Batasan Penelitian Analisis Pendapatan Usaha Garam Rakyat Berdasarkan Status Lahan dan Penggunaan Zat Aditif (Studi Kasus: Desa Santing, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu)

menggunakan zat aditif memasukkan zat aditif bubuk yang sudah dicampur air kemudian dimasukkan ke areal lahan peminihan. c. Pembuatan Air Tua Setelah peminihan tertua, yaitu yang letaknya paling rendah terendamair laut maka pengisian meja-meja kristalisasi harus melalui saluran air tua dan sekali-kali tidak boleh mengisinya langsung melalui saluran pembuangan. Pintu-pintu airdari saluran pembuangan segera ditutup. Pengisian meja-meja kristalisasi melalui saluran air tua dapat dilakukan secara kontinyu dan tanpa menggunakan pompa air. Hal tersebut dikarenakan air sudah mengalir secara otomatis melalui lubang- lubang di setiap pinggiran meja kristalisasi. 2. Pengolahan Air dan Tanah Proses ini diawali dengan pemadalatan lahan peminihan gulukroll lalu diakhiri dengan pengeringan. 3. Pengeluaran Air Tua Setelah meja mengalami proses pemadatan, maka air tua dimasukkan lagi kedalam meja kristalisasi. 4. Proses Kristalisasi Air di meja kristalisasi berubah menjadi mengering lalu mengkristal. Proses kristalisasi berlangsung selama kurang lebih 3 – 5 hari. 5. Proses PemungutanPengerikan Proses ini dilakuakan setelah 3 – 5 hari air mengalami kristalisasi pada meja garam meja kristalisasi. Pengambilan garam dengan cara dikerik dengan menggunakan alat kerikansorkot kayu. Pengerikan dilakukan dengan cara menarik mengais dari tengah ke tepi meja, membentuk lenceran sejajar dengan galengan meja yang membujur ke arah penjemuran dalam jarak 1 m dari tepi galengan meja. Garam hasil pungutan di timbun di penjemurang yang terletak sejajar dengan meja terendah. Pungutan darurat dilakukan bila musim produksi tidak mungkin diteruskan, misalnya kondisi cuaca hujan terus menerus. 6. Proses Pencucian Proses pencucian bertujuan untuk meningkatkan kandungan NaCl dan mengurangi unsur Mg, Ca, SO 4 dan kotoran lainnya. Semakin bersih air pencucian garam dari kotoran, maka akan menghasilkan garam cucian yang lebih baik. Ai yang digunakan pada saat pencucian harus memenuhi syarat : Air garam dengan kepekatan 20 - 24ºBe dan kandungan Mg ≤ 10grliter Wahyuni, 2007. Apabila sudah melakukan pencucian, garam dijemur untuk beberapa saat hingga mengering tidak basah. 7. Proses Pengarungan Pengarungan dilakukan apabila garam sudah mengering. Mayoritas petambak garam memperoleh bantuan hibah berupa karung dari pemerintah setempat. Ada juga beberapa petambak yang memperoleh karung dari tengkulak, karena sudah sepaket dengan harga jual garam yang sudah ditentukan oleh tengkulak. 8. Proses Pengangkutan Proses ini merupakan pengangkutan garam dari gubuk petambakareal penggaraman petambak ke gudang atau ke lokasi tengkulak berada yang sudah ditentukan sebelumnya. Pada umumnya, petambak dikenakan biaya ongkos kirim gratis oleh tengkulak. Hal tersebut yang diduga menyebabkan harga jual garam petambak dibawah standar HPP Harga Pokok Produksi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Penggunaan zat aditif sudah dilakukan sejak tahun 2009 oleh sebagian petambak garam rakyat di Desa Santing, namun pada tahun 2010 tidak dilanjutkan penggunaan zat aditif dikarenakan gagal panen akibat cuaca yang tak menentu. Kemudian pada tahun 2011 penggunaan zat aditif mulai bisa efektif dilakukan secara berkala oleh beberapa petambak di Desa Santing. Pada tahun 2011 usaha tani garam di Desa Santing berlangsung pada bulan Juli sampai November. Usaha tambak merupakan usaha yang sifatnya musiman, dimana hanya bisa berlangsung pada musim kemarau. Apabila kondisi alam mendukung untuk memulai produksi garam, maka para petambak mulai mempersiapkan lahan penggaraman. Persiapan tersebut dengan membersihkan lahan, membuat galengan dan saluran. Lamanya waktu persiapan lahan penggaraman adalah selama kurang lebih dua minggu. Pada umumnya mereka memulai hal tersebut pada Bulan Juli, sehingga Bulan Agustus panen raya garam sudah dimulai. Panen raya merupakan hal yang sangat ditunggu oleh para petambak, dimana mereka bisa mendapakan penghasilan. Namun panen raya hanya akan membuat harga garam mereka menurun. Sebelum masa panen raya, harga garam mencapai Rp400 – Rp700 per kg. Ketika panen raya tiba, maka harga menurun drastis menjadi Rp250 – Rp350. Harga tersebut nantinya bergantung dari kemana petambak akan menjual atau bagaimana kualitas garam yang dihasilkan. Sebagian besar petambak disana menjual ke berbagai macam makelar. Jenis penguasaan lahan di Desa Santing terbagi menjadi empat, yaitu milik lahan sendiri, sewa, bagi hasil, dan lelang. Biaya yang dikeluarkan pemilik lahan sendiri adalah berupa pajak yang dibayarkan sebesar Rp50.000,- per tahunnya. Petambak dengan lahan sewa mengeluarkan biaya untuk lahan sebesar Rp1.500.000,- yang dibayarkan kepada pemilik lahan. Petambak dengan lahan bagi hasil tidak mengeluarkan biaya untuk lahan, namun ia harus membagi 13 bagian garam yang dihasilkan untuk pemilik lahan, sedangkan petambak dengan lahan lelang membayar sejumlah Rp350.000,- sampai dengan Rp450.000,- per musim kepada aparat Kuwu Desa Santing. Besaran biaya tersebut bergantung dari hasil tawar menawar sebelum musim garam tiba. Tenaga kerja yang digunakan pada musim produksi hampir sebagian besar tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja tersebut terdiri dari anak, adik, cucu, sepupu dan istri. Sedangkan pada masa persiapan lahan, petambak banyak menggunakan jasa tenaga luar keluarga untuk mengerjakannya.Berdasarkan hasil wawancara dan olah data mengenai argumentasi dari responden mengenai dampak yang dirasakan setelah menggunakan zat aditif, diantaranya :

5.2.1. Pendapat Petambak Garam Terhadap Produksi Garam

Hasil pengolahan data responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden 64,52 persen setuju bahwa terjadi peningkatan produksi setelah menggunakan zat aditif pada proses produksi. Sementara 17, 74 persen menyatakan sangat setuju, 12,90 persen menyatakan netral dan 4,84 persen