Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kondisi perkembangan Swamitra KILAT? 2. Bagaimana peta strategi pengembangan Swamitra KILAT yang sesuai ?
3. Bagaimana sistem pengukuran kinerja yang sesuai? 4. Sejauhmana pencapaian kinerja Swamitra KILAT tahun 2006 dengan
pendekatan Balanced Scorecard? 5. Bagaimana tindakan korektif yang dilakukan setelah memperoleh hasil
pengukuran?
1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kondisi perkembangan Swamitra KILAT.
2. Mengetahui peta strategi pengembangan Swamitra KILAT yang sesuai. 3. Merancang sistem pengukuran kinerja yang sesuai.
4. Mengukur pencapaian kinerja Swamitra KILAT dengan Balanced Scorecard tahun 2006.
5. Mengetahui tindakan korektif setelah hasil pengukuran diperoleh.
1.4. Manfaat
1. Bagi Swamitra KILAT Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dan masukan dalam pengembangan sistem pengukuran kinerja Swamitra KILAT dan Swamitra pada umumnya. Selain itu sebagai
sumber informasi terpadu guna pengambilan keputusan yang tepat dalam pencapaian visi, misi dan tujuan Swamitra.
2. Bagi Penulis Meningkatkan kemampuan penulis dalam mengidentifikasi masalah,
menganalisis, dan menemukan solusi sebagai perwujudan dari aplikasi ilmu yang telah diperoleh.
3. Bagi Akademisi Memberikan pengetahuan mengenai Balanced Scorecard sebagai
salah satu sistem pengukuran kinerja.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga keuangan mikro dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang fokus kegiatannya melayani kelompok masyarakat usaha kecil dan
mikro. Menurut Asian Development Bank ADB dalam Firdaus, 2004, lembaga keuangan mikro microfinance adalah lembaga yang menyediakan
jasa penyimpanan deposits, kredit loans, pembayaran berbagai transaksi jasa payment services serta money transfers yang ditujukan bagi
masyarakat miskin dan pengusaha kecil insurance to poor and low-income households and their micro enterprises. Bank Indonesia membagi lembaga
keuangan mikro di Indonesia yaitu LKM Bank dan LKM non-Bank.
2.1.1. LKM Bank
LKM Bank terdiri atas Bank Perkreditan Rakyat BPR, Bank Rakyat Indonesia–Unit Desa BRI-UD dan Bank Kredit Desa.
Landasan hukum keberadaan adalah UU Perbankan. Oleh karena itu pengaturan, perizinan, dan pengawasan berada pada Bank Indonesia
Atmadja, 2005
2.1.2. LKM non-Bank
LKM non-Bank dapat digolongkan lebih lanjut menjadi LKM yang bersifat formal seperti Koperasi, Pegadaian, dan Lembaga Dana
dan Kredit Pedesaan LDKP. Kerangka atau landasan hukum keberadaan koperasi adalah UU Perkoperasian, LDKP adalah
Peraturan Daerah sedangkan Pegadaian adalah PP tentang Pegadaian. Peraturan dan perizinan serta pengawasan KSP dan USP koperasi
berada pada Menkop dan PKM, perizinan LDKP berada pada Gubernur setiap propinsi dan pengawasannya pada Pemerintah
Propinsi, sedangkan pengaturan dan pengawasan pegadaian berada pada Departemen Keuangan Atmadja, 2005
2.1.3. USP Swamitra
Swamitra merupakan sebuah konsep inovasi dari Bank Bukopin yaitu pembentukan sistem pembiayaan mikro bekerja sama
dengan koperasi. Melalui kerjasama kemitraan dengan Bank Bukopin, memungkinkan koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro
mengatasi masalah kepercayaan dan manajemen dengan menggunakan teknologi mutakhir, untuk menjamin pelayanan
profesional serta jaringan pelayanan terpadu. Sehingga sistem pembiayaan mikro di bidang manajemen, administrasi keuangan
serta pengembangan teknologi lebih modern. Kerjasama atau kemitraan yang dibangun didasarkan pada pertimbangan kepentingan
yang sama untuk menciptakan nilai tambah bagi kedua belah pihak, baik bagi koperasi ataupun Bank Bukopin. Swamitra berasal dari
bahasa Kawi yang artinya kerja sama atas keinginan sendiri tanpa paksaan dengan prinsip kebersamaan dan saling menguntungkan
Sebagai suatu unit usaha yang dibentuk melalui kerjasama dengan koperasi, Swamitra berbentuk badan hukum koperasi tunduk
pada Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Simpan
Pinjam yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan usahanya melakukan penghimpunan dan penyaluran dana melalui
kegiatan simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, serta
koperasi lain dan anggotanya. Untuk selanjutnya cukup dan dapat disebut sebagai anggota Swamitra www.swamitra.com.
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi
dalam bentuk gabungan, dan simpanan koperasi berjangka. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
6. SHU
disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan Firdaus, 2004. Kegiatan kemitraan ini merupakan salah satu perwujudan TAP MPR
No. IVMPR1999 GBHN 1999-2004 yaitu diantaranya arah kebijakan ekonomi agar mengembangkan Lembaga Kemitraan antar
koperasi, BUMN dan swasta. Swamitra adalah sebagai suatu unit ekonomi tersendiri yang dimiliki oleh koperasi dan bukan
merupakan milik atau anak perusahaan dari Bank Bukopin. Terdapat pola kerja sama diantara koperasi dan Bank Bukopin yang
menguraikan peran masing-masing dalam kemitraan, dapat terlihat pada Gambar 2.
5. JASA MANAJEMEN SEWA TEKNOLOGI DIBAYAR SWAMITRA
ke BANK BUKOPIN
2a
.PENYETORAN MODAL KERJA
USAHA
3. PENARIKAN
MODAL KERJA USAHA DAN PEMBERIAN JASA GIRO
2b. PENYIMPANAN SEMENTARA MODAL
KERJA USAHA DI BUKOPIN Sebelum Swamitra Beroperasi
1.
PERJANJIAN KERJASAMA PKS
Gambar 2. Pola Kemitraan Bank Bukopin dan Koperasi Sumber: Buku Pedoman Operasional Swamitra
BANK BUKOPIN
SWAMITRA
Penyetoran Modal Kerja Usaha. Dalam bentuk
Simpanan Berjangka Khusus an. Koperasi di
Swamitra
-
Bank Bukopin mendapat Jasa Manajemen sesuai PKS
prosentase dari Pendapatan Swamitra setelah dikurangi By.
Penyenggaraan
-
Biaya Sewa Aplikasi -
Simpanan -
Pinjaman -
Kiriman Uang -
Likuiditas -
Jasa Lainnya
4.OPERASIONAL SWAMITRA
Setelah PKS Bank Bukopin mempersiapkan :
- Rekrutmen, seleksi,
penempatan SDM -
Install Swasys -
Pemberian Pedoman
Simpanan, Pinjaman, SDM, Operasi, Aplikasi
Teknologi
KOPERASI
Kemitraan ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1 Menumbuhkembangkan usaha simpan pinjam di kalangan anggota
koperasi guna memacu pertumbuhan usaha dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota tersebut.
2 Membuka peluang akses permodalan bagi koperasi yang selama ini menghadapi banyak kendala dalam kerjasama dengan bank atau
lembaga keuangan lainnya. 3 Mendukung terciptanya jaringan kerja antar kantor Swamitra di
seluruh Indonesia, hingga menghasilkan : a. sinergi kerja antar Swamitra yang lebih luas
b. volume transaksi keuangan yang lebih besar c. kecepatan dan keamanan transaksi yang lebih baik
d. efisiensi dan optimalisasi usaha yang lebih tinggi e. kontrol yang lebih baik dalam penyelenggaraan dana.
Manfaat yang diharapkan dari Swamitra adalah : 1 Sistem teknologi dan manajemen yang dipergunakan Swamitra
diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan anggota Swamitra dalam penghimpunan dana dan penyaluran dana.
2 Anggota Swamitra dapat melakukan transaksi keuangan yang pada masa mendatang dapat dilakukan langsung di setiap kantor Swamitra
melalui sistem jaringan on line berdasarkan kesepakatan kerjasama diantara Swamitra bersangkutan.
3 Memberi dukungan pada penyediaan informasi dan komunikasi bisnis sehingga perencanaan produksi dan pemasaran dapat
dilakukan dengan lebih baik, yang dapat dimanfaatkan anggota Swamitra dalam rangka peningkatan usaha produktifnya.
4 Penyajian laporan keuangan beserta perubahannya dapat dilakukan secara cepat dan akurat pada setiap saat dibutuhkan sehingga
kepentingan untuk pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan Swamitra dapat dilakukan lebih baik.
2.2. Pengendalian Kinerja Manajemen
Pengendalian kinerja merupakan fungsi terakhir dari manajemen yang harus dilaksanakan. Menurut Suprihanto 1993, pengendalian manajemen
adalah aktivitas untuk menemukan, mengoreksi adanya penyimpangan- penyimpangan dari hasil yang telah dicapai dibandingkan dengan rencana
kerja yang ditetapkan. Pada setiap tahap kegiatan perlu dilakukan pengendalian. Sebab apabila terjadi penyimpangan akan lebih cepat
diadakan tindakan koreksi. Langkah-langkah dalam proses pengendalian adalah sebagai berikut:
1 Menetapkan standar dan metode pengukuran kinerja 2 Mengukur kinerja
3 Menentukan apakah kinerja memenuhi standar 4 Mengambil tindakan korektif
Sehingga dalam pengendalian manajemen terdapat langkah pengukuran kinerja. Robert Simon dalam Pelaporan AKIP 1999,
pengukuran kinerja adalah metode untuk menilai pencapaian kemajuan dibandingkan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasil
pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik
yang mana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
Menurut Lynch dan Cross 1993 dalam Yuwono dkk 2006, manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut :
1 Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat
seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
2 Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.
3 Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya- upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4 Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5 Membangun konsesus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward atas perilaku yang diharapakan tersebut.
Menurut Yuwono dkk 2006 ada dua pendekatan dalam mengukur kinerja perusahaan, yaitu :
1 Ukuran keuangan, yaitu ukuran kinerja yang berasal dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan.
2 Ukuran nonkeuangan, yaitu ukuran kinerja yang tidak terlihat langsung dari laporan keuangan, namun berhubungan dengan pencapaian ukuran
keuangan dan bersifat kualitatif seperti market share, market growth, dan technological capabilities.
Namun, pengukuran kinerja dengan ukuran keuangan memiliki kelemahan yaitu :
1 Pengabaian pengukuran nonfinancial dan intangible asset dapat menimbulkan distorsi.
2 Pemakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja keuangan dapat mendorong manajer untuk mengambil tindakan jangka
pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang.
2.2.1. Tahapan Pengukuran Kinerja
Menurut Tim Asistensi Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 1999, lima tahap pengukuran kinerja yaitu :
1 Perencanaan strategis Dalam merumuskan perencanaan strategis perusahaan harus
melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Menentukan visi dan misi.
Visi adalah suatu pandangan yang sangat jauh tentang perusahaan; tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut Niven, 2002. Definisi tersebut terdapat dimensi waktu yang sifatnya relatif,
artinya tidak ada patokan atau standar baku berlakunya suatu pernyataan visi. Sedangkan misi adalah penjabaran dari
pernyataan visi. Visi dan misi dapat membantu perusahaan untuk mengarahkan, memotivasi mencapai kinerja terbaik.
b. Menganalisis faktor-faktor kunci keberhasilan Faktor-faktor kunci keberhasilan adalah unsur-unsur
dari suatu organisasi yang menentukan kegagalan atau keberhasilan suatu strategi. Untuk dapat mengidentifikasi
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Dianalisis dengan metode analisis SWOT atau matriks IE.
c. Menentukan tujuan dan sasaran yang akan dicapai Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari
pernyataan misi, atau hasil akhir jangka panjang. Sedangkan sasaran hasil yang ingin dicapai jangka pendek. Penetapan
tujuan dan sasaran organisasi pada umumnya didasarkan pada faktor-faktor kunci keberhasilan. Sehingga tidak ada satupun
sasaran yang tidak tercapai karena dengan mengetahui faktor- faktor kunci keberhasilan berarti organisasi tersebut telah
mengetahui kekuatan apa yang diberdayakan. 2 Penetapan indikator kinerja
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran
atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur
serta digunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat kinerja. Penetapan indikator kinerja atau tolak ukur mengikuti
prinsip SMART yaitu : a. Specific, dinyatakan dengan jelas sehingga tidak ada
kemungkinan kesalahan dalam interpretasi. b. Measurable, mampu memunculkan fakta-fakta yang
dinyatakan secara kuantitatif menggunakan angka-angka. c. Achievable, dapat dicapai untuk menunjukkan keberhasilan
dan peningkatan kinerja yang menantang.
d. Result oriented, fokus pada hasil-hasil berupa pencapaian target kinerja yang ditetapkan.
e. Time bound, terdapat batas waktu pencapaian tujuan strategis. 3 Pengembangan sistem pengukuran data
Tahapan ketiga adalah menetapkan bagaimana data untuk mengukur tersedia dan bagaimana mendapatkannya. Jika tidak
tersedia maka harus mengidentifikasi indikator atau ukuran alternatif.
4 Penyempurnaan ukuran kinerja Penetapan ukuran kinerja disesuaikan dengan kebutuhan
informasi manajemen eksekutif. Namun, tidak seluruh indikator sama pentingnya. Oleh karena itu, ukuran kinerja diberikan bobot
untuk merefleksikan tingkat kepentingan atau prioritas. 5 Pengintegrasian dengan proses manajemen
Tahapan selanjutnya adalah bagaimana menggunakan ukuran yang tersedia dengan efektif.
Terdapat dua metode yang fundamental dalam mengukur kinerja perusahaan, yaitu metode keuangan dan metode pengontrolan
operasi. Metode keuangan merupakan metode yang membantu manajer melihat ukuran-ukuran secara keuangan seperti likuiditas,
profitabilitas, solvabilitas, dan analisis trend. Metode pengontrolan operasi lebih tertuju pada pengevaluasian keputusan-keputusan dan
tindakan-tindakan manajer. Dalam pengontrolan operasi, dibutuhkan lebih banyak interaksi antar manajer dengan manajer baik di level
atas maupun bawah.
2.3. Pengendalian Kinerja pada Balanced Scorecard
2.3.1. Sejarah Perkembangan Balanced Scorecard
Konsep Balanced Scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasi konsep tersebut. Balanced scorecard
terdiri dari dua kata : 1 Kartu skor scorecard dan berimbang balanced. Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk melihat
atau mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat
digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak
diwujudkan oleh personel di masa depan akan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini akan digunakan
untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan Mulyadi, 2001. Kata berimbang ditujukan untuk menunjukkan
bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek, yaitu keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka
panjang, proses dan personal, serta eksternal dan internal. Sebelum tahun 1990-an pengukuran kinerja yang dilakukan
oleh perusahaan pada umumnnya hanya berdasarkan pada performa kinerja keuangan sebagai satu-satunya tolok ukur nyata. Sebagai
akibatnya para eksekutif perusahaan cenderung lebih memfokuskan perhatiannya pada aspek keuangan. Segala perhatian dan aktivitas
pergerakan perusahaan hanya ditujukan pada bagaimana peningkatan hasil keuangan kinerja dalam jangka pendek dan cenderung
mengabaikan kinerja nonkeuangan seperti kepuasan konsumen, cost- effectiveness proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan
jasa, serta keberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa. Padahal keseluruhan hal tersebut
merupakan mata rantai utama penyokong kinerja keuangan. Berdasarkan hasil studi, Nolan Norton Institut menyimpulkan bahwa
diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran
pertumbuhan yang dikenal Balanced Scorecard. Pada praktiknya, perusahaan yang menerapkan Balanced Scorecard menunjukkan
hasil positif berupa pelipatgandaan kinerja keuangan mereka. Dengan menambahkan kinerja nonkeuangan, eksekutif dipacu untuk
memperhatikan pemacu kinerja keuangan. Perkembangan selanjutnya, konsep ini mulai diaplikasikan kepada tahap
perencanaan strategis Gambar 3. Pengukuran kinerja merupakan salah satu tahap dalam pengendalian.
Gambar 3. Perkembangan Peran Balanced Scorecard dalam Sistem Manajemen Strategis
Sumber : Mulyadi, 2001
2.3.2. Pengukuran Kinerja dalam Empat Komponen Perspektif Balanced Scorecard
Balanced scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang menerjemahkan visi dan strategi suatu organisasi ke dalam
tujuan dan ukuran operasional Niven, Paul R, 2002. Tujuan dan ukuran operasional tersebut kemudian dinyatakan dalam empat
perspektif yaitu perspektif finansial, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan Kaplan dan Norton, 1996
a
.
Gambar 4. Desain Dasar Sistem Kinerja Balanced Scorecard Sumber : Kaplan dan Norton, 1996
Pada perkembangan awal 1990-1992,
diterapkan untuk pengukuran secara
komprehensif kinerja Perkembangan
selanjutnya 1993- 1995,diterapkan untuk
menghasilkan rencana strategis
Perumusan Strategi Perencanaan Strategis
Penyusunan Program Penyusunan Anggaran
Implementasi Pengendalian
Financial
Customers Internal Business
Processes
Learning and Growth Vision Strategy
1 Perspektif Finansial
Perspektif finansial memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya memberikan
kontribusi atau tidak pada peningkatan laba perusahaan yang menjadi fokus tujuan serta ukuran di semua perspektif scorecard.
Setiap ukuran yang terpilih harus merupakan bagian hubungan sebab akibat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan
kinerja keuangan Mulyadi, 2001 Faktor pendorong tercapainya tujuan jangka panjang dalam
perspektif finanasial harus disesuaikan menurut jenis industri, lingkungan persaingan dan strategi di setiap unit bisnis yang
disederhanakan dalam tiga tahap siklus hidup bisnis yaitu : 1 bertumbuh growth, 2 bertahan sustain, 3 menuai harvest.
Tujuan finansial pada ketiga tahap siklus bisnis tentu berbeda sesuai dengan karakteristik masing-masing kondisi.
Tujuan pada tahap pertumbuhan growth adalah penjualan di pasar baru, kepada pelanggan baru, dan dihasilkan dari produk
dan jasa baru, mempertahankan dan tingkat pengeluaran yang memadai untuk pengembangan produk dan proses, sistem,
kapabilitas kerja, dan penetapan saluran pemasaran, penjualan dan distribusi baru. Indikator pengukuran masih bertumpu pada
ukuran finansial konvensional seperti ROE, ROI, laba operasi, dan margin kotor dengan tujuan menghasilkan tingkat
pengembalian yang tinggi. Sedangkan tujuan finansial pada tahap menuai lebih menekankan pada arus kas. Setiap investasi harus
memberikan pengembalian kas yang segera dan pasti. Tiga tema keuangan tersebut mendorong penetapan strategi
bisnis Kaplan dan Norton, 2000 yaitu : 1. Bauran dan pertumbuhan pendapatan
2. Penghematan biaya atau peningkatan produktivitas 3. Peningkatan pemanfaatan aktiva atau strategi investasi
2 Perspektif Pelanggan
Filosofi manajemen dewasa ini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer focus dan
customer satisfaction. Kaplan dan Norton 2000, perspektif pelanggan adalah pelanggan dari segmen pasar dimana unit
bisnis akan bersaing dalam berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasaran. Dengan perspektif ini, memungkinkan
perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan penting yaitu kepuasan, retensi, loyalitas, akuisisi dan profitabilitas dari
pelanggan dan segmen pasar sasaran Gambar 5.
Gambar 5. Ukuran Utama Perspektif Pelanggan Menurut Norton dan Kaplan 2000, perspektif pelanggan
memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu: customer core measurement dan customer value proposition. Customer core
measurement memiliki beberapa komponen pengukuran yaitu: a. Kepuasan Pelanggan Customer Satisfaction
Menunjukkan apakah perusahaan memenuhi harapan pelanggan atau bahkan menyenangkan.
b.Akuisisi Pelanggan Customer Acquisition Mengukur dalam bentuk relatif atau absolut, keberhasilan unit
bisnis, menarik, atau memenangkan pelanggan atau bisnis baru. c. Pangsa Pasar Market Share
Menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu dalam bentuk jumlah pelanggan, uang
yang dibelanjakan, atau volume satuan yang terjual.
Pangsa Pasar
Akuisisi Pelanggan
Profitabilitas Pelanggan
Retensi Pelanggan
Kepuasan Pelanggan
d.Kemampulabaan Pelanggan Mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan
setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Customer Value Proposition menyatakan atribut yang diberikan perusahaan kepada produk dan jasanya untuk
menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan dalam segmen pasar sasaran. Proporsi nilai adalah sebuah konsep penting
dalam memahami faktor pendorong pengukuran utama. Terdapat tiga kategori atribut yang membentuk proporsi nilai
untuk semua industri yang menjadi sumber penyusunan scorecard Kaplan, 2000, yaitu :
a. Atribut produk dan jasa, segmen ini mencakup fungsionalitas produk atau jasa, harga, dan mutu. Pelanggan
memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan sehingga perusahaan harus mengidentifikasikan
apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan.
b. Hubungan pelanggan, mencakup penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan yang meliputi waktu tanggap dan
penyerahan, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk atau jasa.
c. Citra dan reputasi, menggambarkan faktor yang membuat pelanggan tertarik.
3 Perspektif Proses Bisnis Internal
Proses adalah rangkaian aktivitas untuk menghasilkan value bagi pelanggan. Paling tidak ada dua macam proses dalam
perusahaan yaitu proses produksi dan proses bisnis. Proses produkasi menghasilkan keluaran yang dijual kepada customer
dalam bentuk produk dan jasa. Proses bisnis memproduksi keluaran untuk tujuan pengelolaan, seperti sistem perumusan
strategi, sistem penyusunan rencana strategis dengan pendekatan
Identifikasi kebutuhan
Kebutuhan Terpuaskan
Balanced Scorecard, sistem penyusunan anggaran dengan activity based budgeting system, sistem implementasi rencana
dengan activity based cost system Penetapan tujuan dan ukuran-ukuran dalam perspektif
proses bisnis internal dilakukan setelah perumusan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif keuangan dan pelanggan. Hal ini
dimaksudkan agar terciptanya langkah sistematis dan pola pikir pengukuran proses bisnis internal yang mampu mendorong
tercapainya tujuan yang ditetapkan bagi pelanggan dan pemegang saham.
Balanced Scoredard beranggapan bahwa setiap bisnis memiliki serangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai
bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Kaplan dan Norton membagi proses bisnis internal ke dalam tiga
proses bisnis utama Gambar 6.
Proses Inovasi Proses Operasi Proses Layanan Purna Jual
Gambar 6. Model Rantai Nilai Sumber: Norton dan Kaplan 2000
a. Proses Inovasi Proses inovasi dilakukan oleh unit bisnis dengan meneliti
kebutuhan pelanggan yang sedang berkembang atau masih tersembunyi. Unit bisnis kemudian menciptakan produk atau
jasa untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Inovasi merupakan proses internal yang sangat penting.
b.Proses Operasi Pelaksanaan operasi dimulai ketika perusahaan menerima
pesanan dari pelanggan dan berakhir dengan penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan dengan tepat waktu, efektif
dan efisien dari segi penggunaan modal bagi berbagai proses
Kenali Pasar
Ciptakan Produk
Bangun Produk
Luncurkan Produk
Layani Pelanggan
Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Perspektif Proses Bisnis
I
nternal
manufaktur dan layanan jasa merupakan tujuan yang penting bagi perusahaan, meskipun bukan merupakan komponen
penentu utama dalam pencapaian tujuan finansial dan pelanggan.
c. Proses Layanan Purna Jual Layanan purna jual juga menghasilkan nilai tambah bagi
keseluruhan proses operasi bisnis internal perusahaan. Layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan,
penggantian produk yang akan dikembalikan
4 Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran.
Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, manajemen ditekankan untuk mempelajari lebih dalam sumber daya yang
dapat diandalkan untuk bersaing di lingkungan bisnis yang kompetitif, dan meletakkan leverage pada sumber daya yang
mampu menempatkan perusahaan pada posisi daya saing dalam jangka panjang.
Process-Centric
Organizational Shareholder Capital Value
People-Centric
Gambar 7. Alur Pengaruh Sasaran Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Terhadap Sasaran Perspektif BSC Lainnya.
Sumber : Mulyadi, 2001 Pembangunan human capital yang menjadi sasaran utama
perspekif pertumbuhan dan pembelajaran tidak dapat berdiri sendiri. Namun diarahkan untuk mewujudkan sasaran strategis
Eksternal Focus
Internal Focus
Perspektif Pelanggan
Perspektif Keuangan
Human Capital
Firm Equity
ketiga perspektif yang lain: firm equity, organizational capital dan shareholder value.
a Pembangunan human capital harus menjadikan produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan unggul dalam
persaingan, sehingga produk dan jasa perusahaan menjadi pilihan bagi customer yang pada akhirnya akan menghasilkan
aliran masuk pendapatan dari customer. b Pembangunan human capital harus menjadikan perusahaan
mampu dengan cepat, fleksibel, terpadu dan inovatif dalam melayani kebutuhan customer sehingga perusahaan akan
dapat meningkatkan produktivitas dan cost effectivenessnya. Menurut Kaplan dan Norton 2000, pada perspektif ini
terdapat empat tolak ukur dalam perusahaan yaitu: a. Employee Capabilities adalah kemampuan karyawan dalam
organisasi dengan perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan
kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Information System Capabilities. Diperlukan informasi- informasi terbaik untuk pencapaian tujuan perusahaan pada
karyawan. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan
pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
c. Motivation, Empowerment, and Alignment. Tingkat motivasi karyawan dapat diukur melalui banyaknya saran yang
diberikan per pekerja, jumlah saran yang dilaksanakan, serta mutu saran yang diajukan. Jumlah saran yang berhasil
diimplementasikan merupakan indikator tercapainya keselarasan tujuan perusahaan maupun perorangan.
2.3.3. Keunggulan Balanced Sorecard
Menurut Mulyadi 2001, Balanced Sorecard sebagai inti manajemen strategis memiliki empat keunggulan, yaitu:
1 Komprehensif. Balanced Scorecard mencakup perspektif nonkeuangan seperti perspektif pelanggan, proses bisnis internal,
serta pertumbuhan dan pembelajaran. BSC mengarahkan perusahaan ke dalam sasaran strategis dan ketiga perspektif
menjadi penyebab utama dihasilkannya kinerja keuangan. 2 Koheren. Kekoherenan berarti dibangunnya sebab akibat antara
keluaran yang dihasilkan sistem perumusan strategi dengan keluaran yang dihasilkan sistem perencanaan strategis.
3 Seimbang. Keseimbangan sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategis penting untuk menghasilkan kinerja
keuangan jangka panjang. Keseimbangan pengukuran pemusatan ke dalam internal perusahaan internal focus dan pemusatan
keluar external focus. Ukuran pemusatan ke dalam internal dan pertumbuhan dan pembelajaran. Sedangkan fokus pengukuran
luar melibatkan perspektif pelanggan dan keuangan. 4 Terukur. Merupakan keterukuran perspektif pelanggan, proses
bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran. BSC perspektif nonkeuangan ditentukan ukurannya agar dapat
dikelola sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian, melalui keterukuran ketiga perspektif nonkeuangan dapat mencapai
kinerja keuangan.
2.3.4. Tahapan Penerapan Balanced Scorecard
Perusahaan menggunakan fokus pengukuran Balanced Scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting,
pada Gambar 8 dapat terlihat beberapa tahapan sebagai berikut :
1 Memperjelas dan Menterjemahkan Visi dan Strategi
Proses scorecard dimulai dengan menerjemahkan strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan strategis yang lebih spesifik.
Untuk berbagai tujuan keuangan, tim scorecard harus
mempertimbangkan apakah akan menitikberatkan pada pertumbuhan pendapatan dan pasar, profitabilitas atau
menghasilkan arus kas. Untuk perspektif pelanggan, tim manajemen harus menyatakan dengan jelas pelanggan dan
segmen pasar yang akan dimasuki. Setelah tujuan keuangan dan pelanggan ditetapkan,
perusahaan kemudian mengidentifikasikan berbagai tujuan dan ukuran proses bisnis internal. Keterkaitan yang terakhir, tujuan
pembelajaran dan pertumbuhan, memberi alasan pekerja, dalam teknologi dan sistem informasi, serta dalam meningkatkan
berbagai prosedur organisasional.
Gambar 8. Kerangka Balanced Scorecard
Sumber : Kaplan dan Norton 1996
a
Memperjelas dan Menerjemahkan Visi
dan Strategi
• Memperjelas visi • Menghasilkan
konsesus
Mengkomunikasikan dan Menghubungkan
• Mengkomunikasikan dan membidik
• Menetapkan tujuan
•
Mengaitkan imbalan
dengan ukuran kinerja
Umpan balik dan pembelajaran strategis
• Mengartikulasikan misi bersama
• Memberikan umpan strategis
• Memfasilitasi tinjauan ulang dan
pembelajaran
Merencanakan dan Menetapkan Sasaran
• Menetapkan sasaran • Memadukan inisiatif
strategis • Mengalokasikan
sumber daya • Menetapkan tonggal
penting
Balanced Scorecard
2 Mengkomunikasikan dan Mengkaitkan Tujuan serta Ukuran Strategis
Tujuan dan ukuran strategis Balanced Scorecard dikomunikasikan ke seluruh organisasi melalui surat edaran,
papan buletin, video dan bahkan secara elektronik melalui jaringan komputer. Komunikasi tersebut memberikan informasi
kepada karyawan mengenai berbagai tujuan penting yang harus dicapai agar strategi organisasi berhasil. Scorecard juga memberi
dasar untuk mengkomunikasikan strategi unit bisnis untuk mendapatkan komitmen para eksekutif korporasi dan dewan
direksi. Di akhir proses pengkomunikasian dan pengkaitan, setiap orang di dalam perusahaan seharusnya sudah memahami tujuan-
tujuan jangka panjang unit bisnis dan juga strategi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
3 Merencanakan, Menetapkan Sasaran dan Menyelaraskan Berbagai Inisiatif Strategis
Balanced Scorecard akan memberikan dampak besar pada saat dimanfaatkan untuk mendorong terjadinya perubahan
perusahaan. Untuk itu, para eksekutif senior harus menentukan sasaran bagi berbagai ukuran scorecard untuk tiga atau lima
tahunan, jika berhasil akan mengubah perusahaan. Sasaran tersebut harus mencerminkan adanya perubahan dalam kinerja
unit bisnis. Bila sasaran untuk ukuran pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan sudah ditetapkan,
manajer dapat memadukan inisiatif mutu strategis, waktu tanggap dan rekayasa ulang mereka untuk mencapai tujuan yang
penuh dengan terobosan. Perencanaan dan proses manajemen penetapan sasaran
memungkinkan perusahaan untuk : a. Mengukur hasil jangka panjang yang ingin dicapai.
b. Mengidentifikasi mekanisme dan mengusahakan sumber daya untuk mecapai hasil tersebut.
c. Menetapkan tonggak-tonggak jangka pendek bagi ukuran keuangan dan nonkeuangan scorecard.
4 Meningkatkan Umpan balik dan Pembelajaran Strategis
Proses manajemen yang terakhir adalah menyertakan Balanced Scorecard ke dalam suatu kerangka kerja pembelajaran
strategi. Proses ini adalah yang paling inovatif dan merupakan aspek yang paling penting dari seluruh proses manajemen
scorecard. Proses ini memberikan kapabilitas bagi pembelajaran perusahaan pada tingkat eksekutif. Balanced Scorecard BSC
memungkinkan manajer memantau dan menyesuaikan pelaksanaan strategi, dan membuat perubahan-perubahan pada
strategi tersebut. Proses pembelajaran strategis dimulai dengan proses klarifikasi visi bersama yang hendak dicapai oleh suatu
organisasi. Proses komunikasi dan pengkaitan dapat memobilisasi
semua inividu untuk bertindak menuju tercapainya tujuan perusahaan. Perencanaan, penetapan sasaran, dan proses inisiatif
strategis mendefinisikan tujuan kinerja spesifik pendorong driver kinerja yang seimbang. Perbandingan antara tujuan
kinerja yang diharapkan dengan tingkat yang ada sekarang ini akan menciptakan kesenjangan gap kinerja yang dapat
dirancang untuk dihilangkan oleh inisiatif strategis.
2.3.5. Penyelarasan Ukuran BSC dengan Strategi
Tujuan dari setiap pengukuran adalah untuk memotivasi semua pemimpin dan karyawan agar melaksanakan strategi bisnis dengan
optimal. Perusahaan yang dapat menerjemahkan strategi ke dalam sistem pengukuran dan lebih mampu melaksanakan strategi tersebut,
dikarenakan dapat mengkomunikasikan tujuannya. Komunikasi ini akan memfokuskan mereka pada pemacu kritis. Sehingga
memungkinkan untuk mengarahkan investasi, inisiatif, dan tindakan- tindakan yang menyempurnakan tujuan-tujuan strategis.
Terdapat tiga prinsip yang memungkinkan BSC dikaitkan dengan strategi perusahaan, yaitu:
1 Hubungan sebab akibat Prinsip ini sangat penting karena dapat menjabarkan tujuan
dan pengukuran masing-masing perspektif ke dalam satu kesatuan yang terpadu. Konsep BSC harus bisa menjelaskan
strategi bisnis melalui hubungan sebab akibat, agar hubungan antara berbagai tujuan dan ukuran pada semua perspektif
dinyatakan secara eksplisit dan mudah dikelola. Setiap ukuran yang dipilih harus menjadi unsur suatu rantai hubungan sebab
akibat yang mengkomunikasikan strategi kepada seluruh perusahaan. Berikut ini adalah contoh hubungan sebab akibat
yang diaplikasikan oleh perusahaan melalui penetapan Return on Capital Employed ROCE sebagai tujuan perspektif keuangan.
Keuangan Pelanggan
Proses Bisnis Internal
Pembelajaran dan
Pertumbuhan
Gambar 9. Model Hubungan Sebab Akibat Sumber: Kaplan dan Norton 1996
b
2 Hasil dan faktor pendorong kinerja Sebuah BSC yang baik harus memiliki bauran ukuran hasil
dan faktor pendorong kinerja. Ukuran hasil merupakan lag indicator yang mencerminkan tujuan bersama sebagai strategi
dan struktur dalam perusahaan, seperti profitabilitas, kepuasan pelanggan, proses bisnis internal yang efektif, dan keahlian
pekerja. Sedangkan faktor pendorong kinerja atau led indicator
ROCE
Loyalitas Pelanggan Penyerahan Tepat Waktu
Proses Mutu Proses Waktu Siklus
Keahlian Pekerja
adalah faktor-faktor khusus yang terdapat pada perusahaan dan mencerminkan keunikan strategi guna mencapai tujuan bersama.
3 Keterkaitan dengan masalah keuangan Sebuah BSC harus tetap menitikberatkan kepada hasil yang
bersifat keuangan. Sehingga sebab akibat semua ukuran dalam BSC harus terkait dengan tujuan keuangan perusahaan.
2.4. Penelitian Terdahulu
Sahputra 2006, mengukur kinerja pada perusahaan besar, yaitu PT Sang Hyang Seri Persero. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis
dengan menggunakan analisis deskriptif evaluatif, rasio, dan tabulasi deskriptif. PT Sang Hyang melakukan evaluasi kinerja dengan alat ukur
yang telah distandarisasi untuk setiap perusahaan BUMN. Perbedaan pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard yaitu hasil pengukuran
dapat diketahui sumber dan sebab pencapaian kinerja. Sehingga Balanced Scorecard dinilai layak untuk direkomendasikan sebagai alat pengukuran
kinerja perusahaan. Penelitian lainnya mengenai implementasi Balanced Scorecard
sebagai sistem pengukuran kinerja dan inti sistem manajemen strategis yaitu Sulistiyowati 2004, PT Fastfood Indonesia masih menggunakan sistem
pengukuran kinerja berbasis informasi finansial dengan menggunakan laporan tahunan sedangkan faktor yang penting bersifat intangible tidak
dicantumkan dalam neraca keuangan. Alat analisis yang digunakan untuk suvei kepuasan pelanggan adalah tabulasi deskriptif. Sedangkan alat analisis
untuk survei kepuasan dan motivasi adalah nilai tengah dari rataan nilai. Secara keseluruhan, hasil pencapaian kinerja secara keseluruhan dalam
empat perspektif Balanced Scorecard memuaskan. Hal ini terlihat dari skor pencapaian nilai target sebesar 108,6 persen.
Mutassowiffn 2002, membahas sistem pengukuran kinerja Balanced Scorecard pada koperasi. Mutassowiffin menyatakan bahwa Balanced
Scorecard sangat relevan diterapkan sebagai metode penilaian kinerja pada badan usaha yang berbentuk koperasi, yang memiliki jati diri keutamaan
anggota. Sehingga sasaran strategis dalam setiap perspektif Balanced
Scorecard merefleksikan dan mengakomodasi posisi penting anggota dan kesejahteraannya. Sasaran strategis pada perspektif keanggotaan adalah
kualitas kehidupan, pelayanan kemitraan, dan meningkatkan SHU. Sedangkan sasaran pada perspektif keanggotaan adalah meningkatkan nilai
tambah, meningkatkan pendapatan anggota, dan pertumbuhan pendapatan. Perspektif proses bisnis internal memiliki sasaran strategis yaitu
memaksimalkan produktivitas, informasi keanggotaan yang handal, meningkatkan partisipasi anggota dan masyarakat, dan pada perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran memiliki sasaran strategis meningkatkan kompetensi karyawan, mengembangkan sistem informasi strategis, dan
menggalakkan pendidikan perkoperasian. Ratri 2003, mengukuran kinerja koperasi melalui pendekatan
Balanced Scorecard Studi Kasus KPBS Pengalengan Jawa Barat. Tujuan penelitian untuk menilai dan meninjau pengukuran kinerja yang diterapkan
KPBS selama ini dan mengukur kinerja KPBS dengan menggunakan teknik Balanced Scorecard. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa selama ini
KPBS menggunakan pengukuran kinerja yang berfokus pada finansial. Sasaran strategis akhir yang ingin dicapai adalah kesejahteraan anggota
melalui peningkatan kepuasan anggota dan peningkatan Sisa Hasil Usaha SHU. Secara keseluruhan kinerja KPBS cukup baik dengan perspektif
keanggotaan merupakan perspektif yang sehat karena memiliki nilai tertinggi diantara keempat perspektif lainnya.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran