Tidak terdapat hubungan yang nyata dan positif antara tingkat partisipasi perempuan dengan ketepatan penggunaan pinjaman atau peningkatan pendapatan.
Tidak selalu semakin tinggi partisipasi perempuan, semakin tepat dalam penggunaan pinjaman dan meningkat pula pendapatannya. Keadaan seperti ini
terjadi pada setiap tahapan partisipasi. Hal tersebut dikarenakan keterlibatan perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan SPP tinggi dalam
hal-hal administrasi, rapat, dan pembuatan proposal pengajuan dana. Namun hanya sedikit dari mereka yang melaksanakan tujuan utama dari kegiatan SPP
yaitu penggunaan pinjaman untuk usaha. Akibatnya tidak sedikit perempuan anggota SPP yang tidak mengalami peningkatan pendapatan. Tidak adanya
pendampingan dalam pengelolaan pinjaman menyebabkan banyak perempuan anggota SPP yang penggunaan pinjamannya menyimpang dari tujuan kegiatan
SPP. Selain itu, pengalaman usaha yang dimiliki oleh perempuan anggota
Simpan Pinjam Kelompok Perempuan SPP juga mempengaruhi peningkatan pendapatan. Terdapat perempuan anggota SPP yang mengalami peningkatan
pendapatan yang relatif tinggi, walaupun tingkat partisipasinya dalam kegiatan SPP tergolong rendah. Mereka mengaku jarang mengikuti kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan SPP. Namun hal ini tidak menjadi kendala bagi mereka dalam memanfaatkan pinjaman. Pengalaman usaha yang telah diperoleh selama
berdagang menjadi pembelajaran untuk membuat strategi dagang yang dapat meningkatkan keuntungan. Banyak kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
SPP bukan merupakan kegiatan yang menunjang pengembangan usaha. Uraian di atas dapat membuktikan bahwa hipotesis ketiga “terdapat
hubungan nyata dan positif antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok SPP
” tidak terbukti.
6.4 Analisis Pemberdayaan pada Pelaksanaan Kegiatan SPP
Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan SPP di salah satu desa di Kabupaten Banyumas belum termasuk dalam kegiatan pemberdayaan.
Menurut Suharto 2005, pemberdayaan adalah sebuah tujuan dan proses. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk
pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perusahaan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Perempuan yang tergabung dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan SPP tidak semuanya tergolong Rumah Tangga Miskin RTM.
Berdasarkan penuturan YRN seorang ketua Badan Permusyawarahan Desa BPD sekaligus Ketua Badan Kerjasama Antar Desa BKAD sebagai berikut:
“Tidak semua perempuan yang tergabung dalam kegiatan SPP tergolong RTM. Jumlah RTM yang tergabung pada kegiatan SPP di
Desa Petir proporsinya 75 persen dan 25 persen bukan termasuk RTM. Hal ini dikarenakan sistem administrasi pada kegiatan SPP
yang rumit, sehingga apabila semuanya RTM saya rasa administrasi
tidak bisa diselesaikan dengan baik”. Sebagian besar pengurus dalam kelompok bukan termasuk golongan RTM. Tidak
sedikit perempuan golongan RTM hanya berstatus sebagai anggota dan cenderung kurang aktif dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan SPP.
Berdasarkan hasil wawancara dengan perempuan anggota SPP terlihat bahwa sebagian besar anggotanya tidak mengetahui secara rinci mengenai pedoman
pelaksanaan kegiatan SPP. Keadaan tersebut berbeda pada pengurus, karena pengurus lebih memahami pedoman pelaksanaan kegiatan SPP.
Berdasarkan penemuan di lapang, pemilihan perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan SPP tidak diseleksi secara tepat. Baik Rumah
Tangga Miskin RTM maupun yang bukan RTM dapat bergabung dalam kegiatan SPP, asalkan perempuan tersebut dapat membayar angsuran setiap bulan.
Terdapat beberapa perempuan yang memalsukan kegiatan usaha yang tercantum pada proposal maupun pada saat wawancara dengan Unit Pengelola Kegiatan
UPK dari kecamatan. Hal tersebut dilakukan karena mereka ingin memperoleh pinjaman sesuai dengan yang tertulis pada proposal pengajuan dana.
Pihak desa maupun kecamatan tidak melakukan pemantauan terhadap penggunaan pinjaman, sehingga banyak yang menggunakannya untuk keperluan
lain dibandingkan untuk modal usaha. Tujuan pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan SPP di desa penelitian belum bisa dikatakan berhasil
karena hanya sedikit perempuan anggota SPP yang menggunakan seluruh pinjaman untuk modal usaha. Jadi kegiatan SPP yang dilaksanakan belum dapat
dikatakan sebagai kegiatan pemberdayaan. Hal tersebut dikarenakan kegiatan ini hanya sekedar menyalurkan pinjaman dana tanpa adanya pendampingan dalam
mengelola pinjaman tersebut. Selain itu, golongan Rumah Tangga Miskin RTM pun tetap menjadi golongan yang termarginalisasi karena tidak mempunyai
kewenangan yang besar dalam kelompok.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan