Strategi Pembelajaran Dengan Pendekatan CTL Kontekstual

memahami dan menjelaskan, bukan sebagai sumber pengetahuan yang memberikan pengajaran dan menentukan sudut pandang. Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat lima karakteristik penting mengenai pendekatan kontekstual. 1. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada activity knowledge, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah ada. 2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan yang baru. Pengetahuan yang baru ini diperoleh dengan cara memepelajari keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya. 3. Pemahaman pengetahuan artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafalkan tetapi utnuk dipahami dan diyakini. 4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut 5. Melakukan refleksi atas strataegi yang digunakan. Hal ini digunakan untuk penyempurnaan strategi. Sementara itu Mulyasa httpakmadsudrajat.wordpress. com2008012model_pembelajaran mengungkapkan pendapat yang senada mengenai elemen yang harus diperhatikan dalam pemebelajaran kontekstual. Elemen tersebut adalah: 1. pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimilki peserta didik; 2. pembelajaran dimulai dari keseluruhan global menuju bagian-bagian yang secara khusus; 3. pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman dengan cara menyusun konsep, melakukan sharing dan merevisi, serta mengembangkan konsep; 4. pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktikkan secara langsung apa yang sudah dipelajari; 5. adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari. Elemen lain yang perlu diperhatikan adalah peran guru dalam pembelajaran kontekstual. Menurut Mulyasa http:akhmad sudrajat.Wordpress.com20080112model pembelajaran 1. siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang berkembang. dengan demikian peran guru adalah pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangnya; , peran guru dalam pendekatan kontekstual ini adalah memberikan kemudahan bagi siswa dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai dan mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar. Selain itu, guru perlu memperhatikan gaya belajar siswa agar nantinya penggunaan strategi bisa tepat sasaran. Menurut Sanjaya 2006:261, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pendekatan kontektual, antara lain; 2. setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan, karena belajar bagi mereka adalah memecahkan persoalan yang menantang. peran guru adalah memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa; 3. belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang penuh tantangan. dengan demikian peran guru adalah membantu agar siswa mampu menemukan keterkaitan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya; 4. belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada atau proses pembentukan skema baru. dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan akomodasi. Dari berbagai asumsi dan latar belakang tentang CTL, Sanjaya 2006:258 mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru tentang belajar dalam kontek CTL, yaitu: a. belajar bukanlah menghafal akan tetapi proses rekontruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang sudah ada dalam diri siswa; b. belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas; c. belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya berkembang secara intelektual akan tetapi melibatkankan emosi dan mental; d. belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju yang kompleks; e. belajar pada hakikatnya adalah mennagkap pengetahuan dari kenyataan. oleh karena itu pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki kamna untuk anak. Sementara itu, Depdiknas httppakguruonline.pendidikan.net pendkonteks 1. Proses belajar mengemukakan pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada pemikiran tentang belajar. a. Belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkonstruksi pengetahuan yang ada di benak mereka sendiri b. Anak belajar dari mengalami c. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta yang terpisah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI d. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah 2. Transfer belajar a. Siswa belajar dari mengalami sendiri bukan dari pemberian orang lain b. Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas c. Penting bagi siswa untuk tahu manfaat belajar 3. Siswa sebagai pembelajar a. Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu saja b. Strategi itu penting. Anak akan mempelajari sesuatu yang baru c. Peran guru adalah menghubungkan antara sesuatu yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimili oleh siswa d. Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru menjadi bermakna dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan ide mereka dan menerapkan strategi mereka sendiri 4. Pentingnya lingkungan belajar a. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa b. Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa untuk menggunakan pengetahuan mereka c. Umpan balik amat penting yang berasal dari penilaian yang benar d. Menumbuhkembangkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. CTL sebagai suatu pendekatan memiliki 7 tujuh asas. Asas–asas ini melandasi pelaksanaan proses pembelajaran, 7 tujuh asas tersebut adalah sebagai berikut. 1. Kontruktivisme Kontruktivisme menurut Sanjaya 2006:262 adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan di benak mereka. Esensinya adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasi suatu informasi ke situasi lain dan apabila dikehendaki. Dalam pandangan kontruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan daripada seberapa banyak siswa dapat menampung informasi. Depdiknas httppakguruonline.pendidikan.netpend konteks mengemukakan peran guru dalam rangka melaksanakan tujuan tersebut adalah: a. menjadikan pengetahuan menjadi pengetahuan yang bermakna dan relevan bagi siswa; b. memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan sendiri idenya sendiri dan; c. menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Menurut Pieget dalam Depdiknas httppakguruonline.pendidikan.netpend konteks 2. Menemukan inquiry mengemukakan manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya yang harus dikembangkan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistemaits. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu; a. merumuskan masalah; b. mengajukan hipotesis; c. mengumpuklan data; d. menguji hipotesis; e. membuat kesimpulan. Reiff Harwood dan Philipson Singer:2008,1615 mengemukakan “following elementsprocesses of inquiry is observing, defining of problems, forming the question, investigating the known, articulating PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI the expectation, carrying out the study and community the results to the scientific and to society.” Dengan demikian elemen atau proses dalam inkuiri adalah pengamatan, perumusan masalah, perumusan pertanyaan, penyelidikan hal yang ingin diketahui, menyebutkan tujuan, melaksanakan penelitian, dan menggolongkan hasil ke arah pengetahuan dan kemasyarakatan. 3. Bertanya questioning Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam suatu pembelajaran yang produktif, bertanya akan sangat berguna untuk: a. menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran; b. membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; c. merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu; d. memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan; e. membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu. Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran, kegiatan bertanya selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan teknik bretanya sangat diperlukan. 4. Masyarakat belajar learning community Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil belajar diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman ataupun antar kelompok. Dalam kelas CTL, guru disarankan melaksanakan pembelajaran kelompok belajar. Siswa dibagi menjadi kelompok yang anggotanya heterogen agar yang pintar bisa membantu yang kurang pintar, agar mereka lebih bisa menangkap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Kegiatan belajar ini bisa terjadi secara optimal apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan bertanya, dan tidak ada yang menganggap salah satu adalah yang lebih tahu. Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang bisa menjadi sumber belajar dan ini berarti setiap orang akan menjadi sangat kaya akan pengetahuan dan pengalaman. Praktik dalam kelas dapat terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke dalam kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelompok kelas di atasnya, dan bekerja dengan masyarakat. 5. Permodelan modeling Yang dimaksud asas permodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Model juga bisa didatangkan dari luar dan masih banyak lagi permodelan yang bisa dipakai. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. Refleksi reflection Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Menurut Depdiknas, refleksi merupakan respon terhadap kejadian-kejadian, aktivitas dan pengetahuan yang baru. Pengetahuan yang bermakna berasal dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa melalui konteks pembelajaran yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Kunci dari semua adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa, mencatat apa yang sudah dipelajari, dan bagaimana menemukan ide-ide baru. Pada akhir pelajaran guru menyisakan waktu sejenak untuk refleksi, realisasinya berupa: a. pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu; b. catatan atau jurnal di buku siswa; c. kesan atau saran siswa mengenai pembelajaran hari itu; d. diskusi; e. hasil karya. 7. Penilaian autentik authentic assesment Assement adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Apabila data yang diambil menunjukkan bahwa ternyata siswa mendapat kesulitan maka guru bisa membantu siswa untuk mencari jalan keluar. Assement menekankan pada proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Kemudian belajar dinilai dari proses, bukan dari hasil. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dan penilaian tersebut tidak hanya dari guru saja melainkan bisa dari teman lain atau orang lain. Menurut Depdiknas http pakguruonline. Pendidikan. Net pendidikan kontekstual a. dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung , disebutkan karakteristik assement, antara lain: b. bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif c. yang diukur adalah keterampilan dan performasi bukan mengingat fakta d. berkesinambungan e. terintegrasi f. dapat digunakan sebagai feed back Hal-hal yang digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa, antara lain: a. proyek kegiatan dan laporan b. pekerjaan rumah PR c. kuis d. karya tulis e. penampilan siswa atau presentasi f. demontrasi g. laporan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI h. jurnal i. hasil tes tulis j. karya lain Jadi siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara. Menurut Bandono http:bandono.web.idmenyusun_model_pembelajaran contextual teaching and learning-ctl,

C. Pengelolaan Kelas

penekanan penialian autentik adalah pada pembelajaran yang seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode. Kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh oleh siswa. Menurut Raka Sudrajat:httpakmadsudrajat.wordpress.com, pengelolaan kelas merupakan satu keterampilan yang harus dimiliki guru dalam mengelola kelas. Pengelolaan kelas merupakan hal yang berbeda dari pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut. Sedangkan pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar yang di dalamnya mencakup pengaturan orang. Nawawi 1982:116 berpendapat bahwa pengelolaan kelas adalah kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berhungan dengan kurikulum dan perkembangan murid. Sejalan dengan pengertian tersebut, Nawawi1982:127 menjelaskan pengertian kelas dari dua sudut pandang. 1. Kelas dalam arti sempit yakni ruangan yang dibatasi oleh 4 empat dinding, tempat sejumlah murid berkumpul untuk mengikuti proses mengajar. 2. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah sebagai satu kesatuan, diorganisir menjadi satu unit kerja yang secara dinamis menyelengarakan kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mecapai satu tujuan. Berbeda dengan Sudirman 1987:310 yang berbendapat bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan bertindak seorang guru berdasarkan sifat-sifat kelas dengan tujuan menciptakan situasi belajar mengajar yang baik. Oemar Hamalik dalam Sudirman 1987:311 mengungkapkan bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan bertindak seorang guru dan suatu alat untuk mengembangkan kerja sama dan dinamika kelas yang stabil walaupun banyak gangguan dan perubahan dalam lingkungan. Menurut Sudirman 1987:311, pengelolaan kelas bertujuan untuk menciptakan kondisi dalam kelompok kelas yang berupa lingkungan kelas yang baik. Sedangkan tujuan umum dari pengelolaan kelas adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Menurut Raka Joni Sudrajat:httpakmad sudrajat.wordpress.com 1. Masalah individual , terdapat dua masalah dalam pengelolaan kelas. a. Attention getting behaviors pola perilaku mencari perhatian b. Power seeking behaviors pola perilaku menunjukan kekuatan c. Revenge seeking behaviors pola perilaku menunjukan balas dendam d. Helplessness peragaan ketidakmampuan 2. Masalah kelompok a. Kelas kurang kohesif karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial, ekonomi, dan lain-lain. b. Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya. c. Kelas mereaksi secara negatif terhadap salah seoarang anggotanya. d. Membombong anggota kelas yang melanggar peraturan. e. Kelompok cenderung mudah dialihkan dari tugas yang tengah dibuat. f. Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru terhadap tugas-tugas yang diberikan. Banyak pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengatasi beberapa masalah di atas. Oleh karena permasalahan dan situasi kelas yang labil, maka guru dituntut untuk menguasai berbagai pendekatan pengelolaan kelas yang cocok untuk semua situasi. Setiap pendekatan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, maka guru dapat mengkombinasikan beberapa pendekatan yang mungkin cocok dan sesuai untuk mengatasi beberapa masalah pengelolaan kelas yang ada. Pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas menurut Sudirman 1987:327 tersebut antara lain: 1. Pendekatan otoriter Pendekatan otoriter melihat pengelolaan kelas semata-mata sebagai upaya untuk menegakkan disiplin dan tata tertib. Pendekatan ini menempatkan guru dalam peranan menciptakan dan memelihara situasi kelas. 2. Pendekatan permisif Pendekatan ini memusatkan pada usaha untuk memaksimalkan kebebasan siswa. Semua siswa diberi kebebasan untuk melakukan apa saja yang dikehendaki dalam lingkungan. 3. Pendekatan manajerial Pendekatan ini dilihat dari sudut pandang manajemen yang berintikan konsepsi-konsepsi tentang kepemimpinan. Pandangan ini dapat dibedakan menjadi: a. Kontrol otoriter: dalam menegakkan disiplin kelas, guru harus bersikap keras kalau perlu dengan hukuman-hukuman yang berat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b. Kebebasan liberal: menurut konsep ini siswa diberi kebebasan sepenuhnya untuk melakukan kegiatan apa saja sesuai dengan tingkat perkembangan. c. Kebebasan terbimbing: konsep ini merupakan perpaduan antara kontrol otoriter dan kebebasan liberal. Dalam kebebasan terbimbing, siswa diberi kebebasan untuk melakukan aktivitas namun terbimbing. 4. Pendekatan modifikasi tingkah laku Pendekatan ini mengemukakan pendapat bahwa semua tingkah laku yang baik atau yang kurang baik merupakan hasil proses belajar. Pendapat lain mengenai pendekatan ini diungkapkan oleh Raka Joni dalam Sudrajat httpakhmadsudrajat.wordpress.com 5. Pendekatan iklim sosio emosional yang mengungkapkan asumsi mendasar adalah perilaku baik dan buruk individu merupakan hasil belajar. Upaya memodifikasi dengan cara pemberian positive reinforcement untuk membina perilaku positif dan negative reinforcement untuk mengurangi perilaku negatif. Pendekatan ini berlandaskan psikologis klinis yang memperkirakan bahwa proses belajar mengajar yang efektif memprasyaratkan keadaan sosio emosional yang baik, dalam arti terdapat hubungan antara guru dan siswa yang baik. Dalam hal ini, Carl Rogers dalam Sudrajat http akhmadsudrajat.wordpress.com mengemukakan pentingnya sikap tulus dari guru, menerima dan menghargai peserta didik sebagai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI