Keadaan Umum, Geografi dan Sosial Ekonomi

penggaraman adalah selama kurang lebih dua minggu. Pada umumnya mereka memulai hal tersebut pada Bulan Juli, sehingga Bulan Agustus panen raya garam sudah dimulai. Panen raya merupakan hal yang sangat ditunggu oleh para petambak, dimana mereka bisa mendapakan penghasilan. Namun panen raya hanya akan membuat harga garam mereka menurun. Sebelum masa panen raya, harga garam mencapai Rp400 – Rp700 per kg. Ketika panen raya tiba, maka harga menurun drastis menjadi Rp250 – Rp350. Harga tersebut nantinya bergantung dari kemana petambak akan menjual atau bagaimana kualitas garam yang dihasilkan. Sebagian besar petambak disana menjual ke berbagai macam makelar. Jenis penguasaan lahan di Desa Santing terbagi menjadi empat, yaitu milik lahan sendiri, sewa, bagi hasil, dan lelang. Biaya yang dikeluarkan pemilik lahan sendiri adalah berupa pajak yang dibayarkan sebesar Rp50.000,- per tahunnya. Petambak dengan lahan sewa mengeluarkan biaya untuk lahan sebesar Rp1.500.000,- yang dibayarkan kepada pemilik lahan. Petambak dengan lahan bagi hasil tidak mengeluarkan biaya untuk lahan, namun ia harus membagi 13 bagian garam yang dihasilkan untuk pemilik lahan, sedangkan petambak dengan lahan lelang membayar sejumlah Rp350.000,- sampai dengan Rp450.000,- per musim kepada aparat Kuwu Desa Santing. Besaran biaya tersebut bergantung dari hasil tawar menawar sebelum musim garam tiba. Tenaga kerja yang digunakan pada musim produksi hampir sebagian besar tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja tersebut terdiri dari anak, adik, cucu, sepupu dan istri. Sedangkan pada masa persiapan lahan, petambak banyak menggunakan jasa tenaga luar keluarga untuk mengerjakannya.Berdasarkan hasil wawancara dan olah data mengenai argumentasi dari responden mengenai dampak yang dirasakan setelah menggunakan zat aditif, diantaranya :

5.2.1. Pendapat Petambak Garam Terhadap Produksi Garam

Hasil pengolahan data responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden 64,52 persen setuju bahwa terjadi peningkatan produksi setelah menggunakan zat aditif pada proses produksi. Sementara 17, 74 persen menyatakan sangat setuju, 12,90 persen menyatakan netral dan 4,84 persen menyatakan tidak setuju bahwa zat aditif mampu meningkatkan hasil produksi mereka. Gambar 3. Pendapat Petambak Garam Terhadap Peningkatan Produksi Garam

5.2.2. Pendapat Petambak Garam Terhadap Kualitas Garam

Pada kondisi nyata di lapangan, pemberian harga berdasarkan kualitas tidak dilihat berdasarkan karakteristik kadar air dan NaCl. Kualitas garam dilihat dari seberapa putih garam yang dihasilkan. Semakin putih garam, dianggap semakin bersih garam tersebut, sehingga dianggap semakin berkualitas. Maka pertanyaan yang diajukan kepada responden mengenai kualitas garam adalah apakah zat aditif mampu memutihkan garam yang dihasilkan. Hasil pengolahan data responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden 51,61 persen setuju bahwa terjadi peningkatan kualitas garam setelah menggunakan zat aditif pada proses produksi. Sementara 9,68 persen menyatakan sangat setuju, 30,65 persen menyatakan netral dan 8,06 persen menyatakan tidak setuju bahwa zat aditif mampu meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan ditinjau dari segi keputihan garam. Gambar 5. Pendapat Petambak Garam Terhadap Peningkatan Kualitas Garam 18 64 1 3 5 Sangat Setuju Setu ju Netral Tid ak Setuju 1 0 5 1 3 1 8 Sa nga t Se tuju Se tuju Netra l T ida k Se tuju