya tetap adalah biaya produksi yang timbul karena penggunaan faktor produksi yang tetap, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk membiayai faktor produksi juga tetap tidak berubah walaupun jumlah barang yang dihasilkan berubah-ubah.Menurut Arsyad 1991, biaya tetap fixed cost adalah biaya-biaya yang tidak tergantung pada tingkat output yang akan dihasilkan. Termasuk dalam biaya tetap adalah pembelian peralatan, biaya penyusutan, sedangkan menurut Sudarsono 1986, biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dilaksanakan, artinya ketika proses produksi untuk sementara dihentikan biaya tetap ini harus tetap dibayar dalam jumlah yang sama. Dengan rumus menurut Soekartawi 2006, yaitu sebagai berikut: TFC = X i Px i 1 Keterangan: TFC = Biaya Tetap Total X i = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap Px i = Harga input n = Banyaknya input Dimana nilai penyusutan menurut menurut Rosyidi 1999, yaitu sebagai berikut: = − Keterangan: D = Biaya penyusutan peralatan produksi