Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

1. Sampel garam krosok dengan Ramsol yang diuji oleh Balai Besar Industri Agro, Badan Litbang Industri, Kementrian Perindustrian 8 Januari 2007 2. Sampel garam halus dengan Ramsol yang diuji oleh Balai Besar Industri Agro, Badan Litbang Industri, Kementrian Perindustrian 19 Februari 2007 3. Sampel garam halus beryodium diuji oleh Balai Besar Industri Agro, Badan Litbang Industri, Kementrian Perindustrian 24 Mei 2010. Sampel dinyatakan memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia SNI untuk produk garam konsumsi beryodium. Kementrian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia telah memberikan penghargaan kepada Hasan Achmad Sujono atas inovasi Ramsol sebagai bahan aditif dalam memproduksi garam yang juga dapat meningkatkan kesehatan dan kecerdasan manusia. Analisis kelayakan usaha terhadap pemberian Ramsol dalam proses produksi garam yang dilakukan secara tradisional, semi intensif, dan back yard menunjukkan bahwa Ramsol dapat meningkatkan produksi dan kualitas garam yang dihasilkan, sehingga menguntungkan dari segi ekonomis. Dengan demikian Ramsol memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil produksi penggaraman nasional serta meningkatkan pendapatan petambak garam.

2.2.2 Tata Cara Pemakaian Zat Aditif

Menurut Prasetyanto 2011 dalam modul pelatihan garam tingkat dasar menyebutkan tata cara pemakaian ramsol pada masing-masing teknik pembuatan garam baik tradisional, semi intensif, dan back yard adalah sebagai berikut : 1. Siapkan ramsol sebanyak 700 gr yang diaduk dengan air 10 liter hingga merata sampai terlihat keruh keabu-abuan. 2. Taburkan ke meja-meja garam sampai habis yang dimulai dari tiap-tiap meja mengikuti arah angin agar tercampur dengan sendirinya homogen.

2.3 Status Petani Berdasarkan Penguasaan Lahan

Soeharjo dan Patong 1973 membedakan status petani dalam usahatani menjadi tiga, yaitu: 1. Petani Pemilik Petani pemilik adalah golongan petambak yang memiliki tanah dan ia pulalah yang secara langsung mengusahakan dan menggarapnya. Semua faktor- faktor produksi baik yang berupa tanah, peralatan dan sarana produksi yang digunakan adalah milik petani sendiri. Dengan demikian, ia bebas dalam menentukan kebijaksanaan usahataninya tanpa perlu dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain. Golongan petani yang agak berbeda statusnya adalah yang mengusahakan tanamannya sendiri dan juga mengusahakan lahan orang lain 2. Petani Penyewa Petani penyewa adalah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri. Besarnya sewa dapat berbentuk produksi fisik atau sejumlah uang yang sudah ditentukan sebelum penggarapan dimulai. Lama kontrak sewa ini tergantung pada perjanjian antara pemilik tanah dengan penyewa. Jangka waktu dapat terjadi satu musim, satu tahun, dua tahun atau jangka waktu yang lebih lama. Dalam sistem sewa, resiko usahatani hanya ditanggung oleh penyewa. Pemilik tanah menerima sewa tanahnya tanpa dipengaruhi oleh resiko usahatani yang mungkin terjadi. 3. Penyakap Penyakap adalah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan sistem bagi hasil. Dalam sistem bagi hasil, resiko usahatani ditanggung bersama oleh pemilik tanah dan penyakap. Besarnya bagi hasil tidak sama untuk setiap daerah. Biasanya bagi hasil ini ditentukan oleh tradisi daerah masing- masing, kelas tanah, kesuburan tanah, banyaknya pemintaan dan penawaran dan peraturan negara yang berlaku. Menurut peraturan pemerintah, besarnya bagi hasil ialah 50 persen untuk pemilik lahan dan 50 persen untuk penyakap setelah dikurangi dengan biaya - biaya produksi yang berbentuk sarana. Disamping kewajiban terhadap usahataninya, dibeberapa daerah terdapat pula tambahan bagi