Hutan mangrove Riparian Ekosistem Hutan

S TRATEGI DAN R ENCANA A KSI K EANEKARAGAMAN H AYATI P ROVINSI S UMATERA S ELATAN | 32 Berdasarkan persamaan di atas dapat diduga perubahan kandungan TSS, sehingga diketahui statusnya bila dibandingkan dengan regulasi yang mengaturmenentukan baku mutu air laut. Gambar 3.11 menunjukkan perubahan kualitas perairan pantai Provinsi Sumatera Selatan. Nilai kandungan TSS tahun 2010 dan 2015 berkisar dari 10 – 250 ppm. Trend dari tahun 2010 ke 2015 menunjukkan secara umum kondisi semakin memburuk, walaupun di beberapa lokasi menunjukkan perbaikan. Bila dibandingkan dengan ambang batas konsentrasi TSS menurut Kepmen Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut, ambang batas nilai TSS adalah 80 ppm atau 80 mgliter, maka dapat dikatakan bahwa kondisi perairan provinsi Sumatra Selatan dalam kondisi terganggu Gambar 3.12 a dan b. Gambar 3.12 Sebaran TSS, a Tahun 2010, b Tahun 2015 Kondisi kualitas air di pesisir tidak lepas dari kondisi lahan di terestrial. Dari analisis kekritisan lahan, diketahui bahwa lebih dari 44 lahan di provinsi ini dalam kondisi kritis dan sangat kritis dan hanya 11 dalam kondisi baik Tabel 3.1. Lahan kritis cenderung akan menyebabkan tingkat erosi yang lebih tinggi, terlebih bila curah hujan yang tinggi dan terletak pada slope yang curam, seperti di daerah pegunungan Bukit Barisan Selatan, di bagian barat Provinsi Sumatera Selatan Gambar 3.13. Tabel 3.1 Rincian lahan kritis di Provinsi Sumatera Selatan No. Tingkat Kekritisan Luas Ha 1 Tidak Kritis 973.300,36 11,10 2 Potensial Kritis 1.847.000,34 21,06 3 Agak Kritis 2.038.905,18 23,25 4 Kritis 3.690.341,18 42,08 5 Sangat Kritis 221.029,66 2,52 6 Total 8.770.576,719 S TRATEGI DAN R ENCANA A KSI K EANEKARAGAMAN H AYATI P ROVINSI S UMATERA S ELATAN | 33 Gambar 3.13 Sebaran Lahan Kritis di Provinsi Sumatera Selatan S TRATEGI DAN R ENCANA A KSI K EANEKARAGAMAN H AYATI P ROVINSI S UMATERA S ELATAN | 34 4 S TATUS K EANEKARAGAMAN H AYATI Dokumen Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan IBSAP 2015-2020 mengelompokkan tipe-tipe ekosistem di Indonesia menjadi 2 berdasarkan cara terbentuknya, yaitu ekosistem alami dan ekosistem buatan. Ekosistem alami terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu 1 ekosistem marin air masin, 2 ekosistem limnik perairan tawar, terdiri dari ekosistem sungai dan danau, 3 ekosistem semi terestrial, terdiri dari ekosistem mangrove dan ekosistem riparian, 4 ekosistem terestrial darat, terdiri dari ekosistem hutan pamah hutan pantai, hutan dipterocarpa, hutan kerangas, hutan rawa, hutan rawa gambut, endokarst-eksokarst, dan savana dan ekosistem pegunungan hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan atas, hutan sub alpin, dan nivalsalju. Sedangkan ekosistem buatan terdiri dari persawahan, kebun campuran, tegalan, pekarangan, kolam, dan tambak. Provinsi Sumatera Selatan memiliki hampir seluruh tipe ekosistem yang terdaftar dalam IBSAP, kecuali ekosistem padang lamun, hutan kerangas, savanna, hutan sub alpine, dan nival. Ada tambahan dua tipe ekosistem buatan yang diidentifikasi selain yang telah terdaftar di dalam IBSAP, yaitu ekosistem Hutan Tanaman Industri HTI dan ekosistem perkebunan. Tipe ekosistem yang dapat ditemukan di Provinsi Sumatera Selatan secara lengkap sebagai berikut: Ekosistem Alami Ekosistem Buatan 1 Ekosistem Marin 1 Perairan Tawar a Perairan laut a DAM b Terumbu karang 2 Hutan Tanaman Industri 2 Ekosistem Perairan Tawar 3 Perkebunan teh, kopi, kelapa sawit, kelapa, karet, tebu a Ekosistem sungai dan riparian b Ekosistem danau 4 Persawahan 3 Ekosistem Semi Terestrial 5 Kebun campuran a Ekosistem Mangrove 6 Tegalan 4 Ekosistem Terestrial 7 Pekarangan a Ekosistem Dataran Rendah Pamah 8 Kolam o Hutan pantai 9 Tambak udang, bandeng o Hutan dipterokarpa o Rawa lebak o Rawa pasang surut o Rawa gambut b Ekosistem Pegunungan o Hutan pegunungan bawah o Hutan pegunungan atas c Ekosistem Karst Namun demikian, dalam proses penyusunan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Provinsi Sumatera SelatanSeHati Sumsel 2017-2020 ini, beberapa informasi terkait ekosistem tertentu belum dapat dikumpulkan dan akan menjadi salah satu rencana aksi yang dilakukan untuk melengkapi informasi ekosistem dan keanekaragaman hayatinya, yaitu: ekosistem marin perairan laut dan terumbu karang,