45 tahun. Sebaliknya, sebanyak 60 petani padi SRI baru berpengalaman kurang
dari atau sama dengan 5 tahun dalam usaha tani padi sawah Gambar 5.4. Tetapi hasil uji beda rata-rata menunjukkan perbedaan pengalaman dalam usaha tani padi
sawah antara petani konvensional dan SRI tidak berbeda nyata tidak signifikan pada derajat kepercayaan 95 maupun 90. Nilai median pengalaman usaha tani
responden petani konvensional dan SRI berturut-turut yaitu 20 tahun dan 19 tahun. Sedangkan nilai modusnya berturut-turut yaitu 10 tahun dan 5 tahun.
Sumber: Data Primer 2013
Gambar 5.4 Distribusi petani responden menurut pengalaman usaha tani
5.2 Analisis Usaha Tani Padi Sawah Skala Rumah Tangga
Sistem pertanian padi sawah menggambarkan bagaimana petani mengelola dan memanfaatkan sumber daya pertanian yang dimilikinya seperti lahan, input-
input produksi, tenaga kerja, sumber daya air dan pasar serta interaksinya guna memperoleh produksi yang dapat meningkatkan pendapatan. Dalam penelitian ini
dilakukan analisis sistem budidaya padi sawah SRI dan sistem konvensional sebagai pembanding kontrol.
Hasil data survey menunjukkan bahwa penggunaan input-input produksi seperti benih dan pupuk urea, SP-36 dan NPK dalam budidaya padi sawah
sistem konvensional tidak efisien dan berlebih, tidak sesuai dengan rekomendasi yang disarankan oleh Dinas Pertanian daerah setempat. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar petani padi konvensional masih mengandalkan pengalaman dan budaya yang diwariskan oleh orang-orang sebelumnya. Selain itu tingkat
pendidikan yang rendah 71.67 berpendidikan ≤ 6 tahun dan pengalaman bertani 45 lebih dari 20 tahun, menjadi kendala untuk mengubah kebiasaan
petani dalam budidaya padi sawah ke arah yang lebih efisien.
Berdasarkan karakteristik petani, metode SRI banyak diterapkan oleh petani dengan pendidikan yang lebih baik dari petani konvensional yaitu 30 berpendidikan
10-12 tahun dan sebagian besar pengalaman bertani padi sawah kurang atau sama dengan 5 tahun sebanyak 60. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pola
pikir rasional yang lebih maju sehingga memudahkan petani dalam menyerap dan mengadopsi teknologi-teknologi baru dalam budidaya padi sawah.
- 20.00
40.00 60.00
80.00 ≤
6-10 11-15
16-20 20
Jumlah
P e
n g
a la
m a
n T
h n
Petani Konvensional Petani SRl
2 1
70 60
50 40
30 20
10
1: Konvensional; 2: SRI
P e
n g
a la
m a
n T
h n
Boxplot Sebaran Pengalaman Usaha Tani Responden
46 Perbedaan yang jelas terlihat dari kedua sistem budidaya padi sawah
tersebut yaitu dalam penggunan benih. Penggunaan benih padi metode SRI setengah 51.46 dari metode konvensional dan berbeda nyata secara statistik
pada derajat kepercayaan 95. Hal ini disebabkan karena pada metode SRI, penanaman bibit padi hanya satu bibit per tanam, sedangkan pada metode
konvensional antara 2 sampai 3 bibit padi per tanam. Dengan metode tanam satu bibit per tanam akan menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak dan malai
yang dihasilkan akan lebih banyak juga, sehingga produksi padi dan pendapatan petani bisa ditingkatkan.
Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam budidaya padi sawah sebesar Rp 5 979 052hamusim untuk metode konvensional dan Rp 6 158 161ha
musim untuk metode SRI, dengan asumsi biaya sewa lahan dan tenaga kerja dalam keluarga tidak dihitung sebagai biaya produksi. Besarnya biaya produksi
metode SRI disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja yang cukup banyak, karena dalam metode SRI tanam satu batang menyebabkan pada awal pertumbuhan
tanaman padi rentan terhadap serangan hama terutama hama keong mas dan pengairan secara intermitten menyebabkan gulma tumbuh dengan subur sehingga
kegiatan penyulaman dan penyiangan dilakukan secara intensif.
Produktivitas padi metode SRI rata-rata sebesar 5 910.53 kuintalha sedangkan metode konvensional rata-rata sebesar 5 702.29 kuintalha dan tidak
berbeda nyata berdasarkan hasil uji beda rata-rata pada taraf kepercayaan 95. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan metode SRI pada budidaya padi sawah di
Kabupaten Indramayu belum dapat meningkatkan produktivitas hasil padi sawah.
Tabel 5.1 Analisis usaha tani padi sawah metode konvensional di Kabupaten Indramayu, musim tanam 20112012
Inputbiaya pendapatan
MH MK1
MK2 1
Rata-rata luas tanam ha 0.86
0.86 0.61
0.78 2
Benih kgha 29.42
29.16 24.38
27.65 20-25
3 Urea kgha
289.37 284.31
267.86 280.51
250 4
SP-36 kgha 183.97
155.14 125.00
154.70 100
5 NPK kgha
207.19 190.21
70.36 155.92
100-150 6
Herbisida btlha 1.63
1.57 1.18
1.46 7
Insektisida btlha 10.23
9.97 9.95
10.05 8
Fungisida bngksha 3.34
2.92 3.60
3.29 9
Tenaga Kerja HOKha 128.37
124.45 130.09
127.64 10
Sewa lahan Rpha 4,609,700
4,609,700 4,609,700
4,609,700 11
Biaya benih Rpha 349,353
349,946 292,500
330,600 12
Biaya pupuk Rpha 1,386,057
1,321,897 1,269,583
1,325,846 13
Biaya pestisida 987,699
939,936 957,202
961,613 14
Biaya tenaga kerja luar keluarga Rpha 2,025,335
1,887,532 2,379,018
2,097,295 15
Biaya tenaga kerja dalam keluarga Rpha 1,028,458
1,066,183 718,595
937,745 16
Biaya lain-lain pajak, traktor, air Rpha 993,804
979,643 1,817,649
1,263,699 17
Total biaya tnp sewa lahan, TK klrg Rpha 5,742,248
5,478,955 6,715,952
5,979,052 18
Total biaya dgn sewa lahan, TK klrg Rpha 11,380,407
11,154,838 12,044,247
11,526,497 19
Produktivitas kgha 6,411.87
5,351.44 5,343.57
5,702.29 20
Pendapatan kotor Rpha 23,723,908
19,800,321 19,771,214
21,098,481 21
Pendapatan bersih tnp sewa lahan, TK klrg Rpha 17,981,660
14,321,366 13,055,262
15,119,429 22
Pendapatan bersih dgn sewa lahan, TK klrg Rpha 12,343,502
8,645,483 7,726,967
9,571,984 23
RC Rasio tnp sewa lahan, TK klrg Rpha 4.13
3.61 2.94
3.56 24
RC Rasio dgn sewa lahan, TK klrg Rpha 2.08
1.78 1.64
1.83 Musim
No Rata-rata
Rekomendasi
Sumber: Hasil pengolahan data 2013
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh petani dari usaha tani padi sawah dengan metode konvensional tanpa
memperhitungkan sewa lahan dan biaya tenga kerja dalam keluarga sebesar Rp 15
47 119 429hamusim asumsi: produk dijual dalam bentuk gabah kering panen
GKP dengan harga Rp 3 700kg dengan nilai RC rasio sebesar 3.56. Jika sewa lahan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga dimasukan ke dalam komponen
biaya, maka rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh petani sebesar Rp 9 571 984ha musim dengan RC rasio sebesar 1.83. Nilai RC rasio 1, menunjukkan
bahwa usaha tani padi sawah yang dilakukan oleh petani dalam skala usaha tani yang menguntungkan.
Berdasarkan data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh petani dari usaha tani padi sawah dengan metode SRI tanpa
memperhitungkan sewa lahan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga sebesar Rp 15 710 783ha musim dengan nilai RC rasio sebesar 3.56. Jika sewa lahan dan
biaya tenaga kerja dalam keluarga dimasukan ke dalam komponen biaya, maka rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh oleh petani sebesar Rp 10 696 057
dengan RC rasio sebesar 1.96.
Nilai RC rasio 1 menunjukkan bahwa usaha tani padi sawah dengan metode konvensional dan SRI yang dilakukan oleh petani di Kabupaten
Indramayu dianggap layak dan menguntungkan. Menurut Rahim et al. 2007, salah satu indikator sederhana untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha tani
dapat dilihat pada nilai Revenue Cost Ratio RC, jika nilai RC 1 maka usaha tani dianggap layak dilakukan menguntungkan, sedangkan jika nilai RC 1
maka dianggap tidak layak tidak menguntungkan.
Tabel 5.2 Analisis usaha tani padi sawah metode SRI di Kabupaten Indramayu, musim tanam 20112012
Inputbiaya pendapatan
MH MK1
1 Rata-rata luas tanam ha
0.84 0.86
0.85 2
Benih kgha 13.47
13.41 13.44
20-25 3
Pupuk kompos kgha 1,543.41
1,692.35 1,617.88
1000-1500 4
Pupuk organik cair ltrha 12.18
9.19 10.68
5 Urea kgha
93.17 93.17
93.17 250
6 SP-36 kgha
150.00 50.00
100.00 100
7 NPK kgha
239.00 234.00
236.50 100-150
8 Herbisida btlha
0.60 1.03
0.81 9
Insektisida btlha 4.86
5.37 5.11
10 Fungisida bngksha
2.60 1.98
2.29 11
Pestisida Nabati ltrha 37.13
41.74 39.43
12 Tenaga Kerja HOKha
148.37 138.19
143.28 13
Sewa lahan Rpha 4,427,024
4,427,024 4,427,024
14 Biaya benih Rpha
161,659 160,962
161,310 15
Biaya pupuk dan pestisida Rpha 1,527,930
1,863,010 1,695,470
16 Biaya tenaga kerja luar keluarga Rpha
3,143,278 3,022,026
3,082,652 17
Biaya tenaga kerja dalam keluarga Rpha 645,723
529,679 587,701
18 Biaya lain-lain pajak, traktor, air Rpha
1,212,309 1,225,148
1,218,728 19
Total biaya tnp sewa lahan, TK klrg Rpha 6,045,177
6,271,145 6,158,161
20 Total biaya dgn sewa lahan, TK klrg Rpha
11,117,923 11,227,848
11,172,886 21
Produktivitas kgha 6,541.43
5,279.62 5,910.53
22 Pendapatan kotor Rpha
24,203,291 19,534,594
21,868,943 23
Pendapatan bersih tnp sewa lahan, TK klrg Rpha 18,158,114
13,263,449 15,710,782
24 Pendapatan bersih dgn sewa lahan, TK klrg Rpha
13,085,368 8,306,746
10,696,057 25
RC Rasio tnp sewa lahan, TK klrg Rpha 4.00
3.11 3.56
26 RC Rasio dgn sewa lahan, TK klrg Rpha
2.18 1.74
1.96 Musim
No Rata-rata
Rekomendasi
Sumber: Hasil pengolahan data 2013
Selain perhitungan RC rasio, untuk mengetahui apakah penerapan metode SRI lebih menguntungkan atau malah sebaliknya metode konvensional yang lebih
menguntungkan, dapat digunakan analisis perbandingan antara besarnya
48 perubahan pendapatan
∆ revenue yang diperoleh akibat perubahan metode tanam dari konvensional ke metode SRI dengan besarnya perubahan biaya
∆ cost yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil analisis usaha tani di atas maka dapat
diperoleh bahwa rasio ∆R∆C adalah 3.913.00 yaitu sebesar 1.30. Nilai 1.30 menunjukkan bahwa setiap kenaikan biaya usaha tani padi sawah sebesar 1
dapat meningkatkan pendapatan petani sebesar 1.30.
Guna mengetahui apakah hasil penerapan metode SRI berbeda nyata secara statistik dengan metode konvensional atau tidak, maka perlu dilakukan uji beda
rata-rata. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kesamaan atau perbedaan nilai rata-rata dari dua kelompok sampel yang tidak saling
berhubungan. Konsep dari uji beda rata-rata adalah membandingkan nilai rata-rata beserta selang kepercayaan tertentu confidence interval dari dua sampel. Prinsip
pengujian dua rata-rata adalah melihat perbedaan variasi kedua kelompok data. Oleh karena itu dalam pengujian ini diperlukan informasi apakah varian kedua
kelompok yang diuji sama atau tidak. Varian kedua kelompok data akan berpengaruh pada nilai standar error yang akhirnya akan membedakan rumus
pengujiannya. Hasil uji beda rata-rata dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Uji beda nyata rata-rata data pengamatan
Variabel Musim hujan MH
Musim kering I MKI Konvensional
SRI Konvensional
SRI Produktivitas kgha
6 411.87a 6 541.43a
5 351.44a 5 279.62a
Biaya Rpha 5 742 248a
6 045 177a 5 478 955a
1
6 271 145b
1
Pendapatan bersih Rpha dijual
dalam bentuk GKP 17 981 660a
18 158 114a 14 321 366b
2
13 263 449a
2
Pendapatan bersih Rpha dijual
dalam bentuk GKG 17 246 230 a
1
26 860 178b
1
13707563 a
1
20 286 927b
1
Pendapatan bersih Rpha dijual
dalam bentuk beras 18 382 573a
1
32 300 849b
1
14 655 972a
1
24 678 119b
1
Keterangan : huruf yang sama pada baris dan musim yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan
1
9 5 α = 5 dan
2
90 α = 10 Asumsi tanpa sewa lahan dan biaya tenaga dalam keluarga
Hasil pengujian statistik terhadap nilai rata-rata data pengamatan, menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas hasil padi dengan metode
konvensional dan SRI baik pada musim hujan MH maupun musim kering I MKI tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 9
5 α = 5. Hal ini berarti, secara statistik peningkatan produksi padi dengan penerapan metode SRI
dianggap sama tidak berbeda nyata dengan produksi padi yang dihasilkan metode konvensional.
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata biaya produksi usaha tani padi sawah tidak berbeda nyata secara statistik antara metode konvensional dan
SRI pada pada musim hujan MH sedangkan pada musim kemarau I MKI, perbedaan rata-rata biaya produksi berbeda nyata pada taraf kepercayaan 9
5 α = 5. Perbedaan biaya usaha tani yang cukup besar terjadi pada komponen biaya
tenaga kerja luar keluarga. Pada penerapan metode SRI kebutuhan biaya lebih
49 besar daripada metode konvensional, hal ini disebabkan oleh besarnya tenaga
kerja yang dibutuhkan dalam proses penyulaman dan penyiangan. Dengan tanam satu batang per tanam menyebabkan banyaknya bibit yang mati akibat proses
tanam kurang baik tidak terbenam sempurna pada tanah atau serangan hama keong emas sehingga penyulaman dilakukan secara intensif. Selain itu
penerapan irigasi secara intermitten menyebabkan tumbuh suburnya tanaman penggangu gulma sehingga kegiatan penyiangan yang biasanya dilakukan 2 kali
pada metode konvensional bisa dilakukan 3-5 kali pada metode SRI. Kondisi tersebut menyebabkan biaya usaha tani yang dikeluarkan pada metode SRI lebih
besar daripada metode konvensional.
Rata-rata pendapatan bersih tanpa sewa lahan dan tenaga kerja dalam keluarga pada musim hujan jika padi dijual dalam bentuk gabah kering panen
GKP, menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik antara pendapatan bersih dari usaha tani padi metode konvensional dan metode SRI, sedangkan pada
musim kering I MKI berbeda nyata pada taraf kepercayaan 90 α = 10.
Rata-rata pendapatan usaha tani padi sawah metode konvensional pada MKII lebih besar dan berbeda nyata dibanding motode SRI. Hal ini disebabkan oleh
biaya usaha tani metode SRI lebih tinggi daripada metode konvensional sehingga pendapatan bersih yang diperoleh petani SRI lebih kecil. Proses uji beda rata-rata
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pendapatan bersih petani SRI akan lebih besar dan berbeda nyata secara signifikan pada taraf derajat kepercayaan 95 dari petani konvensional jika padi
dijual dalam bentuk gabah kering giling atau beras. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan antara harga bersih gabah kering giling GKG dan beras SRI dan
konvensional. Harga gabah kering giling dan beras SRI lebih mahal karena beras SRI dijual sebagai beras organik dan memiliki pangsa pasar tertentu melalui
penjualan perorangan konsumen perorangan bukan ke tengkulak atau pengepul beras. Harga bersih gabah kering giling dan beras selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa dengan perubahan bentuk produk yang dijual dari gabah kering panen ke beras dapat meningkatkan
pendapatan petani. Kondisi tersebut mengindikasikan peranan industri penggilingan padi dalam meningkatkan nilai tambah produk dan pendapatan
petani di perdesaan sangat penting sehingga sektor padi dan industri penggilingan padi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, serta peranannya akan
lebih besar jika kedua sektor tersebut digabungkan terintegrasi ketimbang secara terpisah. Hal ini terbukti dari analisis tabel input-output yang dijelaskan pada
subbab 5.6 dan 5.7, bahwa penggabungan sektor padi dan industri penggilingan padi memberikan efek multiplier terhadap output, nilai tambah dan pendapatan
petani yang lebih besar daripada efek multiplier sektor tersebut secara terpisah.
5.3 Optimasi Pendapatan Petani Skala Kewilayahan