S
TRATEGI DAN
R
ENCANA
A
KSI
K
EANEKARAGAMAN
H
AYATI
P
ROVINSI
S
UMATERA
S
ELATAN
| 58 Shorea palembanica, meranti kalup Shorea ovalis Korth. Blume, mersawa Anisoptera
marginata Korth.. Kelompok Dipterocarpaceae merupakan jenis kayu yang memiliki kualitas baik untuk bahan bangunan, sehingga keberadaan kelompok ini sudah sulit dijumpai di
beberapa daerah.
Gambar 4.11 Sampel herbarium Tembalun Parashorea malaanon Merr dari TNKS Bioclime, 2016
4.1.3.3 Ekosistem rawa
Ekosistem rawa merupakan ekosistem yang memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem lainnya, terutama disebabkan oleh kondisi habitat, sifat dan asal air
genangannya. Lahan rawa merupakan lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan perairan, selalu tergenang sepanjang tahun atau selama kurun waktu tertentu,
genangannya relatif dangkal, dan terbentuk karena drainase yang terhambat Najiyati, et al., 2005. Sedangkan berdasarkan PP No 73 Tahun 2013 tentang Rawa, rawa didefinisikan
sebagai wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif datar atau cekung
dengan endapan mineral atau gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem.
Tipologi atau klasifikasi lahan rawa dapat dilihat dari berbagai dimensi, yaitu tipologi berdasarkan kekuatan pasang dan arus sungai, dan tipologi berdasarkan jenis dan kondisi
S
TRATEGI DAN
R
ENCANA
A
KSI
K
EANEKARAGAMAN
H
AYATI
P
ROVINSI
S
UMATERA
S
ELATAN
| 59 tanah. Jenis tipologi lahan terbesar di Sumatera Selatan, yaitu lahan rawa yang meliputi
rawa lebak dan rawa pasang surut. Sedangkan tipologi lahan rawa berdasarkan jenis dan kondisi tanah, terdapat dua jenis tanah yaitu tanah mineral terdiri atas tanah aluvial dan
gleihumus dan tanah gambut peat soils.
4.1.3.3.1 Ekosistem Rawa Lebak
Di Sumatera Selatan, lahan rawa lebak merupakan ekosistem yang dinamis karena adanya perubahan dua arah dari sistem akuatik ke sistem terestrial yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor hidrologi, mutu air, vegetasi dan fauna ikan, reptil, burung. Berdasarkan kedalaman air genangannya, lahan rawa lebak dikenal ada tiga klasifikasi yaitu lebak dangkal
pematang, lebak tengahan, dan lebak dalam. Pada saat ini jasa ekosistem rawa lebak telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti perikanan, sumber air baku, peternakan,
pertanian, transportasi. Namun demikian, pengembangan rawa lebak masih tertinggal dibandingkan dengan agroekosistem lainnya. Kondisi ini salah satunya disebabkan oleh
kurangnya data dan informasi mengenai ekosistem rawa lebak. Di Sumatera Selatan, kawasan ekosistem lahan rawa lebak lebih banyak terdapat di Kabupaten Ogan Komering
Ilir OKI Gambar 4.12 dan Ogan Ilir OI, seperti rawa lebak Pampangan OKI dan Pemulutan OI.
Gambar 4.12 Ekosistem rawa lebak di OKI Foto: M. Arief S. Purwanto, 2014
Menurut Muthmainnah 2013, rawa lebak dapat diklasifikasikan menjadi 3 tiga tipe yaitu rawa lebak banjiran, rawa lebak tadah hujan dan rawa lebak campuran. Rawa lebak banjiran
merupakan salah satu tipe ekosistem yang produktif bagi perikanan air tawar Utomo, 2002, airnya bersumber dari limpahan anak Sungai Komering Batanghari Air Padang, air bersifat
agak masam pH 5,5
– 6. Fluktuasi volume airnya tinggi sangat bervariasi sepanjang tahun karena dipengaruhi oleh musim. Pada saat musim kemarau, volume air kecil,
S
TRATEGI DAN
R
ENCANA
A
KSI
K
EANEKARAGAMAN
H
AYATI
P
ROVINSI
S
UMATERA
S
ELATAN
| 60 penggenangan air hanya terjadi di sungai utama, cekungan-cekungan tanah dan danau
buntu atau sungai mati oxbow lake. Pada musim hujan permukaan air sungai menaik mencapai 3-4 m, menggenangi daerah di sekitarnya Welcomme, 1979. Ciri khas yang lain
dari rawa lebak banjiran adalah, hamparannya luas, perairannya dangkal, sinar matahari dapat menembus sampai lapisan dasar perairan, banyak terdapat vegetasi air, daun-daun
yang jatuh ke perairan merupakan sumber nutrien dan pakan alami. Jenis ikan yang ada didominasi oleh ikan putihan, terdapat pemanfaatan perikanan tangkap, perikanan budidaya,
sawah lebak, padang gembala kerbau, di sekitar rawa berupa pemukiman Muthmainnah, 2013; Utomo, 2002.
Tipe rawa lebak banjiran yang ditemui termasuk rawa lebak kumpai, rawa banjiran hutan rawang, sungai mati oxbow lake dan lebung-lebung cekungan atau alur-alur air di daerah
rawa Utomo dkk, 1992. Untuk DAS Musi, tipe rawa lebak kumpai dan lebung banyak terdapat di Kabupaten Ogan Komering Ilir, sedangkan tipe rawa banjiran hutan rawang dan
sungai mati Oxbow lake banyak terdapat di daerah sekayu dan sekitarnya Utomo, et al., 1990.
Rawa lebak tadah hujan merupakan cekungan, sumber air utama dari air hujan, air berwarna coklat hitam, air bersifat masam pH 4,5, jenis ikan didominasi oleh ikan hitam
ikan rawa, vegetasi rumputan dan tanaman bawah, hanya terdapat pemanfaatan perikanan tangkap, musim kemarau bagian rawa yang kering ditanami semangka dan
padang gembala kerbau, di sekitar rawa terdapat pemukiman, kebun karet dan hutan rawa sekunder hutan gelam. Rawa lebak campuran merupakan dataran rendah, sumber air
baik dari limpahan Sungai Batanghari Air Padang maupun aliran dari rawa lebak tadah hujan, air berwarna kecoklatan, ditemukan ikan campuran putihan dan hitaman, vegetasi rumputan,
hanya terdapat pemanfaatan perikanan tangkap dan pengembalaan kerbau, musim kemarau hanya beberapa lajur anak sungai yang berair, sekitar rawa terdapat pemukiman,
hutan sekunder dan kebun karet. Model pengelolaan rawa lebak Kecamatan Pampangan dianalisis dengan melihat keterkaitan faktor internal dan eksternal. Pengelolaan rawa lebak
banjiran diarahkan pada penyeimbangan produktivitas alami dengan tingkat eksploitasi serta kesetaraan antar pengguna petani, nelayan dan peternak. Pada rawa lebak tadah hujan
diarahkan pada mempertahankan kekhasan ekosistem dengan pemafaatan bagi sektor perikanan, pertanian dan peternakan tanpa mengubah tata air, vegetasi dan habitat satwa
liar. Pengelolaan rawa lebak campuran diarahkan pada peningkatan efisiensi pemanfaatan air dengan menyediakan lebung dan penyerasian pola tanam dengan daur banjir. Dari
penelitian ini yang meliputi aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya dapat disusun model pengelolaan rawa lebak. Pengelolaannya dapat disusun berdasarkan pada prinsip efisiensi,
pemerataan dan keberlanjutan oleh suatu lembaga pengelola yang bersifat partisipatif dengan melibatkan para pemangku kepentingan dan Pemerintah Daerah. Untuk penelitian
S
TRATEGI DAN
R
ENCANA
A
KSI
K
EANEKARAGAMAN
H
AYATI
P
ROVINSI
S
UMATERA
S
ELATAN
| 61 lanjutan perlu dikaji sistem konservasi yang sesuai dengan dinamika ekosistem rawa lebak
di Sumatera Selatan.
Dari ekosistem rawa, pada kelompok tanaman pangan ditemukan spesies tanaman padi lokal spesifik lahan rawa lebak. Terdapat sejumlah aksesi Sumber Daya Genetik Tanaman
Padi Lokal Spesifik yaitu di Desa Batu Ampar, Kijang Ulu, Kayuagung, Pematang Beluran, Jejawi Ogan Komering Ilir, Tanjung Alai, Tanjung Menang, Muaro Baru, Lebak Laut,
Sakatiga, Talang Balai Baru, Sukapindah, Muara Penimbung, Ulak kerbau Ogan Ilir. Adapun perkembangan status keberadaan varietas padi lokal tersebut, disajikan pada
Tabel 4.4 dengan deskripsi gabah pada Lampiran 14.
Tabel 4.4 Status Varietas Padi Lokal di Lahan Rawa Lebak Sumsel
Daerah Sebaran
Perkembangan Keberadaan Varietas 2001a
2003a 2013b
2014c 2015d
Ogan Komering Ilir Batu Ampar
Sawah Kanyut,
Pelita Bogor,
SiPutih, Sawah
Kemang, Ketan
Bujuk, Sanapi,
Rampak, Sawah Belut
Sawah Kanyut, Pelita
Bogor, SiPutih,
Sawah Kemang,
Ketan Bujuk, Sanapi,
Rampak, Sawah Belut
Pelita Rampak,
SiPutih, Ketan Bujuk
Pelita Rampak,
SiPutih, Ketan Bujuk
SiPutih
Kijang Ulu SiPutih, Rampak,
Sawah Kanyut, SiPutih,
Rampak SiPutih,
Rampak SiPutih,
Rampak, Sibur, Sania
Kawo, Sania, Sibur, Pelita
Rampak, Boneng,
SiPutih Kayuagung
SiPutih, Rampak, Sawah Kanyut,
SiPutih, Rampak
Siam, Boneng,
SiPutih Siam,
Boneng, SiPutih
Boneng, SiPutih
Pematang Beluran
Padi abang,
Sibur, Ketek Padi abang,
Sawah Kanyut
Jejawi SiPutih, Rampak,
Sawah Kanyut, Sawah Kemang
SiPutih, Rampak,
Sawah Kanyut,
Sawah Kemang
Sawah Kanyut
Sawah Kanyut
Sawah Kanyut
Ogan Ilir Tanjung Alai
Ketek Ketek Semut
Tanjung Menang
Sawah beling Sawah beling
Lebak Laut SiPutih, Padi
kuning, Sawah
belut, Sibur
Erawati, Siam SiPutih,
Siam, Sibur- 1,
Sibur Erawati, Siam
lebak Muaro Baru
Boneng Boneng
Tanjung Selatan
Siam Siam
Siam Siam
Siam Sakatiga
Sawah Kemang, Sawah Sawah
Sawah Sawah
S
TRATEGI DAN
R
ENCANA
A
KSI
K
EANEKARAGAMAN
H
AYATI
P
ROVINSI
S
UMATERA
S
ELATAN
| 62
Daerah Sebaran
Perkembangan Keberadaan Varietas 2001a
2003a 2013b
2014c 2015d
Tingkil Ijo Kemang,
Tingkil Ijo Kemang,
Tingkil Ijo Kemang
Kemang Talang
Balai Baru
SiPutih, Padi
kuning padang SiPutih, Padi
kuning padang
SiPutih, Padi kuning
padang SiPutih
SiPutih Sukapindah
Sanapi Sanapi
Sanapi Sanapi
Sanapi Muara
Penimbung SiPutih,
Tiga Dara,
Padi Rantai,
Padi kuning
SiPutih, Tiga Dara,
Padi Rantai, Padi
kuning SiPutih, Tiga
Dara, Padi
Rantai, Padi kuning
SiPutih SiPutih
Ulak Kerbau Padi rantai
Padi rantai Padi rantai
Jumlah Varietas
19 18
13 10
10
4.1.3.3.2 Ekosistem Rawa Pasang Surut
Lahan rawa pasang surut termasuk salah satu tipe ekosistem lahan basah yang utamanya dicirikan oleh rezim air yang mengalami fluktuasi akibat pasang dan surutnya air dari
lautsungai sekitar Noor dan Aditya, 2015. Di Sumatera Selatan Lahan rawa pasang surut lebih banyak tersebar di sisi timur wilayah provinsi Sumatera Selatan wilayahnya mencakup
dua kabupaten yaitu Kabupaten Musi Banyuasin dan Banyuasin, umumnya merupakan daerah payau yang dipengaruhi pasang surut air laut Gambar 4.13. Vegetasinya
kebanyakan berupa tumbuhan Palmae dan hutan kayu rawa bakau. Selain vegetasi tersebut, saat ini sebagian besar kawasan rawa pasang surut tersebut sudah dibuka
menjadi lokasi persawahan untuk pertanaman padi dan jagung serta tanaman sayur- sayuran oleh masyarakat setempat.
Gambar 4.13 Ekosistem rawa pasang surut di Banyuasin Foto: M. Arief P, 2014
Fenomena pasang dan surut pada ekosistem rawa disebabkan oleh adanya gaya tarik antara benda-benda langit, khususnya bulan dengan bumi. Pada saat bulan dan bumi
S
TRATEGI DAN
R
ENCANA
A
KSI
K
EANEKARAGAMAN
H
AYATI
P
ROVINSI
S
UMATERA
S
ELATAN
| 63 berjarak terdekat, maka terjadilah pasang besar spring tide, yaitu saat bulan penuh
purnama dan bulan mati yang terjadi pada tanggal 1 dan 15 pada kalender Qomariah. Sebaliknya terjadi surut, yaitu saat jarak bulan dan bumi terjauh, maka terjadilah surut.
Selain pasang besar yang terjadi saat purnama spring tide, juga didapati pasang kecil neap tide yang terjadi antara masa purnama dan bulan mati, yaitu tanggal 3-14 dan 17-29
pada kalender Qomariah. Pasang kecil ini disebut juga pasang pindua karena terjadi dua kali dalam sehari. Berdasarkan kondisi tinggi rendahnya pasang atau luapan air
hidrotopografi di atas, maka daerah rawa pasang surut dibagi menjadi 4 empat tipe luapan, yaitu tipe A, B, C dan D. Tipe A, yaitu daerah yang mendapatkan luapan pada saat
pasang besar dan pasang kecil. Wilayah tipe A ini meliputi pantai sampai pesisir, dan tepian sungai. Tipe B, yaitu daerah yang hanya mendapatkan luapan pada saat pasang besar.
Wilayah tipe B inimeliputi rawa belakang back swamps dari pinggiran sungai sampai mencapai 50 km ke pedalaman. Tipe C, yaitu daerah yang tidak mendapatkan luapan
pasang langsung, tetapi mendapatkan pengaruh resapan pasang dengan tinggi muka air tanah 50 cm. Sedangkan tipe D sama serupa dengan tipe C, tetapi pengaruh resapan
kurang dengantinggi muka air tanah lebih dalam 50 cm. Wilayah tipe D ini sering diserupakan dengan lahan tadah hujan. Berdassarkan jenis tanah dan potensinya, lahan
rawa pasang surut dibedakan antara tanah mineral dan tanah gambut. Tanah mineral adalah tanah yang terbentuk oleh proses pedogenik, beupa endapan liat, debu, dan
sebagian pasir yang berupa alluvial sungai atau marin laut. Sedangkan tanah gambut terbentuk oleh adanya proses geogenik berupa akumulasi pasisa-sisa tanaman baik yang
sudah mati baik terdekomposisi matang maupun belum terdekomposisi mentah. Dua jenis tanah ini mempunyai sifat dan watak baik fisik, kimia, maupun biologi yang berbeda
sehingga mempunyai potensi yang berbeda. Sifat-sifat tanah yang berbeda tersebut diantaranya adalah kadar bahan organik, kadar air, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa,
dan ketersediaan hara bagi tanaman Noor, 2001, 2007. Keberagaman karakterstik lahan rawa pasang surut tersebut di atas membawa konsekuensi terhadap biodiversitas dan
kearifan lokal petani dalam menyiasati kondisi alam rawa. Namun demikian, faktor biofisik dan lingkungan rawa sekaligus juga membatasi terhadap biodiversitas. Oleh karena itu juga
maka intervensi dan inovasi teknologi yang dianjurkan mestinya bersifat spesifik lokasi.
Selain padi, tanaman pangan lainnya yang diusahakan oleh masyarakatpetani di lahan rawa pasang surut antara lain adalah sagu, ubi kayu, ubi jalar, jagung, kacang-kacangan,
sayur seperti cabai rawit, tomat, terung, pare, timun, gambas, buncis, bayam dan sebagainya. Hanya saja sebaran tanaman pangan lainnya ini secara terbatas dan sporadis.
Tanaman hortikultura berupa buah-buahan sepertijeruk, rambutan, ketapi, mangga rawa cukup banyak dan sudah lama dibudidayakan di lahan rawa pasang surut dengan sistem
surjan. Menurut Ar-Riza, et al. 2003 bahwa usahatani di lahan rawa pasang surut tipe A