Proses Pengolahan Gula Kelapa

kapur sirih berfungsi untuk menghambat fermentasi nira yang disebabkan oleh mikroorganisme. 4. Penyadapan dilakukan 2 kali pagi dan sore hari, penyadapan pada pagi hari hasilnya diambil sore hari sedangkan penyadapan sore hari diambil pagi. b. Proses pembuatan gula kelapa 1. Nira yang telah diperoleh dari hasil sadapan disaring terlebih dahulu agar terbebas dari kotoran. 2. Nira hasil saringan secepatnya dimasukkan dalam wajanpanci kemudian dipanaskan sampai 110° C sambil dilakukan pengadukan. Dalam proses pemasakan ini, saat mendidih kotoran halus akan mengapung bersama busa nira. Kotoran tersebut dibuang, agar busa nira yang meluap tidak bertambah banyak maka dimasukkan 1 sendok minyak kelapa atau biasanya dimasukkan sedikit parutan kelapa hingga nira tidak meluap. 3. Bila nira sudah pekat dan mulai berubah warna berarti nira sudah masak. 4. Nira yang sudah masak diangkat dari tungku dan tetap dilakukan pengadukan hingga pekatan nira mulai mendingin. 5. Pekatan nira yang mulai mendingin dimasukkan dalam cetakan yang sebelumnya telah dibasahi terlebih dahulu dengan air, dan selanjutnya didiamkan hingga mengeras dan menjadi gula jawa. Issoesetiyo dan Sudarto, 2001. Gula kelapa banyak digunakan sebagai bumbu masak karena memiliki aroma dan rasa yang khas caramel palmae.Disamping itu, guka kelapa juga digunakan untuk pemanis minuman, bahan pembuat kecap, bahan pembuat dodol, dan pembuat kue serta bahan penambah cita rasa pada makanan. Gula jawa memiliki banyak manfaat kesehatan dibandingkan gula tebugula putih. Selain memberikan rasa manis tapi rendah kalori, gula jawa mengandung garam mineral, kaya nutrisi, dan bermanfaat untuk mengatasi anemia, batuk, typhus, lepra, dan sebagainya Santoso, 1995. Hingga saat ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui cara membuat gula kelapa. Namun ada sekelompok masyarakat di wilayah-wilayah tertentu yang masih dengan setia menggeluti usaha pembuatan gula kelapa ini, baik sebagai usaha sampingan maupun sebagai sumber mata pencaharian Radino, 2009. 2.4Bentuk Usaha yang Dijalankan Sejak dulu usaha gula kelapa di Indonesia hanya dilakukan secara tradisional dengan skala rumah tangga yang merupakan usaha secara turun- temurun.Industri rumah tangga lebih sering dijumpai di wilayah pedesaan dan tergolong dalam skala kecil dan menengah.Bagi masyarakat pedesaan, industri rumah tangga jauh memberikan ruang ekonomi serta manfaat sosial yang berarti demi kesejahteraan keluarga. Industri dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan jumlah investasi. Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dapat dikategorikan menjadi empat kelompok yaitu: a. Jumlah tenaga kerja 1-4 orang untuk industri rumah tangga b. Jumlah tenaga kerja 5-19 orang untuk industri kecil c. Jumlah tenaga kerja 20-99 orang untuk industri menengah 12 d. Jumlah tenaga kerja ≥ 100 orang untuk industri besar. Badan Pusat Statistik, 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan danatau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut : a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. Anonim, 2009. Industri rumah tangga pada umumnya memusatkan kegiatan di sebuah rumah keluarga tertentu dan para karyawannya berdomisili di tempat yang tak jauh dari rumah produksi tersebut. Secara geografis dan psikologis hubungan mereka sangat dekat pemilik usaha dan karyawan sehingga memungkinkan kemudahan dalam menjalin komunikasi Anonim, 2009. Gula kelapa yang berada di pasaran sampai saat ini merupakan produk industri kecil dan industri rumah tangga yang banyak dikerjakan oleh masyarakat pedesaan dengan golongan menengah kebawah. Proses pembuatan gula kelapa masih menggunakan cara produksi serta peralatan yang sangat sederhana Issoesetiyo dan Sudarto, 2001. Menurut BPS 1987 dalam Suratiyah 1991, usaha industri rumah tangga yang terkait dalam bidang pengolahan merupakan usaha yang tidak berbentuk badan hukum dan dilaksanakan oleh seseorang atau beberapa orang anggota rumah tangga yang mempunyai tenaga kerja sebanyak empat orang atau kurang, dengan kegiatan mengubah bahan dasar menjadi barang jadi atau setengah jadi atau dari yang kurang nilainya menjadi yang lebih tinggi nilainya dengan tujuan untuk diperdagangkan atau ditukar dengan barang lain yang sejenis atau berbagai jenis dan ada satu orang anggota keluarga yang menanggung risiko. Manfaat yang dirasakan pun dapat dikatakan cukup mendorong roda perekonomian keluarga.Pertama, dapat menciptakan lapangan usaha keluarga dengan modal yang lebih murah sesuai keterampilan yang dikuasai.Kedua, industri rumah tangga juga mempunyai posisi sebagai mitra usaha bagi perusahaan Kedua, industri rumah tangga juga mempunyai kedudukan sebagai mitra usahabagi perusahaan dengan skala yang lebih besar dan sejenis karena ada sebagian industri rumahtangga yang menghasilkan produk-produk sederhana atau setengah jadi untukdilanjutkan lagi oleh perusahaanbesar.Ketiga, bahwa industri rumah tangga terkadang dapat menghasilkan produk yang tidak dapat diproduksi oleh perusahaan besar, sehinggaindustri rumah tangga dapat dianggap sebagai anak angkat perusahaan besar dalampemasaran Irsan Ashari Saleh, 1986 Secara umum peranan industri rumah tangga dalam ranah Nasional dan lokal terwujud dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan nilai tambah dan distribusi pendapatan terutama pada kelompok masyarakat miskin.Keberadaan industri rumah tangga penting dalam pembangunan suatu wilayah dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang belum didayagunakan secara optimal dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dan menciptakan lapangan kerja. Pengembangan agroindustri khususnya industri rumah tangga diyakini akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan suatu wilayah. Perekonomian Indonesia sekarang mempunyai masalah yang krusial dalam bidang pengangguran dan kemiskinan. Titik lemah perekonomian kita adalah tidak bergeraknya sektor riil sehingga kesempatan kerja terbatas. Padahal sebagian besar penduduk miskin berada pada sektor ini, khususnya pertanian Yorin, 2009.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian sebelumnya memberikan gambaran yang berbeda- beda dalam setiap pola pengambilan data, metode analisis data dan tujuan yang ingin dicapai. Berikut merupakan penelitian terdahulu yang meneliti mengenai kajian finansial dan nilai tambah dari berbagai produk dari sektor agribisnis atau dapat dilihat pada lampiran 2: Widjojoko, Mulyani dan Wijayanti 2006 dalam penelitian mereka yang berjudul kajian finansial dan nilai tambah gula semut granular sugar di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas menjelaskan usaha agroindustri gula semut sudah dilakukan secara efisien yang ditunjukkan oleh nilai RC rasio lebih besar dari 1,00 yaitu 1,15. Nilai penerimaan sebesar Rp844.500,00bulan dari total biaya produksi sebesar Rp731.808,19bulan memberikan keuntungan pada pengrajin gula semut Rp117.520,48bulannya. Analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan Analisis RC rasio dan analisis nilai tambah Hayami. Analisis RC ratio sebesar 1,15 sehingga usaha gula semut ini dapat dikatakan berjalan dengan efisien, karena penerimaan pengrajin lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan dengan nilai titik impas pada tingkat 6,94 kgbulannya dengan harga jual Rp5.000,00kg. Sedangkan Analisis Nilai Tambah dengan nilai masukan bahan baku utama berupa nira selama satu bulan produksi sebesar 810.720 kg, luaran yang dihasilkan berupa gula semut sebesar 168,9 kg. Nilai konversi antara luaran dan bahan baku utama adalah 0,208 yang menggambarkan tingkat efisiensi untuk penggunaan bahan baku nira dalam menghasilkan produk gula semut. Hasil akhirnya diperoleh nilai tambah sebesar Rp590,00 per kg bahan baku utama nira. Masrah dalam Analisis Pendapatan Pengolahan Gula Aren pada Industri Rumah Tangga di Desa Semuntai Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser pada tahun 2009 dengan hasil produksi yang dicapai setiap bulan sebesar 383,80bungkus dengan harga jual Rp7.000,00 sehingga diperoleh pendapatan bersih setelah dikurangi dengan pengeluaran untuk produksi menghasilkan nilai sebesar Rp793.123.52. Sedangkan dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha pengolahan gula aren selama 1 bulan periode produksi di Desa Semuntai tersebut menunjukkan bahwa nilai RC rasio yang diperoleh pengrajin rata-rata sebesar1,4.Usaha pengolahan gula aren lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa usaha layak untuk diusahakan. Kemudian berdasarkan analisis Break Event Point BEP diperoleh hasil bahwa usaha pengolahan gula aren di Desa Semuntai adalah untuk BEP produksi sebesar 37 bungkus dengan BEP penerimaan kotor TR sebesar Rp254.287,75 dan BEP harga sebesar Rp6.872,64. Irene Kartika Eka Wijayanti, Dyah Ethika N., dan Indah Widyarini 2007 dalam prospek pengembangan agroindustri minuman lidah buaya di Kabupaten Purworejo, Jawa TengahAnalisis biaya dan pendapatan, analisis RC rasio, analisis titik impas, serta analisis nilai tambah Hayami. Diperoleh nilai RC rasio sebesar 1,28 atau 1, rerata penerimaan Rp96.000.000,00 dan rerata biaya Rp74.578.000,00 sehingga keuntungannya positif Rp21.421.120,00. Jumlah produksi aktual 5.000 kardus telah melebihi titik impas sebesar 1.382,65 kardus dan Rp26.457.377 serta menghasilkan nilai tambah sebesar Rp1.574,00. Martono, Budiningsih dan Watemin dalam analisis kelayakan ekonomi Agroindustri gula kelapa di Desa Jalatunda Kecamatan Mandiraja 2007 dengan menggunakan analisis biaya dan pendapatan dan analisis RC rasio dimana terdapat tiga pelaku bisnis dengan nilai RC = 1,003 untuk pengrajin pemilik dengan biaya produksi Rp466.771,00 menguntungkan, RC = 0,679 untuk pengrajin penggaduh dengan biaya produksi Rp383.443,40 tidak menguntungkan dan RC = 0,986 untuk pengrajin penyewa dengan biaya produksi Rp489.165,70 tidak menguntungkan. Hartati dan Mulyani dalam penelitiannya mengenai profil dan prospek bisnis minyak dara Virgin Coconut OilVCO di Kabupaten Cilacap 2009 dengan analisis efisiensi usaha menghitung nilai RC rasio, BEP dan ROI serta analisis nilai tambah. Diperoleh nilai RC rasionya sebesar 1,318 artinya usaha agroindustri VCO mempunyai prospek usaha baik. Nilai ROI Return of Investment = 31,77persen artinya jika pengrajin VCO mengeluarkan biaya sebesar Rp100,00 maka pengrajin akan memperoleh keuntungan sebesar Rp31,77. BEP Break Even Point sebesar 56,82 liter dan BEP penerimaan sebesar Rp1.420.558,00 dengan produksi aktual VCO 700,80 liter dan penerimaan aktual Rp17.520.000,00 sehingga usaha VCO di Kabupaten Cilacap menguntungkan. Maninggar Praditya dalam penelitian mengenai analisis usaha industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri 2010, hasil penelitiannya menunjukkan biaya total rata-rata industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar Rp 34.120,02 per hari. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 39.151,56 per hari sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen gula jawa sebesar Rp 5.031,55 per hari. Profitabilitas industri gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar 14,75. Besarnya nilai koefisien variasi CV 0,31 dengan nilai batas bawah keuntungan L sebesar Rp 1.894,91. Industri gula jawa skala rumah tangga di KabupatenWonogiri yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan dengan RC ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,15. Alamsyah dalam penelitiannya yang berjudul analisis nilai tambah dan pendapatan usaha industri r umah tangga “Kemplang” berbahan baku utama sagu dan ikan 2007 dengan analisis biaya produksi, penerimaan dan pendapatan yang dilanjutkan dengan analisis nilai tambah, diperoleh pendapatan usaha kemplang sebesar Rp979.535,88 per bulan. Dimana harga pokok kemplang yang terdiri dari dua jenis ikan, yaitu ikan sarden Rp8.116,58 per kg dan ikan kakap Rp10.380,85 per kg. BEP mix dicapai ketika penjualan kemplang ikan sarden sebanyak 573,70 kg atau senilai Rp4.876.479,88 per bulan dan penjualan kemplang ikan kakap sebanyak 42,50 kg atau senilai Rp637.448,35 per bulan. Adapun nilai tambah kemplang ikan sarden sebesar Rp583,60 per kg dan kemplang ikan kakap sebesar Rp6.795,83 per kg dengan nilai RC rasio 1,09. Berdasarkan penelitian yang sudah berjalan tersebut, dengan penelitian yang akan dijalankan ini tetap akan membantu dalam menemukan sekiranya ada variabel-variabel dalam produksi maupun manajemen yang masih perlu ditingkatkan untuk produk gula kelapa di Desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat. Tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana peneliti dalam