1
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, Identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan definisi operasional.
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan
salah satu penekanan dari tujuan pendidikan, seperti yang tertuang dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3
yang berbunyi: Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Hendriana,
2014:6. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh oleh manusia dimulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMASMK hingga pendidikan perguruan tinggi. Dari
semua jenjang pendidikan tersebut yang memegang peranan penting dan menjadi dasar bagi peserta didik untuk bisa menanamkan konsep dasar adalah jenjang
pendidikan sekolah dasar SD. Sekolah Dasar menjadi pendidikan yang penting karena dijenjang tersebut
siswa mudah untuk memahami konsep-konsep dasar. Piaget dalam Rusman, 2011:251 mengatakan bahwa anak umur tujuh sampai sebelas tahun berada pada
masa operasional kongret. Kemampuan inilah yang diperlukan anak pada bidang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SD. Pada jenjang sekolah dasar, siswa dibekali ilmu-ilmu dasar seperti mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam IPA, Ilmu
Pengetahuan Sosial, dan Pendidikan Kewarganegaraan PKn yang nantinya dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dari kelima
mata pelajaran ke-SD-an diatas, peneliti terfokus pada mata pelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan
penting dalam pendidikan. Susanto 2013:185 mengemukakan bahwa
matematika ialah salah satu disiplin ilmu pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan-bilangan serta simbol-simbol operasi hitung yang
terdapat aktivitas berhitung dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam memecahkan masalah dalam kehidupan bermasyarakat sehari-
hari. Susanto 2013:189-190 berpendapat bahwa tujuan mata pelajaran matematika yaitu untuk mengembangkan keterampilan dalam berhitung,
memebentuk pola pikir yang kritis dan kreatif untuk membantu siswa memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan
matematika
.
Matematika sebagai bekal bagi peserta didik untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Pada pembelajaran matematika, seorang
guru diharapkan menerapkan pembelajaran yang ideal seperti siswa dihadapkan dengan permasalahan sehari-hari, model pembelajaran seperti ini secara tidak
langsung melatih kemampuan berpikir siswa untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Peneliti telah melakukan pengamatan terhadap proses Kegiatan Belajar Mengajar KBM di kelas IIIB dan melakukan wawancara terhadap guru kelas
IIIB yang juga mengampu mata pelajaran Matematika. Peneliti mengamati model pembelajaran yang digunakan guru selama proses pembelajaran matematika
hanya menerapkan model pembelajaran yang kurang menarik seperti menggunakan metode yang berpusat pada guru atau ceramah. Guru mengunakan
model pembelajaran teacher center sehingga siswa hanya mendengarkan penjelasan, mengerjakan tugas atau latihan dan guru juga belum pernah
menggunakan media pembelajaran dan ceramah akan berakibat pada hasil belajar siswa yang kurang maksimal. Padahal, hasil belajar siswa sangat menentukan
proses penilaian terhadap siswa. Model pembelajaran yang kurang menarik mampu mempengaruhi hasil belajar siswa, padahal hasil belajar sangat
menentukan kriteria ketuntasan minimal KKM yang digunakan oleh guru. Berdasarkan observasi dan wawancara pada hari kamis, 30 Juli 2015, hasil
belajar siswa pada mata pelajaran matematika di Kelas IIIB SDN Perumnas Condongcatur memiliki kriteria rendah pada materi operasi hitung campuran. Hal
ini ditunjukan dari hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika pada tahun ajaran 20132014 yang berjumlah 26 siswa pada materi operasi hitung campuran
dengan Kriteria Ketuntasan Minimal 65. Nilai rata-rata kelas sebesar 60,96 dengan persentase siswa yang tuntas sebesar 46,15 12 siswa dan persentase
siswa tidak tuntas sebesar 53,84 14 siswa. Selanjutnya, peneliti meninjau kembali hasil belajar matematika pada tahun ajaran 20142015 yang berjumlah 25
siswa pada materi operasi hitung campuran dengan Kriteria Ketuntasan Minimal 65. Nilai rata-rata kelas sebesar 56,72 dengan persentase siswa yang tuntas
sebesar 44,00 11 siswa dan persentase siswa tidak tuntas sebesar 56,00 14 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
siswa. Mayoritas kelas IIIB masih belum paham tentang operasi hitung campuran. Banyak siswa yang masih kesulitan dalam menghitung, siswa masih
pasif bertanya, serta mayoritas siswa masih belum bisa menyelesaikan soal operasi hitung campuran dengan menggunakan langkah-langkah yang sesuai
prosedur penghitungan. Hal ini menunjukan kemampuan berpikir kritis siswa rendah.
Jhonson 2007:183 mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti
memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Pengertian tersebut senada dengan Ruggiero
dalam Jhonson, 2007 mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah,
membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna. Pengertian dari para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses sistematis dalam memecahkan masalah dalam pencarian sebuah jawaban.
Dengan permasalahan yang dihadapi siswa maka perlu adanya pemecahan masalah dengan menggunakan model-model pembelajaran. Salah satu model
pembelajaran yang digunakan sebagai solusi pembelajaran adalah model pembelajaran Kontekstual Contekstual Teaching and Learning
Model pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta
didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari Taniredja dan Faridli, 2014: 49. Alasan peneliti memilih model pembelajaran kontekstual
karena pembelajaran kontekstual dapat mengaitkan materi dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, para siswa akan terbantu dalam mempelajari materi mata
pelajaran matematika salain itu juga model pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merancang sebuah penelitian dalam
rangka memberi solusi permasalahan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran Matematika di
SD Negeri Perumnas Condongcatur Sleman. Penelitian ini akan berfokus pada materi operasi hitung campuran.
B. IDENTIFIKASI MASALAH