19
memang muncul dengan gejala yang muncul sebelum usia tiga tahun dan bukan disebabkan oleh gangguan rett dan gangguan disintegratif
masa kanak-kanak. Ditegakkannya diagnosis autistik pada anak melatarbelakangi keberadaan anak di Sekolah Khusus Autis Bina
Anggita Yogyakarta. Kesalahan diagnosis terhadap gangguan autistik masih sering terjadi. Hal ini dikarenakan gangguan autistik seringkali
disertai dengan beberapa kondisi penyerta seperti hiperaktivitas, epilepsi, dan ketunagrahitaan. Selain itu, karakteristik dari anak autis itu
memiliki variasi yang sangat tinggi. Setiap anak autis memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri yang membedakannya dengan anak
autis lain. Kondisi tersebut pada akhirnya berimplikasi terhadap sulitnya melakukan klasifikasi pada gangguan autistik itu sendiri.
3. Karakteristik Anak Autis`
Anak-anak autis tidak atau belum dapat berkomunikasi dengan intensif karena kognitif yang masih kurang, namun juga dapat
berkomunikasi akan tetapi mengarah ke bahasa non verbal seperti bahasa tubuh dengan teriak, menangis dsb. Keinginan anak autisme untuk
berkomunikasi dengan orang lain, bilamana anak memiliki sebuah keinginan. Jika kita memperhatikan kemampuan bicara anak autis, maka
sebagian anak tidak memilikinya. Sementara itu, yang lainnya hanya dapat mengeluarkan suara gema dan tidak jelas dari tenggorokan mereka
Maulana, 14 : 2007.
20
Secara lebih rinci Prasetyono D.S. 2008: 59 menjelaskan mengenai karakteristik pada tiga aspek utama dalam gangguan perkembangan anak
dengan hambatan autisme yaitu komunikasi, interaksi sosial dan perilaku, sebagai berikut:
a. Komunikasi
Anak autis menunjukkan kualitas komunikasi yang tidak normal, dengan ciri-ciri berikut ini:
1 Perkembangan bicaranya terlambat atau sama sekali tidak
berkembang. 2
Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk mengatasi kekurangan dalam kemampuan
bicara. 3
Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan dua arah yang baik.
4 Bahasa tidak lazim yang diulang-ulang atau steorotip.
5 Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif dan biasanya
permainannya kurang variatif. b.
Interaksi Sosial Adanya gangguan dalam kualitas interaksi sosial dan ditandai
dengan hal-hal berikut ini: 1
Kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan ekspresi facial, postur dan gerak tubuh untuk berinteraksi secara layak.
2 Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman
sebaya, di mana mereka bisa berbagi, aktivitas dan interes bersama.
3 Ketidakmampuan untuk berempati dan membaca emosi orang
lain. 4
Ketidakmampuan secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu secara bersama-sama.
c. Perilaku
Aktivitas, perilaku serta interesnya sangat terbatas, diulang-ulang dan steorotip. Hal ini ditunjukkan dengan ciri-ciri berikut ini:
1 Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola
perilaku yang tidak normal. 2
Adanya suatu kelekatan pada suatu rutinitas atau ritual yang tidak berguna.
3 Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang,
misalnya mengepak-ngepakkan lengan, menggerak-gerakkan jari dengan cara tertentu dan mengetok-ngetokkan sesuatu.
4 Adanya preokupasi dengan bagian benda atau mainan tertentu
yang tidak berguna, seperti roda sepeda yang diputar-putar, benda dengan bentuk dan rabaan tertentu yang terus diraba, dan
suara-suara tertentu.
21
5 Menunjukkan emosi yang tidak wajar, tempramen tantrum
mengamuk dengan tidak terkendali, tertawa dan menangis tanpa sebab, dan rasa takut yang tidak wajar.
6 Gangguan sensoris, seperti adanya kebutuhan untuk mencium-
cium atau menggigit-gigit benda, serta tidak suka dipeluk atau dielus.
Secara umum, anak autis memiliki pola perilaku yang tidak wajar yang dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu perilaku yang berlebihan
dan perilaku yang berkekurangan. Menurut Prasetyono D.S. 2008: 26 “umumnya, perilaku yang berkekurangan adalah gangguan bicara”.
Kondisi ini terjadi pada anak yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Anak mengalami gangguan bicara yaitu suara terputus-putus atau
terengah-engah artikulasi serta mengalami kesulitan dalam melakukan percakapan sederhana dan menjelaskan suatu situasi. Hal ini didukung
oleh Tin Suharmini 2009: 73 yang menyatakan bahwa “kurang lebih 50
anak-anak autis ini mengalami hambatan dalam berbahasa dan berbicara”.
Anak autis memiliki IQ yang bervariasi. Ada anak autis yang memiliki IQ normal, di atas rata-rata anak normal dan di bawah rata-rata
anak normal. Menurut Mourice dan Siegel dalam Yuwono, 2012 : 23, fakta ditemukan bahwa 70-80 anak autistik itu memiliki tingkatan
Mental Retardation. Kebanyakan masuk dalam kategori mild hingga moderate mental retardasi yang ada, meskipun hanya sedikit saja yang
masuk sebagai mental retardasi kategori berat. Hal ini mempengaruhi kemampuan intelegensi anak yaitu normal
sampai di atas rata-rata, dan terlihat berkemampuan tinggi. Kebanyakan dari mereka cakap dalam memperdalam ilmu pengetahuan dan sangat
22
menguasai subyek yang mereka sukai pernah pelajari. Namun, mereka lemah dalam hal pengertian dan pemikiran abstrak, juga dalam
pengenalan sosial. Sebagai akibatnya, mereka mengalami kesulitan akademis, khususnya dalam kemampuan membaca dan mengerti apa
yang dibaca, menyelesaikan masalah, kecakapan berorganisasi, pengembangan konsep, membuat kesimpulan dan menilai. Ditambah
pula, mereka sering kesulitan untuk bersikap lebih fleksibel. Pemikiran mereka cenderung lebih kaku. Mereka juga sering kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan perubahan, atau menerima kegagalan yang dialaminya, serta tidak siap belajar dari kesalahan-kesalahanya Attwood,
1998 : 17. Anak autis memiliki indera yang sama seperti anak pada umumnya.
Namun terkadang dalam gerakan motoriknya anak ada yang cenderung hipoaktif maupun hiperaktif.
Hal ini terjadi, karena adanya gangguan kerusakan pada sistem saraf otaknya, sehingga rangsangan stimulus
yang diberikan lingkungan berjalan salah sehingga respon anak kadang tidak sesuai. Sebagian anak autis sangat peka terhadap stimulus yang ada
misalnya suara. Anak autis sebenarnya bukan mengalami gangguan mental, akan tetapi anak tersebut hidup di dalam dunianya sendiri
sehingga orang di sekitarnya yang belum tau tentang autis akan mengira bahwa anak tersebut mengalami gangguan mental. Anak acuh terhadap
lingkungan di sekelilingnya dan sering melakukan gerakan-gerakan aneh tidak biasa seperti handflapping, stereotip, ,meloncat-loncat sendiri,