Media Dakwah Unsur-unsur Dakwah
                                                                                Macam-macam metode Dakwah
1. Metode bi al- Hikmah
Metode  bi  al-hikmah  yaitu  berdakwah  dengan  memerhatikan  situasi  dan kondisi  sasaran  dakwah  dengan  menitikberatkan  pada  kemampuan  mereka
sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.
28
Prof.  DR.  Toha  Yahya  Umar,  MA.,  menyatakan  bahwa  hikmah  berarti meletakkan sesuatu meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berfikir, berusaha
menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai dengan keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan Tuhan.
29
Al-Hikmah  juga    berarti  pengetahuan  yang  dikembangkan  dengan  tepat sehingga  menjadi  sempurna.  Sebagai  metode  dakwah,  Al-Hikmah  diartikan
bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian  orang  kepada agama atau  Tuhan.  Menurut  Imam  Abdullah  bin  Ahmad
Mahmud An nasafi, arti hikmah yaitu : “Dakwah  bil-hikmah”  adalah  dakwah  dengan  menggunakan  perkataan
yang  benar  dan  pasti,  yaitu  dalil  yang  menjelaskan  kebenaran  dan menghilangkan keraguan”.
30
2. Metode Al-Mau’idza Al-hasanah
S ecara  bahasa, mau’idzah  hasanah  terdiri  dari  dua  kata,  yaitu  mau’idzah
dan  hasanah.  Kata mau’idzah  yang  berrati  nasihat,  bimbingan,  pendidikan  dan
28
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, h. 34
29
Hasanuddin, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 135
30
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 246
peringatan,  sementara  hasanah  merupakan  kebalikan fansayyi’ah  yang  artinya
kebaikan lawan dari kejelekan.
31
Adapun  pengertian  secara  istilah,  Mauidzatul  hasanah  yaitu  berdakwah dengan  memberikan  nasihat-nasihat  atau  menyampaikan  ajaran-ajaran  Islam
dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.
32
Menurut  Ali  Musthafa  Yakub,  bahwa  mauidzal  hasanah  adalah  ucapan yang  berisi  nasihat-nasihat  yang  baik  dan  bermanfaat  bagi  orang  yang
mendengarkannya,  atau  argument-argumen  yang  memuaskan  sehingga  pihak audiensi dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh
da’i.
33
Sedangkan menurut pendapat Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi, kata tersebut mengandung arti:
“Al-mau’idzal  hasanah  yaitu  perkataan  yang  tidak  tersembunyi  bagi mereka,  bahwa  engkau  memberikan  nasihat  dan  menghendaki  manfaat  kepada
mereka atau dengan Al- Qur’an”.
34
Jadi,  kalau  kita  telusuri  kesimpulan  dari  mau’idzal  hasanah,  akan mengandung  arti  kata-kata  yang  masuk  ke  dalam  kalbu  dengan  penuh  kasih
sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan  kesalahan  orang  lain  sebab  kelemahlembutan  dalam  menasehati
31
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 251
32
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, h. 34
33
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: AMZAH, 2009, h. 100
34
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 251
                                            
                