Hasil Penelitian Terdahulu Analisis Pendapatan Usaha Garam Rakyat Berdasarkan Status Lahan dan Penggunaan Zat Aditif (Studi Kasus: Desa Santing, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu)

berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tenaga kerja selang kepercayaan 85 persen dan pestisida cair selang kepercayaan 80 persen. Purba 2005 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi produksi Cabang Usahatani Padi Ladang di Kabupaten Karawang menyarankan agar input tenaga kerja dalam fungsi produksi dioptimalkan lagi agar dapat menghasilkan outpun yang efisien. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa 1 dengan analisis imbangan penerimaan dan biaya analisis RC ratio, diperoleh nilai ratio RC atas biaya total sebesar 0,76 lebih kecil dari satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa cabang usahatani padi ladang di Desa Wanajaya tidak menguntungkan bagi petani, 2 faktor- faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi ladang adalah tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga, yang signifikan pada taraf kepercayaan 99 persen. Sedangkan faktor pupuk, benih, dan pestisida tidak berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan yang ditetapkan, 3 penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien secara ekonomis dicapai pada saat penggunaan faktor pupuk sebesar 282,51, faktor tenaga kerja luar keluarga sebesar 146,33HOK, penggunaan benih yang semula sebesar 60 kilogram harus ditingkatkan menjadi 69,69 kilogram, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga harus dikurangi dari yang semula sebesar 237,37 HOK menjadi sebesar 59,94 HOK, faktor produksi pestisida harus ditingkatkan dari sebesar 1,7 liter dalam penggunaan aktualnya menjadi sebesar 2,47 liter. Berdasarkan referensi penelitian terdahulu yang sudah diulas dapat disimpulkan bahwa faktor tenaga kerja adalah faktor penting dalam suatu kegiatan produksi. Produksi garam di Indonesia termasuk unik dan berbeda jika dibandingkan dengan usahatani lainnya. Hal tersebut dikarenakan faktor ketidakpastiannya yang lebih tinggi, karena input yang digunakan banyak mengandalkan cuaca, angin dan kelembaban yang sifatnya sulit untuk diprediksi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purba 2005 juga dapat disimpulkan bahwa dalam menganalisis kelayakan suatu usahatani dengan analisis pendapatan, maka perlu dilakukan identifikasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi komoditi usahatani tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila petani ingin meningkatkan pendapatan dari usahatani, maka petani tersebut perlu mengetahui ukuran input produksi yang efisien agar menghasilkan output produksi yang optimal. III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Analisis Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan Y dengan variabel yang menjelaskan X. Variabel yang dijelaskan berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Melalui fungsi produksi, hubungan antara faktor-faktor produksi dengan tingkat produksi dan hubungan antara faktor- faktor produksi itu sendiri dapat diketahui. Berbagai macam fungsi produksi yang digunakan pada berbagai penelitiaan antara lain : 1. Faktor produksi linear 2. Faktor produksi kuadratika atau fungsi polinominal kuadratika 3. Faktor produksi eksponesial atau fungsi Cobb–Douglas 4. Selain itu,terdapat pula fungsi produksi CES Constant Elastiscity of Substitution, Transcendental, dan Translog. Fungsi produksi yang umum dibahas dan digunakan oleh para peneliti adalah fungsi produksi Cobb-Douglas Soekartawi, 1993. Fungsi produksi Cobb -Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut sebagai variabel dependen Y dan yang lain disebut variabel independen X. Penyelesaian hubungan biasanya dilakukan dengan cara regresi. Secara matematik, persamaan dari fungsi Cobb– Douglas dapat dituliskan sebagai berikut : Y = b . X 1 b1 X 2 b2 . . . X n bn e u Keterangan : Y = hasil produksi X n = nilai faktor produksi ke n b = intersep b n = dugaan slope yang berhubungan dengan variabel X n e = bilangan natural e = 2,782 u = kesalahan residual Logaritma dari persamaan sebelumnya adalah : log Y = log a + b 1 log X 1 +b 2 log X 2 + ... + b n log X n + v Penyelesaian fungsi produksi Cobb–Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier. Oleh karena itu, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: 1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol 2. Tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan 3. Tiap variabel X adalah perfect competition 4. Perbedaan lokasi pada fungsi produksi, seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan u. Menurut Doll dan Frank 1984, model fungsi produksi Cobb Douglas mempunyai beberapa kelebihan, antara lain 1 perhitungan sederhana karena dapat dibuat dalam bentuk linier, 2 hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi pada fungsi ini juga dapat menunjukkan fase pergerakan skala usaha return to scale atas perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi yang berlangsung, 3 pada model ini koefisien pangkatnya sekaligus menunjukkan besarnya elatisitas produksi, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor-faktor produksi, 4 fungsi Cobb-Douglas merupakan fungsi produksi yang paling banyak dipakai dalam penelitian sehingga dapat dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang menggunakan alat analisis yang sama. Pedoman yang digunakan untuk memilih fungsi produksi yang baik diantaranya Soekartawi et al, 1986 : 1. Memiliki dasar yang logik secara fisik maupun ekonomi 2. Mudah dianalisis 3. Mempunyai implikasi ekonomi

3.1.2. Skala Usaha

Elastisitas produksi Ep adalah respon perubahan output sebagai akibat dari perubahan input. Elastisitas ini dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut: Ep= ∆Y∆X . XY = PMPR ∆Y∆X adalah rumus PM Produk Marjinal sehingga besarnya Ep tergantung dari besar kecilnya PM dari suatu input, misalnya input X. Terdapat tiga bentuk sakala usaha return to scale dalam suatu proses produksi, yaitu decreasing return to scale, constant return to scale, dan increasing return to scale. Suatu proses produksi berada pada fase decreasing return to scale apabila proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. Hal ini ditunjukkan dengan elastisitas produksi yang kurang dari satu. Fase constant return to scale ditunjukkan dengan elastisitas sama dengan satu sehingga proporsi penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. Sementara, fase increasing return to scale menjelaskan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Pada fase ini elastisitas produksi lebih besar dari satu. Fungsi produksi terbagi ke dalam tiga daerah produksi yang dibedakan berdasarkan elastisitas dari masing-masing faktor-faktor produksi, yaitu daerah produksi dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu daerah I, daerah produksi dengan elastisitas antara nol dan satu daerah II, dan daerah produksi dengan elastisitas produksi kurang dari nol daerah III. Ketiga daerah produksi tersebut dapat terlihat pada Gambar 1. Daerah produksi I terletak antara titik asal dan X2. Pada daerah ini, PM mencapai titik maksimum, kemudian mengalami penurunan, tetapi PM masih lebih besar dari Produk Rata-rata PR. PM akan bernilai sama dengan PR saat PR maksimum. Elastisitas produksi pada daerah I bernilai lebih dari satu, artinya penambahan faktor produksi secara bersama-sama sebanyak satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum pada daerah ini belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan penambahan faktor produksi yang lebih banyak. Dengan demikian, daerah ini merupakan daerah irrasional irrational region. Daerah produksi II terletak antara X dan X dengan elastisitas produksi antara nol dan satu, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi sebesar antara nol dan satu persen. Daerah ini dikatakan daerah decreasingdiminishing returns karena setiap penambahan faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan jumlah produksi yang peningkatannya semakin lama semakin berkurang. Pada suatu tingkat tertentu, penggunaan input akan mencapai produksi total yang maksimum yaitu pada saat PM sama dengan nol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi di daerah ini sudah optimal, maka dikatakan daerah II merupakan daerah rasional rational region. Daerah III adalah daerah dengan elastisitas produksi lebih kecil dari nol. Pada daerah ini, produksi total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh PM yang bernilai negatif. Dengan demikian, setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan sehingga daerah III ini disebut daerah irrassional irrational region.

3.1.3. Konsep Usahatani

Beberapa definisi mengenai ilmu usahatani sudah banyak dikemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani diantaranya yang dikemukakan oleh Soekartawi 2006, yakni ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki yang dikuasai sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran output yang melebihi pemasukan input. Soekartawi et al. 1986 menambahkan bahwa tujuan usahatani adalah memaksimalkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Soeharjo dan Patong 1973, menyatakan bahwa usahatani adalah kombinasi yang tersusun organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Definisi tersebut menunjukkan bahwa komponen dalam usahatani tersebut terdiri dari alam, tenaga kerja, modal dan manajemen atau pengelolaan organisasi. Alam, tenaga kerja dan modal merupakan unsur usahatani yang mempunyai bentuk, sedangkan pengelolaan tidak, tetapi keberadaannya dalam proses produksi dapat dirasakan. Tingkat produksi dan produksi usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya, yang meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan, dan penyiangan, pemupukan serta penanganan pasca panen. Hernanto 1996 berpendapat bahwa keadaan usahatani yang satu dengan yang lain berbeda dari segi luas, kesuburan, tanaman yang ditanam serta hasilnya. Setiap bagian lahan berbeda kemampuan dan variasinya. Hal ini membuat usahatani yang ada di atasnya juga bervariasi. Oleh karena itu, manusia yang beragam menyebabkan beragam juga putusan yang ditetapkan untuk usahataninya. Secara umum beragamnya usahatani dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial, ekonomi dan politik yang ada di lingkungan usahataninya. Faktor- faktor yang bekerja dalam usahatani adalah faktor alam, tenaga kerja dan modal. Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Dan yang termasuk dalam faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburannya. Faktor alam sekitar yakni iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya. Suratiyah, 2006. Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung dengan musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produksi, dan kualitas produk. Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha bidang lain yang bukan pertanian. Karakteristik tenaga kerja bidang usahatani menurut Tohir 1983 adalah sebagai berikut :