S
TRATEGI DAN
R
ENCANA
A
KSI
K
EANEKARAGAMAN
H
AYATI
P
ROVINSI
S
UMATERA
S
ELATAN
| 18 Pada sektor perdagangan tahun 2015, sebagian besar ekspor dari Provinsi Sumatera
Selatan terdiri atas produk-produk karet dan barang-barang dari karet dengan nilai 1.423.766.283,77 dolar AS, dan bahan bakar minyak dan bahan bakar lainnya dengan nilai
590.263.960,15 dolar AS, atau masing-masing 58,29 dan 24,16 dari nilai total ekspor. Sekitar 17,55 sisanya berasal dari produk lemak dan minyak hewannabati, kayu dan
barang dari kayu, buah-buahan, bahan kimia anorganik, pupuk, ampassisa industri makanan, ikan dan udang, dan komoditas lainnya BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016.
Tiga negara tujuan utama ekspor Provinsi Sumatera Selatan adalah Malaysia, Amerika Serikat dan Tiongkok dengan nilai ekspor masing-masing 508.578.152,10 dolar AS,
423.731.177,16 dolar AS dan 226.314.014,87 dolar AS. Sementara lima negara asal utama barang impor adalah Tiongkok 661.339.336 dolar AS, Malaysia 135.419.813 dolar AS,
Finlandia 127.557.366 dolar AS, Swedia 77.604.661 dolar AS dan Amerika Serikat 68.479.702 dolar AS BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016.
Sektor pariwisata Sumatera Selatan pada tahun 2014 berhasil menarik wisatawan sebanyak 3.438.750 wisatawan 32.365 wisatawan asing dan 3.406.385 wisatawan domestik atau
meningkat sebesar 5,03 dari tahun 2013. Jumlah hotel berbintang sebanyak 101 unit dengan jumlah kamar sebanyak 4.119 kamar dan tenaga kerja sebanyak 4,207 orang BPS
Provinsi Sumatera Selatan, 2015.
2.5 Kondisi Budaya
Pada pengelolaan sumberdaya alam dan pemerintahan di Sumatera Selatan banyak dipengaruhi oleh sistem kerajaan. Hal ini ditunjukkan adanya peraturan yang mengatur tata
kehidupan masyarakat berupa Undang-undang Simbur Cahaya UUSC. Keberadaannya sangat penting dalam mengatur seluruh sendi kehidupan masyarakat penduduknya. Dengan
demikian, undang-undang ini menjadi semakin tak terpisahkan dari kelangsungan masyarakat Palembang khususnya sampai dihapuskannya semua sistem hukum adat di
Indonesia.
Undang-Undang Simbur Cahaya disingkat UUSC adalah undang-undang yang mengatur hubungan antarwarga di daerah uluan Palembang Farida dan Hasan, 2012 yang berisi
seperangkat aturan-aturan dan norma yang mengatur tentang sistem peradatan, ekonomi, pemerintahan Syawaludin 2015 dan pendidikan etika atau moral Yusdani, 2004 yang
berlaku di Sumatera Selatan. UUSC muncul sejak decade kedua abad XVII yaitu pada masa Palembang masih berbentuk kerajaan, tepatnya pada masa pemerintahan Sido Ing
Kenayan 1629-1636 Farida dan Hasan, 2012 yang merupakan karya Ratu Sinuhun yang merupakan istri dari Pangeran Kenayan Yusdani, 2004. UUSC terdiri dari enam bab 188
pasal, yaitu bab I tentang Aturan Bujang Gadis Kawin 32 pasal, Bab II memuat Aturan
S
TRATEGI DAN
R
ENCANA
A
KSI
K
EANEKARAGAMAN
H
AYATI
P
ROVINSI
S
UMATERA
S
ELATAN
| 19 Marga 29 pasal, Bab III berisi Aturan Dusun dan Berladang 34 pasal, Bab IV tentang
Aturan Kaum 19 pasal, dan Bab V tentang Adat Perhukuman 58 pasal, serta Bab VI tentang Aturan Bahagi Uang Denda 6 pasal Farida dan Hasan, 2012. Pada sistem
pengelolaan lahan khususnya untuk pengelolaan wilayah dusun dan ladang, terdapat pada bab III pasal 5, 7, 8, 52, 53, 54 dan 55.
Pasal 5: tiap tiap dusun diatur kemit dusun dari 2 sampai 8 orang atas kepatutan
perintah pesirah dan proatin penggawa dan kemit dusun bergilir bagaimana mufakat di dusun dan pekerjaan kemit dusun siang hari dan malam jaga didusun, tunggu gardu
atau balai dan berkeliling jaga api dan pencuri serta pelihara laman dan pangkalan dan gardu dan balai.
Pasal 7: Siapa-
siapa yang tidak turun waktu sampai gilirannya kemit dusun “putus gawe” kena hukuman dimuka rapat marga.
Pasal 8: Jika punya rumah ditunuh orang jahat atau pencuri masuk dusun tanpa
sepengetahuaan kemit, itu kemit di pancing dari 1 sampai 3 bulan lamanya oleh yang berkuasa.
Pasal 52: Barang siapa membuka kebun atau ladang dengan tidak seizin dari pesirah
atau proatinnya, maka ia dihukum denda sampai 6 ringgit serta kebun atau ladangnya tersebut tidak boleh di lajukan. Kalau pelanggaran ini terjadi di hutan pedusunan tempat
orang mengambil ramun, maka ia di hukum denda sampai dengan 12 ringgit.
Pasal 53: Jika orang membuka ladang atau kebun hendaklah sekurang-sekurangnya 7
depa dari jalan besar, siapa yang melanggar di hukum denda sampai 6 ringgit serta bagian dari ladang atau kebunnya yang masuk ukuran depa ini, tidak boleh di lajukan .
Pasal 54: Barang siapa akan membakar ladang, hendaklah waktunya ia beritahu lebih
dahulu pada proatinnya serta pukul canang sekeliling kampung, maka siapa melanggar dihukum denda sampai 12 ringgit, serta harus mengganti harga tanduran yang mutung.
Jika Kekasannya sudah dibuat lebar 7 depa dan telah diterima orang yang punya kebun, maka itu kebun angus juga tidak lagi ia kena akan denda dan ganti kerugian
Pasal 55: Jika membakar ladang lantas api melompat ke hutan lantaran kurang jaga,
maka yang salah dihukum sampai 12 ringgit. Selain itu terdapat beberapa sistem pengelolaan sumberdaya alam khususnya pada proses
pembukaan lahan untuk dijadikan lahan perkebunan dan perladangan. Sistem ini merupakan hasil dari pergerseranpenyimpangan adat dan budaya dari UUSC.
Penyimpangan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor kondisi alam dan sosial kemasyarakatan seperti kondisi status kepemilikan lahan, meningkatnya jumlah populasi,
S
TRATEGI DAN
R
ENCANA
A
KSI
K
EANEKARAGAMAN
H
AYATI
P
ROVINSI
S
UMATERA
S
ELATAN
| 20 pola pendidikan, penegakan hukum adat, dll. Beberapa polasistem dalam proses
pengelolaan sumberdaya alam saat ini diantaranya:
Sistem penanaman padi tradisional di areal rawa yang biasa disebut dengan Sonor
Box 1.
Pembukaan lahan untuk penanaman karet dengan sistem pembakaran yang terkendali. Pada proses ini terdapat beberapa kearifan lokal yang diterapkan diantaranya: Nebas
dan Nebang merupakan salah satu tahap dalam membuka lahan karet berupa kegiatan pembersihan lahan dengan menebang pohon-pohon dan semak belukar dan
mengeringkannya sehingga cepat habis pada saat di bakar. Ngekas berupa kegiatan pembuatan ilaran apisekat bakar di sekeliling lahan yang akan dibukadibakar dengan
lebar yang cukup aman, rata-rata dengan lebar minimal 2 meter. Selanjutnya mulai
nunu atau membakar dan menjaga selama pembakaran agar api tidak menjalar keluar tidak terkendali dilakukan oleh pemilik kebun, anggota keluarga dan pemilik kebun
tetangga. Kemudian dilanjutkan dengan munduk atau membakar sisa-sisa potongan kayu yang belum terbakar. Setelah lahan bersih, kegiatan selanjutnya adalah nugal
yakni membuat lubang tanam dan menaburkan benih padi tanaman palawija lainnya secara gotong royong antar anggota keluarga tanpa imbalan upah, pemilik kebun hanya
perlu menjamu makan siang yang dimasak secara bersama-sama Setijono, 2004.
Sehingga dari uraian tersebut dapat disimpulkan beberapa poin mengenai sistem pengelolaan lahan masyarakat Sumatera Selatan yaitu sistem berkelompok, adanya sistem
perizinan Kriyo, pola pembakaran lahan secara bertahap, adanya sistem kontrol kemit, dilakukan secara berpindah, penanaman benih merata sonor dan dilakukan dengan
pembatas-pembatas tertentu.