Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan segala usaha yang dilaksanakan dengan sadar dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Pendidikan akan merangsang kreatifitas seseorang agar sanggup menghadapi tantangan-tantangan alam, masyarakat, teknologi serta kehidupan yang semakin kompleks. 1 Kreatifitas memiliki aspek-aspek kelancaran, fleksibilitas, originalitas, elaborasi dan sensitivitas yang dapat dikembangkan guru melalui metode-metode pembelajaran. Pendidikan yang selama ini berlangsung adalah pendidikan yang verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran. Pengamatan terhadap praktik pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi dari seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa. Bagaimana keterkaitan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat perhatian. Pendidikan seakan terlepas dari kehidupan keseharian, seakan-akan pendidikan untuk pendidikan atau pendidikan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari. Phenix dalam Sutarno menyatakan bahwa pada umumnya pendidik menyajikan unit-unit pelajaran tanpa menunjukkan hubungannya dengan konteks yang lebih luas sehingga siswanya tidak mengetahui apakah bertambahnya pengetahuan dan sikapnya itu dapat memberikan sumbangan terhadap pandangan hidupnya secara keseluruhan. 2 1 Nunuk Suryani, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia VCD Terhadap Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah”,dari http:pasca.uns.ac.id , Juli 2008. 2 Sutarno, Strategi Kebudayaan Sebagai Pendidikan Nilai dan Makna Eksistensinya dalam Pembangunan, dalam Pendidikan Nilai, No. 1 Tahun II, Nopember 1996, h. 10. Berdasarkan sumber yang berasal dari The Third international Mathematics and Science Study Repeat, untuk kemampuan siswa bidang IPA, Indonesia menempati urutan 32 dari 38 negara. Hal ini tidak terlepas dari proses pendidikan yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar di kelas. Kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh kerjasama antara guru dan siswa agar siswa dapat menyerap materi pelajaran dengan optimal. Untuk itu diperlukan kreatifitas dan gagasan baru untuk mengembangkan cara penyajian materi pelajaran di sekolah. Kreatifitas yang dimaksud adalah kemampuan seorang guru dalam memilih model pendekatan, strategi dan media yang tepat dalam penyajian materi serta cara penguasaan kelas yang sesuai dengan kondisi siswa. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sampai saat ini masih banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam penyajian materi. Pendekatan tradisional berpijak pada pandangan behaviorisme objektifitas, dimana behaviorisme berakar dari filsafat positifisme yang percaya bahwa segala sesuatu yang bisa diamati atau ditangkap panca indera sebagai kebenaran yang sebenarnya. Sesuatu dianggap ada jika bisa diamati dan dirasakan. 3 Sebagian besar guru-guru sains masih menggunakan pengajaran yang berpusat pada guru dengan sedikit sekali melibatkan siswa sehingga aktivitas pembelajaran didominasi oleh guru. Guru menganggap siswanya sebagai botol kosong yang perlu diisi penuh oleh guru dengan berbagai ilmu pengetahuan. Siswa hanya menjadi pendengar yang pasif tanpa melakukan aktivitas pembelajaran apa-apa. Mereka hanya bertanggung jawab mengeluarkan semua berbagai ilmu yang dipelajari hanya ketika mengerjakan soal atau ujian. Dampak dari pembelajaran yang berpusat pada guru adalah banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. 3 Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan Pendekatan Kontekstual Dengan Setting Kooperatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3 Takalar” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah , Jakarta, 31 Mei 2007, h. 87. Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakandimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak atau hanya dengan metode ceramah. Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja. 4 Dari sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif semata, siswa akan cenderung mengetahui banyak hal tetapi kurang memiliki sistem nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang diketahui. Ketidakseimbangan perkembangan intelektual dengan kematangan kepribadian yang dialami anak didik seperti pada gilirannya akan membentuk anak sebagai sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar dan cukup rentan terhadap distorsi nilai. Dampak selanjutnya anak akan mudah tergelincir dalam praktik pelanggaran moral karena sistem nilai yang seharusnya menjadi standar dan patokan berperilaku sehari-hari masih rapuh. 5 Maka dari itu perlu dikembangkan startegi pembelajaran yang membangun kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan secara utuh, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan hidup sosial, kecakapan berpikir kritis, kecakapan melakukan penyelidikan untuk memecahkan masalah kecakapan akademik dan kecakapan vokasional. Kompetensi kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan dapat dicapai jika pembelajaran yang diterapkan membawa siswa untuk belajar sesuai dengan pengalaman nyata dan dalam konteks dunia nyata. Siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil 4 Departemen Pendidikan Nasional, ”Pembelajaran Berbasis Kontekstual 1”, dari www. httpktsp.diknas.go.iddownloadktsp_smp16.ppt. Juli 2008. 5 Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, Bengkulu: Pustaka Pelajar,2008,Cet.1, hal. XIX. dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. 6 Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMAMA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ilmu kimia merupakan produk pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum temuan saintis dan proses kerja ilmiah. Oleh sebab itu, dalam penilaian dan pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. 7 Mengajarkan ilmu kimia sebagai produk dan proses pada siswa tidaklah mudah. Seorang guru kimia perlu mengembangkan keterampilan dasar mengajar kimia untuk dapat menyampaikan kimia sebagai produk dan proses. Keterampilan dasar guru kimia seperti dengan menerapakan pembelajaran kontrukstivisme dan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontetekstual atau Contextual Teaching and Learning CTL adalah konsep belajar yang yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. 8 Pada proses pembelajaran kontekstual yang lebih dipentingkan adalah siswa bekerja dan mengalami daripada hasil belajar, sedangkan guru sebagai fasilitator pembelajaran. 6 Suryani, “Pengaruh... 7 BSNP, ”Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, h. 459. 8 Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Jakarta:Bumi Aksara,2007,Cet.II, h.41. Tujuan dari pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari konteks pribadi, sosial dan kultural, sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan ditransfer dari satu permasalahankonteks ke permasalahankonteks lainnya. 9 Pada pembelajaran kontekstual, siswa dapat mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan fenomena di kehidupan nyata sehingga siswa belajar lebih bermakna, bukan belajar dengan menghafal tetapi belajar dengan melihat fenomena dalam kehidupan sehari-hari, menilai dan mengetahui teori dari fenomena tersebut. 10 Hal tersebut dapat menimbulkan kesadaran dalam diri siswa tentang fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung dengan penganalogian dari setiap bahan ajar. Dalam hal ini pemberian informasi dan analogi tentang kandungan nilai-nilai suatu bahan ajar, dengan sistem nilai dan moral yang berlaku dalam masyarakat dapat mengubah sikap seseorang. Sikap merupakan hasil belajar afektif siswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. 11 Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Ciri- ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku seperti : perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormat kepada guru dan sebagainya. Namun yang terpenting, dalam penerapan pendidikan siswa bukan hanya dituntut untuk memahami pengetahuan materi pelajaran tertentu 9 Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif” dari http:adifia.files.wordpress.com200705model-pembelajaran-yg-efektif.doc . Juli 2008 10 Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan..., h. 93. 11 Departemen Pendidikan Nasional, ”Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif” dari www.dikmenun.go.id. melainkan siswa dapat menerapkan dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan sikap seseorang tidak hanya cukup diukur dari seberapa jauh siswa menguasai hal yang bersifat kognitif saja. Justru yang lebih terpenting adalah seberapa jauh pengetahuan tersebut tertanam dalam jiwa dan seberapa nilai-nilai itu terwujud dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu, setiap mata pelajaran seyogianya tidak hanya mengandung substansi pelajaran yang bersifat kognitif, namun dibalik hal-hal yang bersifat kognitif terdapat sejumlah nilai dasar yang harus diketahui oleh siswa. 12 Dalam rangka memberikan perbaikan bagi pembelajaran sains, khususnya pada mata pelajaran kimia yang melibatkan siswa secara aktif dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta menanamkan nilai- nilai melalui konsep-konsep kimia karena baik nilai maupun konsep kimia dituntut harus dikuasai sekaligus secara seimbang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini digunakan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yang menyisipkan nilai-nilai diharapkan dapat mengungkap aspek afektif siswa . Pada penelitian ini dipilih pelajaran kimia pada pokok bahasan sistem kesetimbangan. Pokok bahasan ini dianggap sesuai bila diajarkan dengan pembelajaran kontekstual bernuansa nilai melalui kegiatan praktikum dan menggunakan media pembelajaran sehingga bersifat konkret yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk meneliti permasalahan yang akan dituangkan kedalam penulisan yang berjudul: “PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA ”. 12 Lubis, ”Evaluasi... , h.XXI

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar kimia siswa pada pembelajaran kontkstual dan pembelajaran quantum: studi kasus pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMAN I Ciputat

1 3 88

Pengaruh Penggunaan Multimedia Interaktif Berbasis Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI Pada Konsep Fluida Dinamis

14 174 262

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TAI DENGAN SEM BERFASILITASI LKS TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA KELAS XI SMAN 1 PEKALONGAN

0 86 266

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui pendekatan kontekstual pada pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas IV di SDN Neglasari 02

1 13 149

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN QUIZ TEAM TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR Pengaruh Strategi Pembelajaran Quiz Team Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Gaya Belajar Kinestetik Kelas XI Semester Genap Di SMAN 1 Ngemp

0 4 17

PENGARUH PEMBELAJARAN MIND MAP TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X DI SMAN KEBAKKRAMAT Pengaruh Pembelajaran Mind Map Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X Di SMAN Kebakkramat Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016.

0 2 15

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK FLUIDA DINAMIS SEMESTER GENAP KELAS XI SMA NEGERI 9 MEDAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 1 16

PENGEMBANGAN SHINING CHEMISTRY BOOK DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MATERI KIMIA SMA/MA KELAS X SEMESTER GENAP.

0 0 2

PENGEMBANGAN SHINING CHEMISTRY BOOK BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MATERI KIMIA SMA/MA KELAS XI SEMESTER GENAP.

0 0 2

Soal UTS Kimia Kelas X XI Semester 2 (Genap) - Kumpulin Soal uts 2 kimia xi

2 15 3